Perempuan Berkalung Sorban: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k rv opini
Baris 37:
 
== Kontroversi ==
Film ini mengundang kontroversi karena dianggap melakukan kritikan secara kontra produktif atas tradisi yang terdapat dalam kebudayaan umumnya dan pesantren. seorang Imam Besar yang juga merupakan salah seorang dari pengurus Majelis Ulama Indonesia memberikan tanggapan berupa menyarankan supaya film ini ditarik dari edaran agar dirubah sedikit sebagaimana keinginannya yaitu sang kyai justru yang seharus didudukan sebagai tokoh panutannya yang mengajarkan pemisahan tradisi agar misi flm lebih tercapai dan tidak menimbulkan sikap [[resitensi]] atau akan melakukan [[boikot]] tidak menonton film ini. <ref>http://www.detiknews.com/read/2009/02/06/104409/1080474/10/imam-besar-istiqlal-serukan-boikot-film-perempuan-berkalung-sorban Imam Besar Istiqlal Serukan Boikot Film Perempuan Berkalung Sorban </ref><ref>[http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2009/02/090206_woman_turban.shtml BBC World]: ''Film timbulkan kontroversi''. 6 Februari 2009. Diakses pada 9 Februari 2009</ref> <ref>http://www.republika.co.id/koran/108/24086/Sastra_Santri_dan_Film_I_Perempuan_Berkalung_Sorban_I <br> Dengan demikian, baik tersurat atau tersirat, novel ini juga memberi kritikan terhadap mereka yang mengaku Islam namun sikap dan perbuatannya amat jauh dari nilai-nilai Islam. Ajaran-ajaran Islam sering disalahgunakan justru sebagai tameng dan pembenaran bagi tingkah laku menyimpang yang seringkali berakibat ketidakadilan bagi perempuan.<br><br>Melalui latar sosial dan pemikiran tokoh di dalamnya, novel ini juga telah berhasil mengungkap fakta dominasi, subordinasi, dan marginalisasi yang dialami perempuan dalam ranah keagamaan. Sehingga, asumsi masyarakat terhadap posisi dikotomis perempuan yang semata-mata didasarkan pada mitos, kepercayaan dan tafsir kitab suci, senantiasa dikritik dan diluruskan kembali.<br><br>Karena itu, PBS mengajak para pembacanya untuk melakukan perlawanan secara proporsional terhadap sistim budaya patriarkhi. Perlawanan proporsional dimaksud meliputi perlawanan perempuan atas laki-laki, serta perlawanan perempuan terhadap kejumudan dan kelengahan kaumnya sendiri.<br><br>
Kalau saja Hanung Bramantyo dapat merepresentasikan kisah perempuan yang tak putus-putusnya dihantam badai tradisi dan budaya pesantren sebagaimana tersurat dalam novel PBS, bisa jadi film tersebut akan menjadi fenomenal. Bukan saja melengkapi premisnya dalam Ayat-Ayat Cinta, namun lebih mendasar lagi, menjadi pelajaran berharga dalam sejarah perfilman Indonesia.</ref>
 
==Lihat pula==
* [[Arabisme]]
* [[Islamisme]]
 
== Catatan dan referensi ==