Sirahan, Cluwak, Pati: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 45:
Sareman, kepala desa Sirahan pertama adalah pemenang sayembara membongkar batu besar yang menghalangi penyempurnaan pembangunan irigasi yang diselenggarakan pemerintah Belanda yang merencanakan saluran irigasi mencapai wilayah Tayu, maka bendungan (sambong) yang sudah ada akan dipindah ke lokasi yang lebih atas (tinggi).
 
Hanya berbekal makanan buah pace, Sareman mampu menggempur batu-batu yang sebelumnya tidak mempan diledakkan dengan dinamit. Akhirnya batu itu berhasil disingkirkan dan bendungan pun pindah ke lokasi yang lebih tinggi. dan sungaiSungai itu diberi nama “Kali Kontrak” berasal dari kata “kontrak” dengan Belanda dan pemenangnya memperoleh hadiah tujuh turunan bebas dari pajak.
 
Kisah tentang bebas pajak itu ada dua versi., Ada yang mengatakan,yaitu yang bebas pajak hanyalahhanya keturunan Mbah Sareman, namun ada yang mengatakan yang bebas pajak itu berlaku bagiadalah seluruh masyarakat Desa Sirahan. Sayangnya, surat perjanjian dengan pemerintahan Belanda itu hilang (terbakar). Sumber lain mengatakan sengaja dibakar oleh pihak-pihak tertentu agar ketentuan bebas pajak agar tidak berlaku.
 
 
Baris 55:
 
 
Desa Sirahan masuk wilayah kadipaten Pati dibawah Adipati Pragolo. Karena jasanya dalam perang Mataram di Batavia itu, Sareman diberi hadiah Putri Cina. Karena itu, anak-cucu Mbah Sareman sebagian bermata sipit mirip Cina. Pernikahan dengan Putri Cina itu menurunkan putra tunggal bernama Poting. Sareman juga memiliki keturunan yang diperkirakan hasil pernikahan dengan wanita pribumi bernama : Singodiwiryo, Tumpak dan Sukijah. Singodiwiryo belakangan menjabat Kepala Desa Sirahan Ke-3 dan memiliki empat keturunan :bernama Kaseh, Sakinah, Sadino dan H Abdullah. yangAnak anakcucu cucunyamereka kini hampir “memenuhi” Desa Sirahan.
'''Akhir Masa Penjajahan''''''
 
Kepala Desa Sirahan terakhir yang mengalami masa penjajahan adalah Singo Guno. Pakaian dinas. Kamituwo dan kebayan berpakaian hitam dengan tanda khusus pada lengannya. Tugas utama Kepala Desa adalah menarik pajak yang berlangsung setiap hari Rabu. Setiap Desa pada masa itu memiliki brankas besi penyimpan uang pajak yang setiap saat diambil Petugas Kepolisian PP dari Setenan (Kecamatan).
 
Menjelang akhir masa jabatan Singo Guno, penduduk Sirahan mengalami penderitaan akibat penjajahan Jepang. Dibandingkan Belanda, pemerintahan Jepang lebih kejam. Mereka menguras habis bahan makanan sehingga penduduk kelaparan.
Untuk mengingatkan masyarakat membayar pajak, cukup dengan memukul gendhong. Setiap Desa pada masa itu memiliki brankas besi untuk menyimpan uang pajak yang setiap saat diambil Petugas Kepolisian PP dari Setenan (Kecamatan).
 
Menjelang akhir masa jabatan Singo Guno, penduduk Sirahan mengalami penderitaan akibat penjajahan Jepang. Jika pada masa penjajahan Belanda masih banyak orang berpakaian dari kain, tahun 1942 - 1945 berpakaian dari karung goni, tikar pandan, bahkan pohon ringin. Karena pakaian dari karung goni dan tikar, maka kutu (tumo, tinggi) pun banyak menempel.
 
Dibandingkan Belanda, pemerintahan Jepang lebih sadis. Mereka menguras habis bahan makanan sehingga penduduk kelaparan akibat Kuminyai, yaitu kebijakan Jepang merampas seluruh hasil panen penduduk.
 
Jepang memberikan perintah agar setiap terdengar bunyi sirine, semua orang harus bersembunyi. Hal itu sebagai siasat Jepang. Disaat orang bersembunyi, Jepang mengangkut hasil panen yang sebelumnya dikumpulkan di kediaman Kepala Desa. Penduduk yang ingin menyisakan hasil panen harus pandai-pandai menyembunyikan di langit-langit rumah atau ditanam dalam tanah. Untuk mencari kebutuhan makan, sebagian penduduk mencari gadung dan apa saja yang dapat ditemui di hutan-hutan.
 
 
Baris 88 ⟶ 82:
Setelah musim tikus, tahun 1965 PKI (Partai Komunis Indonesia) berontak. Tahun 1966 terjadi lagi musim paceklik panjang. Musim tikus datang lagi untuk yang kedua kalinya, namun itu hanya berlangsung 3 bulan.
 
Secara umum, saat itu penduduk Sirahan hidup dibawah garis kemiskinan. Namun demikian, pada pertengahan tahun 60-an ini masyarakat Sirahan tetap menjalankan tradisi keagamaannyakeagamaan. Setiap tanggal 12 Maulid, seluruh penduduk berkumpul di kediaman Kepala Desa memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan masing-masing membawa tumpeng.
 
Acara itu identik dengan “pesta desa” yang dihadiri juga oleh penduduk dari luar desa. Dan padaPada acara itu Perangkat Desa dapat upeti dari masyarakat. Dengan mengedarkan bakul (cething) hadirin memasukkan uang logam.
 
Kondisi masyarakat Desa Sirahan mulai meningkat taraf kehidupannya pada akhir tahun 1970. Kehidupan beragama yang semula hanya berpusat di lingkungan tengah, mulai merambah ke pinggiran desa. Rumah tembok mulai banyak dibangun, kesadaran memberikan pendidikan pada anak-anak mulai tumbuh.