Tayuban (Kota Salatiga): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 19:
Pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB, beberapa warga yang ditunjuk oleh panitia membawa ''ambengan'' ke kantor kelurahan. Sementara itu, kepala desa melalui panitia juga telah menyiapkan ''ambengan'' berupa [[tumpeng]] ''lancip'' dan ''papak'', [[tumpeng robyong]], tumpeng ''mong-mong'', [[nasi golong]], ''sekul liwet'', [[bubur]], jajan pasar, dan pisang raja. Semua ambengan ditata di atas panggung yang akan digunakan untuk tayuban. Setelah semua siap, selamatan dimulai dengan pembacaan doa secara Islam oleh takmir Masjid Sufi dan dilanjutkan dengan makan ''ambengan'' bersama. Puncak dari rangkaian kegiatan saparan di Kelurahan Tegalrejo adalah tayuban, yang dimulai pada pukul 20.00 WIB. Masyarakat Kelurahan Tegalrejo beranggapan jika tidak menyelenggarakan tayuban dalam tradisi saparan akan terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Pertunjukan tayuban dipercaya sebagai upacara kesuburan yang berpengaruh pada melimpahnya hasil panen.<ref>{{Cite web|url=https://www.rmoljateng.com/read/2019/08/04/21011/Tayub,-Sedekah-Bumi-Desa-Rahtawu-Untuk-Kesejahteraan-Masyarakat-|title=Tayub, Sedekah Bumi Desa Rahtawu untuk Kesejahteraan Masyarakat|last=Prabowo|first=|date=4 Agustus 2019|website=Republik Merdeka Online (RMOL) Jawa Tengah|access-date=28 Mei 2020}}</ref>
Tujuan masyarakat menyelenggarakan tradisi saparan dengan pertunjukan tayuban pada dasarnya adalah untuk mencari ketenangan dengan memahami tatanan alam dan kehidupan yang harmonis. Kegiatan tersebut merupakan warisan nilai-nilai luhur dan menjadi proses masyarakat untuk lebih memahami dan menghayati kehidupan, serta mendekatkan diri dengan alam dan Tuhan. Selain itu, tayuban sebagai tari ritual, juga diharapkan dapat menumbuhkan budaya spiritual masyarakat dan menjadi sarana dalam
Secara garis besar, struktur pertunjukan tayuban diatur dengan urutan sebagai berikut.
|