Sultan Wakil Pangeran Suramenggala: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Adam Ahmat (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Adam Ahmat (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 2:
{{nocat}}
'''Pangeran Suramanggala''' atau nama lainnya '''Tubagus Kacung''' merupakan tokoh yang memerintah Kerajaan Banten sebagai Sultan Wakil dari tahun 1808 hingga 1809.<ref>'''A List of Native Princes and Chieftains on Java, in The Java Annual Directory and Almanac''', Vol. 2, A.H.Hubbard, 1816</ref>
== Biografi ==
Baris 10:
1. Banten, tahun 1773 (Wafatnya ayahanda Pangeran Suramanggala):
a) Banten berduka atas wafatnya Sultan Banten ke-13 periode 1753-1773,<ref>Sholihin, Badru (2015) '''Pemanfaatan Gedung-gedung Bersejarah Peninggalan Kolonial Belanda di Kota Tangerang – Banten''' ''UIN-SMH Banten'' p.21</ref> Sultan Muhammad Arif Zainul Asyikin (Pangeran Gusti), ayahanda dari Pangeran Suramanggala. Beliau tercatat meninggalkan 5 putra:
1) Pangeran Ratu Muhammad Aliyuddin
Baris 22:
5) Pangeran Suramanggala
Beliau adalah keturunan langsung Syaikh Syarif Hidayatullah yaitu putra dari Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin bin Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin bin Sultan Haji Abu Nashr Abdul Qohhar bin Sultan Ageng Tirtayasa bin Sultan Abul Ma’ali Ahmad bin Sultan Abul Mafakhir Abdul Kadir bin Maulana Muhammad bin Maulana Yusuf bin Maulana Hasanuddin bin Syaikh Syarif Hidayatullah yang nasabnya bersambung sampai Rasulullah SAW melalui Sayyidina Husain r.a. Walaupun semasa hidupnya dipenuhi konflik politik, Sultan Muhammad Arif Zainul Asyikin adalah sosok negarawan shalih dan alim. Beliau memiliki murid seorang ulama keturunan Arab dan Banten yang bernama Syaikh Abdullah bin Abdul Qahhar, seorang mursyid tarekat sekaligus penulis risalah fiqih maupun tasawwuf, yang mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah dan Syattariyah.<ref>Islam Pada Masa Kesultanan Banten, Maftuh, hal 98.</ref>
b) Diangkatnya putra mahkota/Pangeran Ratu sebagai Sultan Banten ke-14 dengan gelar Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyuddin.
Baris 29:
2. Banten & Lampung, tahun 1793 (Masa Pemerintahan Sultan Aliyuddin, Sultan Banten ke-14): Sultan Aliyuddin mengutus adik laki bungsunya yaitu Pangeran Suramanggala disertai dua kerabat sultan yang lain (Pangeran Rajaningrat dan Pangeran Kusumadiwirya) ke Lampung dalam rangka dinas kenegaraan. Namun para pengawas VOC melakukan kejahatan terhadap mereka sehingga dikabarkan ketiganya terluka dan dua diantaranya yaitu Pangeran Rajaningrat dan Pangeran Kusumadiwirya mengalami luka parah terkena tembakan Meriam hingga tidak sadarkan diri. Pangeran Suramanggala bersama dua kerabatnya yang terluka parah berhasil kembali ke Banten.▼
▲2. Banten & Lampung, tahun 1793 (Masa Pemerintahan Sultan Aliyuddin, Sultan Banten ke-14): Sultan Aliyuddin mengutus adik laki bungsunya yaitu Pangeran Suramanggala disertai dua kerabat sultan yang lain (Pangeran Rajaningrat dan Pangeran Kusumadiwirya) ke Lampung dalam rangka dinas kenegaraan. Namun para pengawas VOC melakukan kejahatan terhadap mereka sehingga dikabarkan ketiganya terluka dan dua diantaranya yaitu Pangeran Rajaningrat dan Pangeran Kusumadiwirya mengalami luka parah terkena tembakan Meriam hingga tidak sadarkan diri. Pangeran Suramanggala bersama dua kerabatnya yang terluka parah berhasil kembali ke Banten.<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 17, hal 87-89</ref>
3. Banten, tahun 1796 (Masa Pemerintahan Sultan Aliyuddin, Sultan Banten ke�14): Pada tanggal 1 Maret 1796, VOC dibubarkan sebagai dampak dari situasi moneter dunia dan masalah dalam internal tubuh VOC sendiri. Semua kekayaan dan utang piutang VOC ditangani pemerintah Kerajaan Belanda, dan sejak saat itulah kepulauan Nusantara dijajah Belanda.▼
▲3. Banten, tahun 1796 (Masa Pemerintahan Sultan Aliyuddin, Sultan Banten ke�14): Pada tanggal 1 Maret 1796, VOC dibubarkan sebagai dampak dari situasi moneter dunia dan masalah dalam internal tubuh VOC sendiri. Semua kekayaan dan utang piutang VOC ditangani pemerintah Kerajaan Belanda, dan sejak saat itulah kepulauan Nusantara dijajah Belanda.<ref>Catatan Masa Lalu Banten, Halwany Michrab-Chudari, Bab IV-G.</ref>
4. Banten, tahun 1802 (Masa diangkatnya Sultan Muhyiddin sebagai Sultan Banten ke-15). Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F, peristiwa ini terjadi pada tahun 1799: Pangeran Muhyiddin (adik Sultan ke-14) meminta dirinya diangkat menjadi Sultan kepada Gubernur Frederick Hendrik Benon (bawahan Jendral Johanes Siberg) dengan alasan beliau disukai semua lapisan masyarakat dan juga memiliki istri permaisuri yang melahirkan putra. Sedangkan putra-putra dari kakak beliau yaitu Sultan Aliyuddin bukan berasal dari istri permaisuri melainkan dari selir. Permohonan tersebut mendapat dukungan dan tandatangan dari keluarga kesultanan termasuk dari Pangeran Suramanggala, adik bungsu dari Sultan Aliyuddin dan Pangeran Muhyiddin. Permohonan ini kemudian dikabulkan dewan Hindia Belanda, dan beliau resmi dinobatkan sebagai Sultan ke-15 dengan gelar Sultan Abdul Fattah Muhammad Muhyiddin Zainusholihin.4) Adanya perjanjian dari Sultan Muhyiddin yang isinya tahta kesultanan setelahnya akan diteruskan kepada putra mahkota dari Sultan Aliyuddin yang bernama Pangeran Agiluddin (Aliyuddin-2) dengan gelar Pangeran Ratu Abul Mafakhir Muhammad Aliyuddin (Aliyuddin-2) yang saat itu masih balita ▼
▲4. Banten, tahun 1802 (Masa diangkatnya Sultan Muhyiddin sebagai Sultan Banten ke-15). Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F, peristiwa ini terjadi pada tahun 1799: Pangeran Muhyiddin (adik Sultan ke-14) meminta dirinya diangkat menjadi Sultan kepada Gubernur Frederick Hendrik Benon (bawahan Jendral Johanes Siberg) dengan alasan beliau disukai semua lapisan masyarakat dan juga memiliki istri permaisuri yang melahirkan putra. Sedangkan putra-putra dari kakak beliau yaitu Sultan Aliyuddin bukan berasal dari istri permaisuri melainkan dari selir. Permohonan tersebut mendapat dukungan dan tandatangan dari keluarga kesultanan termasuk dari Pangeran Suramanggala, adik bungsu dari Sultan Aliyuddin dan Pangeran Muhyiddin. Permohonan ini kemudian dikabulkan dewan Hindia Belanda, dan beliau resmi dinobatkan sebagai Sultan ke-15 dengan gelar Sultan Abdul Fattah Muhammad Muhyiddin Zainusholihin.
6. Banten, tahun 1804 (wafatnya Sultan Aliyuddin,<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 46, hal 186-190</ref> Sultan ke-14 dan diangkatnya Sultan Ishaq sebagai Sultan ke-16). Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F, peristiwa ini terjadi pada tahun 1801: Diangkatnya Pangeran Dipati Ishaq (anak dari Sultan Aliyuddin dari istri selir) sebagai Sultan Banten ke-16 dengan gelar Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin oleh Gubernur Jendral Johanes Sieberg melalui utusannya Edeleer Wouter Hendrik van Ijseldijk. Pangeran Agiluddin (Aliyuddin-2) bin Sultan Aliyuddin tetap sebagai pewaris tahta kesultanan yang sebenarnya, namun usianya masih kanak-kanak.<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 23-24, hal 112-120</ref>
Baris 48 ⟶ 53:
8. Banten, tahun
Baris 62 ⟶ 68:
c) Fase Serangan Pertama Daendels terhadap Keraton Surosowan: Pada hari itu juga tepatnya tanggal 21 Nopember 1808, Dandaels mengirimkan pasukan perangnya menyerang keraton Surosowan secara mengejutkan sehingga Sultan Aliyuddin-2 tidak sempat lagi menyiapkan pasukannya. Prajurit-prajurit Banten dengan keberanian yang mengagumkan mempertahankan setiap jengkal tanah airnya. Tapi akhirnya Daendels dapat menumpas semua itu. Surosowan dapat direbutnya, Sultan Aliyuddin-2 ditangkap dan diasingkan ke Ambon. Sedangkan Patih Mangkubumi dihukum pancung dan mayatnya dilemparkan ke laut. Selanjutnya Banten dan Lampung dinyatakan sebagai daerah jajahan Belanda. Tangerang, Jasinga dan Sadang dimasukkan ke dalam teritorial Batavia.
d) Sebagai pengganti Sultan ke-18 yang telah diasingkan ke Ambon, diangkatlah Pangeran Suramanggala bin Muhammad Arif Zainul Asyikin sebagai Putra Mahkota yang baru dan menjabat Sultan Wakil (Sultan Banten ke-19). Walaupun masih bergelar Sultan, namun Sultan Wakil Pangeran Suramanggala tidak mempunyai kuasa apa-apa, dengan gaji 15.000 real setahun dari Belanda.<ref>Halwany Michrob (1993) '''Catatan Masalalu Banten''' ''Penerbit Saudara, Serang''</ref>
e) Fase Penghancuran Keraton Surosowan oleh Daendels: Perampokan kapal-kapal Belanda sering terjadi, demikian juga pemberontakan di darat yang digerakkan oleh para ulama yang bermarkas di daerah Cibungur, pantai Teluk Marica terjadi diberbagai tempat. Serangan pasukan Belanda ke daerah ini tidak berhasil, bahkan serangan yang dipimpin Daendels sendiri pun dapat dipukul mundur. Daendels mencurigai Sultan yang menjabat saat itu (Sultan Wakil Pangeran Suramanggala) sebagai dalang penggerak berbagai perlawanan para ulama tersebut. Untuk itu Daendels bersama pasukannya datang dari Batavia ke Banten. Pangeran Suramanggala (Sultan ke-19) yang belum lama bertahta di Surosowan ditangkap dan dipenjarakan di Batavia, sedangkan benteng dan istana Surosowan dihancurkan dan dibakar.
a) Untuk melemahkan perlawanan rakyat, Daendels membagi daerah Banten menjadi tiga bagian yang statusnya sama dengan kabupaten yaitu Banten Hulu, Caringin (Hilir) dan Anyer. Ketiga daerah tersebut di bawah pengawasan landros (semacam residen) yang berkedudukan di Serang. Daerah Tangerang dan Jasinga digabungkan dengan Batavia.
b) Untuk daerah Banten Hulu diangkat Syafiuddin sebagai Sultan Bupati (Sultan ke-20) putra dari Sultan Muhyiddin. Karena Keraton Surosowan 8 telah hancur maka pusat pemerintahan untuk Banten Hulu bertempat di Keraton Kaibon.
▲11. Banten, tahun 1809 (Paska kehancuran Keraton Surosowan):
c) Proyek pembuatan pelabuhan militer di Ujung Kulon dihentikan, karena banyaknya pekerja yang mati dan daerahnya berawa-rawa. Pembuatan pelabuhan militer kemudian dipindahkan ke Anyer. Pada tahun ini dimulai pembuatan “jalan pos” dari Anyer sampai Panarukan (±1000 Km) yang akan digunakan untuk kepentingan militer; sedangkan pelaksanaan pembangunannya menjadi tanggung jawab Bupati di daerah yang dilewati jalan tersebut. Dengan cara kerja paksa (rodi), pembangunan jalan ini selesai dikerjakan hanya dalam tempo satu tahun dengan mengorbankan beribu-ribu rakyat pribumi.
▲a) Untuk melemahkan perlawanan rakyat, Daendels membagi daerah Banten menjadi tiga bagian yang statusnya sama dengan kabupaten yaitu Banten Hulu, Caringin (Hilir) dan Anyer. Ketiga daerah tersebut di bawah pengawasan landros (semacam residen) yang berkedudukan di Serang. Daerah Tangerang dan Jasinga digabungkan dengan Batavia.
▲b) Untuk daerah Banten Hulu diangkat Syafiuddin sebagai Sultan Bupati (Sultan ke-20) putra dari Sultan Muhyiddin. Karena Keraton Surosowan 8 telah hancur maka pusat pemerintahan untuk Banten Hulu bertempat di Keraton Kaibon.
▲c) Proyek pembuatan pelabuhan militer di Ujung Kulon dihentikan, karena banyaknya pekerja yang mati dan daerahnya berawa-rawa. Pembuatan pelabuhan militer kemudian dipindahkan ke Anyer. Pada tahun ini dimulai pembuatan “jalan pos” dari Anyer sampai Panarukan (±1000 Km) yang akan digunakan untuk kepentingan militer; sedangkan pelaksanaan pembangunannya menjadi tanggung jawab Bupati di daerah yang dilewati jalan tersebut. Dengan cara kerja paksa (rodi), pembangunan jalan ini selesai dikerjakan hanya dalam tempo satu tahun dengan mengorbankan beribu-ribu rakyat pribumi.
a) Melihat tindakan Daendels yang dianggap sangat keras, maka Kaisar Napoleon pada tahun ini memanggil Daendels untuk pulang ke negerinya. Sebagai penggantinya, Napoleon menugaskan Jansens menjadi Gubernur Jendral di Hindia Belanda. ▼
b) Setelah dibebaskan dari penjara Batavia, Pangeran Suramanggala (Sultan ke-19) atas permintaan Mayor van Dragonder, ditugaskan untuk mengusut peristiwa pembunuhan yang terjadi di Pandeglang. Untuk tujuan penyidikan tersebut, beliau menemui Sultan Syafiuddin untuk menyelidiki dalang pembunuhan terhadap Ingabehi Akarim, Ingabehi Abuna’im dan Kapten Hei beserta serdadunya.<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 28, hal 140-143</ref>▼
▲12. Banten, tahun 1810 (Masa Pemerintahan Sultan Syafiuddin, Sultan ke-20):
▲a) Melihat tindakan Daendels yang dianggap sangat keras, maka Kaisar Napoleon pada tahun ini memanggil Daendels untuk pulang ke negerinya. Sebagai penggantinya, Napoleon menugaskan Jansens menjadi Gubernur Jendral di Hindia Belanda.
▲b) Setelah dibebaskan dari penjara Batavia, Pangeran Suramanggala (Sultan ke-19) atas permintaan Mayor van Dragonder, ditugaskan untuk mengusut peristiwa pembunuhan yang terjadi di Pandeglang. Untuk tujuan penyidikan tersebut, beliau menemui Sultan Syafiuddin untuk menyelidiki dalang pembunuhan terhadap Ingabehi Akarim, Ingabehi Abuna’im dan Kapten Hei beserta serdadunya.
13. Banten, tahun 1811 (Masa Pemerintahan Sultan Syafiuddin, Sultan ke-20):
a) Panembahan Anom dan Pangeran Ahmad meminta kepada Raja Inggris untuk menembak Merak, Caringin dan Anyer untuk melumpuhkan Belanda. Mereka berencana mengepung daerah-daerah tersebut namun karena ketiadaan senjata besar dan daerah tersebut tidak dapat dimasuki akibat adanya peperangan di Pandeglang, mereka meminta bantuan Raja Inggris.<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 29-30, hal 144-150</ref>
b) Sekitar bulan Agustus 1811, pasukan Inggris dari India, dengan menggunakan 100 buah kapal, mendarat di Banten. Dengan mudah tentara Inggris yang dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles dengan bantuan beberapa keluarga kesultanan yang sangat membenci Belanda, dapat mengalahkan tentara Belanda. Gubernur Jendral Hindia Belanda, Jansens dengan beberapa sisa tentaranya melarikan diri ke Semarang, dan akhirnya menyerah tanpa syarat.
Baris 95 ⟶ 100:
14. Banten, tahun 1813 (turunnya Sultan ke-20 dan diangkatnya Sultan ke-21
a) Sultan Bupati Syafiuddin, Sultan ke-20 yang bertahta di keraton Kaibon dipaksa turun tahta oleh Raffles dan menyerahkan jabatan pemerintahan kepada pemerintah Inggris; wilayah kesultanan Banten dihapuskan sepenuhnya. Seluruh daerah Kesultanan Banten telah dikuasai Pemerintah Inggris dan dijadikan sebuah karesidenan. Gelar "Sultan" masih boleh dipakai sebatas adat dan kepada Sultan diberi 10.000 ringgit Spanyol setahun. Sebagai ganti Sultan ke-20, diangkat Sultan Tituler (semacam Sultan sebatas adat) Muhammad Rafiuddin sebagai Sultan ke-21.
b) Raffles membagi wilayah Banten dari sebelumnya 3 kabupaten menjadi 4 yang masing-masing diperintah oleh seorang bupati:<ref>Nina H. Lubis (2004) '''Banten dalam Pergumulan Sejarah''' ''LP3ES'' p.96</ref>
i. Kabupaten Banten Lor (Banten Utara) dengan ibukota Serang, diperintah oleh Pangeran Suramanggala (Sultan ke-19).
Baris 115 ⟶ 121:
16. Kekisruhan politik dan intervensi Belanda di Banten kembali terjadi. Dalam periode tahun inilah Pangeran Suramanggala diperkirakan hijrah ke Majalengka dengan menyembunyikan identitasnya agar tidak diketahui Belanda. Beliau mengganti namanya menjadi “Kacung”. Identitas beliau yang sebenarnya hanya diketahui oleh orang-orang yang sangat dekat seperti oleh kakaknya yang telah lebih dahulu hijrah ke Majalengka yaitu Pangeran Suralaya (Mbah Nursalim) yang tinggal di Rajagaluh Majalengka ataupun oleh guru sekaligus mertuanya yaitu Syaikh Ibrahim (Mbah Bahim) seorang waliyullah cicit dari Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan yang lebih dahulu menyebarkan Islam di wilayah Kawunggirang Majalengka. Beliau menikah dengan anak putri dari Mbah Bahim, menetap untuk memperkuat syi’ar Islam dan berketurunan disana tepatnya di desa Kawunggirang Majalengka hingga wafatnya. Saat beliau hijrah, usia beliau diperkirakan sekitar 45 tahun, Allahu a’lam.
Baris 130 ⟶ 136:
Sekitar tahun 1940-an, seorang tokoh ulama Majalengka yang bernama KH. Abdul Halim Asromo menunjukkan dimana letak persis makam Mbah Tubagus Kacung alias Pangeran Suramanggala dengan menggunakan tongkatnya, beliau mengarahkan letak tempat peristirahatan terakhir Mbah Tubagus Kacung yang Penulis maksudkan diatas. Sebelumnya, rute haul dan ziarah akbar tahunan yang dipimpin almarhum KH. Abdul Halim Baribis (sama nama Abdul Halim, tapi beda orang dan keduanya bersahabat) urutannya adalah ke makam Tubagus Muhammad Sholeh/Mbah Soleh di Kampung Pesantren Kertabasuki, kemudian dilanjutkan ke komplek Makam Mbah Bahim. Namun setelah ditunjukan oleh KH. Abdul Halim Asromo bahwa makam ayahnya Mbah Soleh berada di dekat makam Mbah Bahim Kawunggirang, maka sejak saat itu hingga sekarang rute ziarah dan haul akbar tahunan dirubah urutannya jadi ke makam Mbah Kacung Kawunggirang dahulu, baru setelah itu ke Makam putranya di pesantren Kertabasuki. Sebelumnya banyak masyarakat yang tertukar-tukar mana makam ayah mana makam anak.
Informasi yang diberikan KH. Abdul Halim Asromo sangat terpercaya mengingat beliau adalah cicit dari Pangeran Suralaya bin Sultan Zainul Asyikin, kakak dari Pangeran Suramanggala. Ulama kelahiran Majalengka tahun 1887 dan wafat di tahun 1962 ini, pada tahun 2008 dianugrahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah RI berkat jasa-jasanya. Beliau adalah putra dari Penghulu Iskandar bin Kyai Abdul Qomar Penghulu Talaga bin Pangeran Suralaya Tubagus Nursalim bin Sultan Zainul Asyikin. Dan beliau pun tercatat sebagai salah satu dari 5 tokoh ulama yang menyimpan manuskrip silsilah raja-raja keturunan Syaikh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati
Pada akhir tahun 2021, Penulis ditemani saudara-saudara Penulis bermusyawarah dengan tokoh-tokoh ulama/Kyai disekitar Kawunggirang dan Kertabasuki yang notabene masih ada hubungan kerabat famili dengan Penulis. Dari saran-saran para Kyai diantaranya KH. Bunyamin pimpinan pondok pesantren Shobarul Yaqin Kawunggirang yang juga pengurus komplek makam Mbah Bahim, KH. Maman dan H. Olih pimpinan dan pengasuh pesantren Annawawiyyah Kawunggirang, KH. Yuyu Bazrujamhar pimpinan pesantren Manbaul Huda Banjaran dan Kyai Asep Saefullah Ridwan pesantren Nurul Huda Kertabasuki, bersepakat untuk mendirikan saung diatas makam Mbah Tubagus Kacung/Pangeran Suramanggala disertai papan pengenal, tanpa merubah batu asli yang ada pada makam. Tujuannya menjaga/memuliakan salah satu situs sejarah makam seorang waliyullah di desa Kawunggirang agar jelas keberadaannya dan menghindari kesimpangsiuran informasi maupun klaim-klaim pihak lain terkait lokasi makamnya. Kami berhusnudzon bahwa Insya Allah atas kehendak Allah SWT, arwah Mbah Tubagus Kacung akan ridha dengan maksud tujuan ini.
Baris 137 ⟶ 143:
Setelah saung makam berdiri, keesokan harinya yaitu Senin 10 Januari 2022 pada pagi hari jam 10.00, diadakan acara tasyakur, ceramah dan tahlil dilokasi makam Pangeran Suramanggala yang dihadiri beberapa dzurriyah Mbah Tubagus Kacung dari Rajagaluh Kidul, Kertabasuki, Kawunggirang, Banjaran, para sesepuh desa, kyai, habib (habib Abdullah bin Yahya), aparat setempat (Bapak Kuwu Kawunggirang dan Bapak Camat Majalengka), Ketua II kenadziran kesultanan Banten (KH. Tubagus Ahmad Furqon SZ) yang juga merupakan Ketua Umum Patrah Kesultanan Banten, ketua naqobah Patrah Kesultanan Banten (Tubagus Zein Al-Bakri, cucu dari Mama Sempur Purwakarta yang merupakan cucu dari qodhiul qudhat di era kesultanan Banten) dan beberapa kerabat dari Pesantren Munjul Cirebon (K. Tubagus Ubaidillah dan Tubagus Aris Tobaristan).
[[Berkas:Makam Pangeran Suramanggala.png|jmpl|Makam Pangeran Suramanggala / Tubagus Kacung pada tanggal 9 Januari 2022]]
Dalam catatan silsilah, Mbah Tubagus Kacung hanya meninggalkan satu putera yaitu Tubagus Muhammad Sholeh yang merupakan pendiri pesantren sekaligus desa Kertabasuki. Para putra dan putri dari Tubagus Muhammad Sholeh yang tercatat antara lain:
Baris 152 ⟶ 160:
6. Kyai Munara/Muhyidin,
7. Kyai Munari/Arjaen,
8. Nyai Mudrikah/Muniroh, 9. Nyai Jamilah dan
Baris 159 ⟶ 169:
Sepeninggalnya Mbah Soleh (Tubagus Muhammad Sholeh), anak laki-laki tertuanya yang dipanggil dengan nama yang sama yaitu Kyai Soleh meneruskan pengajaran di pesantren Kertabasuki hingga wafatnya dan dimakamkan dekat sang ayah di Kertabasuki. Sementara Kyai Munara dan Kyai Munari (saudara kembar) pindah dari Kertabasuki, menjadi tokoh pemuka agama maupun penghulu di wilayah lain di Majalengka dan Cirebon. Kyai Munara dimakamkan di desa Andir Jatiwangi, sementara Kyai Munari dimakamkan di Kamalaten Cirebon. Hingga saat ini beberapa keturunan dari Pangeran Suramanggala tersebar diberbagai tempat di Indonesia bahkan ada juga yang sudah menetap di negeri jiran Singapura dan Malaysia.
== Beberapa Tanya dan Jawab ==
1. Tanya-1: Sultan Wakil Pangeran Suramanggala yang memerintah pada periode 1808- 1809 ataupun yang menjabat Bupati Banten Lor pada tahun 1813 adalah putra dari Sultan Aliyuddin-2, beda orang dengan Pangeran Suramanggala putra Sultan Zainul Asyikin.
Jawab: Pada tahun 1801/1804, Pangeran Agiluddin (Aliyuddin-2) masih berusia kanak-kanak. Tidak mungkin dalam selang beberapa tahun kemudian beliau tiba-tiba sudah memiliki anak yang secara usia pantas untuk menjabat Sultan Wakil ataupun Bupati.
2. Tanya-2: Sambungan Tanya-1; lantas mengapa beliau diangkat sebagai Putera Mahkota pada tahun 1808? Sedangkan Pangeran Suramanggala adalah urutan ke-5 dari susunan putera Sultan Zainul Asyikin. Kemudian mengapa beliau hanya menjabat Sultan Wakil?
Jawab: Anak pertama Sultan Zainul Asyikin yaitu Sultan Aliyuddin telah wafat saat itu, demikian juga anak kedua yaitu Sultan Muhyiddin Zainusholihin telah wafat (lihat B.5). Dua kakak Pangeran Suramanggala lain yaitu Pangeran Manggala dan Pangeran Suralaya saat itu tidak diketahui keberadaannya, karena keduanya kemungkinan sudah hijrah keluar Banten yaitu ke Cirebon dan Rajagaluh Majalengka. Keduanya tidak ada dalam daftar penandatangan pada surat permintaan Pangeran Muhyiddin untuk diangkat menjadi Sultan. Adapun pewaris tahta Sultan Aliyuddin yaitu Sultan Aliyuddin-2 ditangkap dan diasingkan ke Ambon (lihat B.10). Pewaris tahta yang sudah dewasa dari susunan putera Sultan Zainul Asyikin yang tersisa di Banten saat itu hanyalah Pangeran Suramanggala. Jabatan Sultan Wakil yang diembannya berbeda dengan Sultan Wakil sebelumnya (Pangeran Natawijaya) yang kemungkinan bukan dari trah kesultanan dan tanpa penobatan sebagai putera mahkota. Sedangkan Sultan Wakil Pangeran Suramanggala adalah trah dari kesultanan Banten yang dinobatkan sebagai Putra Mahkota baru saat itu. Terkait jabatan Sultan Wakil (semacam jabatan Sultan untuk sementara waktu), adalah mungkin karena beliau saat itu belum memiliki keturunan, sehingga masih terbuka kemungkinan bagi keturunan Sultan Banten lain untuk diangkat menjadi Putera Mahkota ataupun Sultan berikutnya; atau mungkin juga karena masih mempertimbangkan pewaris tahta lain hingga cukup umur/dewasa untuk memerintah. Kalau saja Pangeran Suramanggala sudah memiliki anak saat masih berada Banten, pastilah nama anaknya sudah tercatat sebagaimana lazimnya tradisi pencatatan silsilah para putra Sultan Banten yang terus terjaga, setidaknya sebelum hancurnya keraton Surosowan oleh Daendels di akhir tahun 1808 atau setidaknya dicatat oleh keturunan beliau ditempat hijrahnya kemudian (Majalengka). Satu-satunya putra Pangeran Suramanggala yang tercatat adalah Tubagus Muhammad Sholeh yang terlahir ditempat beliau hijrah dan wafat yaitu di Kawunggirang Majalengka
3. Tanya-3: Sultan Wakil Pangeran Suramanggala yang memerintah pada periode 1808- 1809 bernama Tubagus Syafei, dan beliau bersembunyi di Lampung hingga wafatnya.
Jawab: Lihat buku Surat-Surat Sultan Banten-Titik Pudjiastuti, Surat nomor 19, Text 2 recto: Tubagus Syafei adalah orang yang berbeda dengan Pangeran Suramanggala, keduanya membubuhkan tandatangan. Selain itu lokasi makam Pangeran Suramanggala di Kawunggirang Majalengka sudah diziarahi dan haul tahunan sejak lebih dari 80 tahun, dan lokasinya berdasarkan petunjuk dari KH. Abdul Halim Asromo Majalengka; salah seorang tokoh ulama, Pahlawan Nasional sekaligus cicit langsung dari kakak terdekatnya Pangeran Suramanggala yang menyimpan manuskrip silsilah raja-raja keturunan Syaikh Syarif Hidayatullah12), sehingga dengan kapasitasnya itu, informasi yang diberikannya sangatlah terpercaya
4. Tanya-4: Ada dua nama atau lebih yang memiliki sebutan Pangeran Suramanggala, misalnya Tubagus Abdurrahman putra Sultan Aliyuddin.
Jawab: Tidak lazim bila ada dua atau lebih orang yang memiliki sebutan nama/gelar yang persis identik didalam lingkungan keluarga Sultan Banten pada kurun waktu yang sama. Kecuali bila pemilik nama/gelar yang satu sudah wafat atau berbeda zaman dengan pemilik nama/gelar identik yang lain. Adapun Tubagus Abdurrahman dan Pangeran Suramanggala adalah orang yang berbeda, masing-masing membubuhkan tandatangan dalam satu baris yang sama (Lihat buku Surat-Surat Sultan Banten-Titik Pudjiastuti, Surat nomor 19, Text 2 recto baris ke 11).
5. Tanya-5: Makam Pangeran Suramanggala ada di daerah lain.
Jawab: Setiap orang bisa saja mengklaim seperti itu, namun perlu dijelaskan dimana lokasi makamnya, apa nama “Fulan bin Fulan” nya, sejak kapan mulai diketahui secara luas, apa bukti pendukungnya, tahu dari siapa dan kapasitasnya sebagai apa. Klaim terhadap lokasi makam terlebih makam seorang Sultan Banten yang nasabnya tersambung kepada ahlul bayt, harus dapat dijelaskan validitasnya berdasarkan fakta-fakta yang teruji dan diakui. Allahu a’lam. 6. Tanya-6: Sultan yang ditangkap dan dipenjarakan Daendels di Batavia pada tahun 1808 adalah Sultan Ishaq Zainul Muttaqin, bukan Pangeran Suramanggala. Jawab: Sultan Ishaq menjabat sebagai Sultan sampai 1802, menurut sumber lain 1804. Silahkan merujuk ke Catatan Masa Lalu Banten, Halwany Michrab-Chudari, Appendix II. Sultan Wakil Pangeran Suramanggala adalah Sultan yang diangkat setelah Sultan Aliyuddin-2 diasingkan ke Ambon, sebelum keraton Surosowan habis dihancurkan oleh Daendels dan sebelum Sultan Syafiuddin diangkat menjadi Sultan di keraton Kaibon karena Surosowan sudah dihancurkan Daendels (lihat Halwany, IV-G). Jadi Sultan yang ditangkap dan dipenjarakan di Batavia, karena dituduh menggerakan ulama-ulama untuk berbuat kekacauan saat itu adalah Sultan yang sedang menjabat yaitu Pangeran Suramanggala (Sultan ke-19 periode 1808-1809). Dengan demikian Daendels dapat dengan leluasa menghancurkan keraton Surosowan. Allahu a’lam.
== Catatan Kaki ==
<references />
|