Pesarean Gunung Kawi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
Referensi: mengarsip link
Baris 57:
=== Pembukaan hutan Gunung Kawi ===
{{lihat|Wonosari, Wonosari, Malang}}
Dengan ditangkapnya [[Pangeran Diponegoro]] pada tahun 1830, sebagian pengikutnya melarikan diri ke [[Jawa Timur]]. Kyai Zakaria II yang menjadi penasihat spiritual Pangeran Diponegoro mengganti namanya menjadi Eyang Soedjoego atau Eyang Djoego. Ia mengungsi ke timur melewati berbagai tempat seperti [[Pati, Pati|Pati]], [[Bagelen, Purworejo|Bagelen]], [[Kabupaten Tuban|Tuban]], [[Kepanjen, Malang|Kepanjen]], hingga akhirnya tiba di Desa Jugo, [[Kesamben, Blitar]] sekitar tahun 1840. Ia mendiami suatu dusun yang selanjutnya dikenal sebagai [[Jugo, Kesamben, Blitar|Dusun Jugo (''Djoego'')]]. Sekitar satu dekade pertama, Eyang Djoego membuka padepokan dan menerima murid yang salah satu diantaranya menjadi putera angkatnya, yaitu Raden Mas Jonet atau [[Raden Mas Iman Soedjono]] (Eyang Soedjo) yang merupakan salah satu senapati Pangeran Diponegoro. Pada dekade kedua, Ki Moeridun dari Warungasem, Pekalongan datang menjadi murid R.M. Iman Soedjono.<ref name="sej">{{cite web|authors=|date=|year=|title=SEJARAH PESAREHAN GUNUNG KAWI|url=http://gunungkawi.synthasite.com/sejarah.php|authors=|title=SEJARAH PESAREHAN GUNUNG KAWI|yearpublisher=|location=|publisherarchive-url=https://archive.ph/keqOW|archive-date=2016-08-01|accessdate=12016-808-201601}}</ref>
 
Eyang Djoego kemudian memerintahkan R.M. Iman Soedjono dan Ki Moeridun untuk membuka hutan di sebelah selatan [[Gunung Kawi]] dan berpesan bahwa ia ingin dimakamkan di sana. Ia juga meramalkan bahwa desa yang akan dibuka tersebut akan ramai serta menjadi tempat pengungsian. Murid-murid Eyang Djoego yang berangkat berjumlah sekitar 40 orang yang diantaranya beretnis [[Tionghoa]]. Rombongan dipimpin oleh Mbah Wonosari diiringi 20 orang pengikut dan membawa dua pusaka bernama ''Kudi Caluk'' dan ''Kudi Pecok''. Selama perjalanan, rombongan mengalami berbagai peristiwa yang menyebabkan terjadinya pemberian nama berbagai tempat.<ref name=sej/>