Delsy Syamsumar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hendry allen (bicara | kontrib)
k +kategori
Hendry allen (bicara | kontrib)
k wikifikasi
Baris 1:
{{rapikan}}
'''Delsy Syamsumar''' seorang [[pelukis]] “Neoklasik” Indonesia berasal dari Sungai Puar, [[Sumatra barat]]. Pelukis kelahiran 7 Mei [[1935]] ini telah menampakkan bakat melukisnya sejak usia 5 tahun. Diwaktu revolusi keluarganya memilih tinggal di Bukittinggi dimana Delsy melalui sekolah dasar dan menengah umum bahkan pendidikan agama Islam, ia selalu menonjol dalam pelajaran seni lukis dan menjadi juara pertama setiap sayembara di sekolah sekolah di Sumatera Barat.
 
Dalam usia 17 tahun Delsy telah mampu melukis komik berdasarkan sejarah dan karangan sendiri serta dikirimkan per pos ke majalah ibukota. Komik “Mawar Putih” tentang “Bajak Laut Aceh” dimuat di majalah “Aneka” membuat ia terkenal diseluruh Indoensia dalam usia muda.
Baris 6:
Kalau perantau-perantau Minang umumnya mengadu nasib sebagai pedagang, maka Delsy di panggil ke Jakarta oleh penerbit dengan fasilitas cukup. Barulah ibunya mau melepas Delsy dan menginginkan Delsy jadi “terkenal(ahli gambar)” seperti Raden Saleh dan Basuki Abdullah. (Karena Delsy sejak di SD sudah dibelikan cat minyak oleh ayahnya yang pengukir Rumah Gadang) Meskipun Delsy terkenal sebagai pelukis komik, sejarah illustrator, Pers dan Penata visual dari sekian banyak Film nasional, ia tidak meninggalkan kanvas dan cat minyak.
 
Ilustrasinya banyak mendapat sambutan literature-literatur seni di [[Australia]] dan [[Perancis]] sebagai pembuat kartun pers dan cover cover novel Indonesia dan di perfilman sebagai Art Director senior, memenangkan penghargaan Festival Nasional dan Asia. Disanggarnya selain mendidik pelukis pelukis muda berbakat juga membimbing mereka menjadi tenaga perfilman handal (peraih Piala Film dan Sinetron). Pameran tunggal delsy di tahun 1985 di Balai Budaya dianggap kejutan nasional karena gaya cat minyaknya selaras membawakan ilustrasinya yang telah terlebih dahulu dikenal, ekspresif dan ekstensial dan selalu di ingat orang (pengamat Seni Rupa Agus Darmawan T. dalam “Suara Pembaharuan”)
 
Khas lukisan Delsy banyak dianggap terletak pada kemahirannya melukiskan wanita. Namun sebenarnya kemampuan melukiskan ekpresi dan gerak tokoh-tokohnya yang komunikatif dengan pemandangan karyanya. Namun dalam melukiskan wanita, pengamat karyanya itu mengambil kesimpulan bahwa anatomi wanita-wanita dalam kanvas Delsy bagai menemukan “medan yang tepat dan kuat” menangkap daya hidup. Sudut pandang lukisan Delsy terkadan filmis, karena ia juga orang film. Komposisisnya terletak enak seperti sudut kamera.
 
Pameran tunggal Delsy pernah diadakan di [[Hotel Indonesia]], gedung[[Gedung Kesenian Jakarta]]. Ia juga pernah surprise dengan keberhasilan menjual lukisan nya sebagai lukisan termahal di TIM waktu itu. Pada pameran-pameran bersama di [[Balai Budaya]] pada pra reformasi, lukisan-lukisan Delsy selalu rekor dalam diminati para kolektor. 1992 pernah pameran bersama dengan [[Basuki Abdullah]].
 
Dunia film telah membenamkan delsy cukup lama dalam kreatifitasnya dan puncaknya menjadi Art director di beberapa film legenda Indonesia, antara lain “Saur Sepuh”. Terlalu lama mendalami dunia film yang bertema legenda sejarah mendorong kreativitas Delsy didalam melukis banyak bertemakan legenda dan sejarah, termasuk didalamnya merekam perjuangan bangsa Indonesia disekitar tahun 1945. Karya beliau antara lain: Sentot Alibasya Prawiradirdja (cergam), Gadjah Mada (Cergam), Christina Maria Tiahahu (cergam) dan beberapa lukisan yang menggambarkan Heroisme Cut Mutia, Kereta Api terakhir Yogyakarta, Sepasang mata bola, Dapur Umum dan karya terakhirnya ditahun 2000 diakui kolosal “Gelar Perang Sentot Alibasya Prawiradirdja.
Baris 17:
 
* Nama: Delsy Syamsumar
* Tempat/tanggal lahir: 7 mei 1935 : Lahir di [[Medan]] Asal [[Minang]] (Sungai Pua) Sumatra Barat.
* 1945 - 1949 : Basis pendidikan dari guru Arifin Zainun Exs INS Kayu Tanam 1950 –
* 1954 : Bergabung dalam SEMI (seniman Muda Indonesia) d/p Zetka dan A.A. Navis. Menjuarai berturut turut lomba melukis
Baris 24:
* 1960 : Pertama sekali sebagai Art Director film
* 1961 : Mendapat penghargaan kritisi melukis credit title film perfini “Pejuang” dalam bentuk sketsa
* 1962 : Sebagai Art director film “Holiday in Bali”. Persari memenangkan dekor tata warna terbaik dalam [[Festival Film Asia]], [[Tokyo]]. Memenangkan hadiah I sayembara karikatur PWI.
* 1964 – 1966 : Dekorator Hotel Indonesia d/p Teguh Karya.
* 1966 – 1970 : Sebagai wartawan dan illustrator tetap majalah “caraka” Ditpom, Memperoleh predikat “I’exellent Dessinateur” (lecture seni Paris)
Baris 49:
 
==Seniman Senen==
Delsy alias Dalasi Syamsumar asal minang hinggapberada di senen Jakarta sekitar 1955, bukannya berdagang di kaki lima, malah melongo sepanjang malam di warung kopi menyimak diskusi-diskusi “Seniman Senen” berkepanjangan, melalui tahun-tahun yang panjang pameo kelompok seniman gondrong yang terusir dari warung ke warung itu, hingga berkali-kali terpaksa mangkal di trotoar dan pom bensin. Agaknya tidak diharapkan oleh guru-gurunya melukis cat minyak ex. INS kayu tanam[[Kayutanam]] di Sumatera Barat yang menjagoinya untuk terus di ASRI jogja agar menjadi Delacroix atau Goya yang “ momentum schilderij” kata gurunya. Delsy sendiri tidak mengerti apa itu. Malah ia lebih faham kemudian omongan rekan-rekan senior orang-orang film dan teater atau wartawan di senen seperti ceramah Misbach tentang neo realisme Italia, teater Ibsen dan Lorca bahas W. Sihombing, Sukarno M. Noor dan Wim Umboh, lalu hal pers film oleh Zulharmans sampai debat keras mengenai batu cincin Wahid Chan. Biasanya Delsy memang jarang bicara apa-apa, cukup mojok dengan sobatnya [[Harmoko]] dan Khaidir sambil corat-coret di kertas bekas atau balikin bungkus rokok. “Awas ada BKM liwat!” semua terkesima, melihat satu keluarga dalam beca, bapak, ibu, anak semua berkaca mata. “Barisan Kaca Mata” kata Harmoko. Suasana Riuh. “Senen…Senen tercinta!” tulis bait sajak Misbach atau memori sketsa Delsy ini merekam ekspresi Alm. Bintang Film Wahid Chan dan kesibukan pedagang sayur pukul empat pagi di kertas bekas yang dikorek dari Lumpur stasiun. “Inilah neo realisme Indonesia, lukisan-lukisan Lumpur!” teriak sobatnya lagi.
 
==Story Board==
Gatal tangannya bikin sketsa dari sketsa masyarakat dan mungkin ikut berkubang di lumpurnya, barangkali telah makin memantapkan Delsy pada pelukisan karakter bangsa sendiri yang juga penuh “Action”, keuletan, kesatrian, sok jago, licik atau kecantikan yang pasrah dan bebal. Namun komplikasi gatal tangannya telah meningkat pada realismu bahkan karikatural, seperti komiknya sesudah itu mengangkat drama sobatnya seperguruan [[Motinggo Busye]] “Malam Jahanam” yang senafas dan ketika itu masih mondar mandir Malioboro-Pasar Senen. Pengulangan versi Pangeran Diponegoro dalam komik berwarna Delsy kemudian percuma saja. Pangeran itu sebenarnya memang tidak menyerah di [[Magelang]], tapi kalah total di pemasaran komik menyaingi “Pangerannya Cinderella” atau pahlawan baru “Superman”. Tetap dalam lingkaran rekan yang itu-itu juga dalam diskusi nasib Delsy pernah di ajak Sihombing dan Sukarno M. Noor bikin dekor panggung musical, lalu Sitompul suruh bikin kritik film dalam karikatur artis buat Koran mingguan sampai 1963. Teguh Karya kemudian menarik Delsy ke sanggar Karya Hotel Indonesia untuk dekor entartaiment sampai 1966. Namun Misbach lah yang menobatkan jadi Art director film mulai “Holiday in Bali” yang memenangkan dekor tata warna terbaik festival Asia, Tokyo. Ini diteruskan oleh sobatnya Motinggo Busye lagi, yang sutradara mulai 1969, dan mencoba sistim story-board Delsy (semacam komik) untuk pengarahan yang tepat adegan penting di Film. Ini sangat membantu rekan-rekannya sutradara lain pula.
 
==Ilustrasi==
Baris 58:
 
==Pra Design==
Kegatalan Tangan membuat poster film langsung oleh Delsy telah dimulai sejak ikut mendekor [[Film]]. [[Usmar Ismail]] Sendiri juga memesan langsung poster pertama “Pejuang” kepada Delsy untuk diteruskan oleh studio poster biasa. Dengan sanggar pertama bekas garasi sepeda yang terletak di pusat republik ini, di Menteng Raya untuk bekerja, Delsy lebih tertarik membuat eksperimen-eksperiment poster, kerja artistic, dan sebagainya, daripada membuat biro reklame yang selalu gagal. Namun ciptaan-ciptaan merek terkenal seperti logo pesawat terbang “Bouraq”, majalah jantung “Sartika” dan yang paling terkenal logo huruf majalah “Kartini” adalah gaya Delsy dalam eksperiment huruf. Eksperimen huruf berbentuk rumah minang yang dikirimnya buat Koran “Singgalang” di padang ditiru mulai dari hotel, restoran-restoran Padang, para tailor sampai gerobak-gerobak sate Padang diseluruh pelosok Tanah Air. Untuk kalender dan poster temple serta brosur, gaya Delsy dikenali di puskesmas dari peringatan digigit nyamuk sampai burut dan penyakit kaki gadjah. Imaginasi lukisannya “”penggunaan minyak pertama dalam pertempuran laut Aceh” untuk pertamina dibicarakan sampai kini dalam peringatan ditemuinya minyak pertama di Indonesia. Teristimewa dalam eksperimen poster film (1 sheet), dalam peralihan dari cetak klise timah ke offset 1970. Delsy muncul dengan poster pertamanya yang di offset “Biarkan Musim Berganti” Penyutradaraan Motinggo Busye” Konon 1975 rekannya sejak di senen binta film komedi Alm, Mansursyah mengajaknya bikin perusahaan poster film secara serius. Tapi lapangan yang disediakan Mansur untuk Studio di Sention sering Banjir dan banyak kambing penduduk.
 
==Tata Artistik Film==
Baris 65:
Komentar pengamat seni rupa Agus Dermawan T di Suara Pembaharuan. Menjelang tahun 1970 Dunia seni rupa Indonesia pernah diguncang dengan munculnya manifestasi ilustrasi yang tertampilkan dengan ekpresif dan penuh gerak. Ilustrasi itu adalah karya Delsy Syamsumar. Seorang illustrator dan pelukis kelahiran Bukittinggi yang mengadu nasib keberuntungan seni di Jakarta. Dan karya ilustrasinya nampak di berbagai majalah serta buku cerita bahkan dalam bentuk komik.
 
Jojing Lukisan ini bisa dianggap terbaik Delsy dalam karya cat minyaknya, bukan Cuma pada kebinalan wanita montok berjoget yang digambarkan, tetapi juga pada isi yang ingin disampaikan. Seperti sebuah karya realisme sosial. Jojing bercerita tentang seorang lurah yang sedang mengadakan pesta hura-hura untuk menyertai penandatanganan surat tanah seharga ratusan juta rupiah. Disini segala keseronokan wanita wanita Delsy bagai menemukan medan yang kuat menggenggam daya hidup. Tak tepat benar apabila mau membandingkan dengan realisme Sudjojono yang berani terus terang menguak dunia kelam seperti itu. Kehidupan yang unik dalam bidang kanvas Seni Rupa Indonesia.. Bila dikaitkan dengan gaya penuturan spontan serta ekspresitas-kegarisan yg menggebu, sekilas pintas ada satu dua lukisan potertpotret wanitanya dengan manifestasi [[Antonio BalncoBlanco]], pelukis kelahiran Spanyol yg menetap di [[Bali]]. Namun Delsy Syamsumar masih kuat berdiri pada dirinya sendiri. Dengan terus mengorek dan menekuni gaya tutur yang dibawa dunia ilustrasinya, lukisan lukisannya berusaha memadatkan pribadi khas, penuh gerak dan kemelut tersebut.
 
Tepat pada tanggal 7 Juni 2001 Delsy Syamsumar di panggil menghadap yang mahakuasa, Indonesia kehilangan seorang seniman besar.