Sultan Wakil Pangeran Suramenggala: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Menghilangkan kategori VisualEditor |
||
Baris 1:
'''Pangeran Suramanggala''' atau nama lainnya '''Tubagus Kacung''' merupakan tokoh yang memerintah Kerajaan Banten sebagai Sultan ke-19 dari tahun 1808 hingga 1809.<ref>'''A List of Native Princes and Chieftains on Java, in The Java Annual Directory and Almanac''', Vol. 2, A.H.Hubbard, 1816</ref>
== Biografi<ref>{{Cite web|title=Sejarah Pangeran Suramanggala Ed.03 Tashih Patrah Kesultanan Banten {{!}} PDF|url=https://id.scribd.com/document/556536320/Sejarah-Pangeran-Suramanggala-Ed-03-Tashih-Patrah-Kesultanan-Banten|website=Scribd|language=id|access-date=2022-02-06}}</ref> ==
Baris 29 ⟶ 27:
b) Diangkatnya putra mahkota/Pangeran Ratu sebagai Sultan Banten ke-14 dengan gelar Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyuddin.
c) Kompeni semakin bertindak sewenang-wenang untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya melalui tangan sultan Banten yang ditunjuknya. Mereka semakin giat menjalankan politik adu domba untuk meraih tujuan tersebut.
2. Banten & Lampung, tahun 1793 (Masa Pemerintahan Sultan Aliyuddin, Sultan Banten ke-14):
Baris 48 ⟶ 46:
5. Banten, tahun 18036) (Wafatnya Sultan Muhyiddin, Sultan ke-15). Dalam versi Catatan Masa Lalu Banten-Halwany Bab IV-F, peristiwa ini terjadi pada tahun 1801:
Sultan Muhyiddin (adik Sultan Aliyuddin) dan Tubagus Ali (anak Sultan Aliyuddin) dilaporkan telah meninggal dunia. Sultan Muhyiddin dibunuh saat tertidur di istana Surosowan oleh Tubagus Ali bin Sultan Aliyuddin. Adapun Tubagus Ali pun setelah itu mati dibunuh oleh pengawal kesultanan. Sultan Aliyuddin (Sultan ke-14) beserta para menteri Banten meminta Gubernur Jenderal Johanes Siberg untuk segera mengangkat Sultan baru menggantikan Sultan Muhyiddin.<ref>Perang, Dagang, Persahabatan (Surat-Surat Sultan Banten), Titik Pudjiastuti, Surat no. 18, hal 90-93 23. Penulis menemukan adanya ketidaksesuaian angka tahun dimana tertulis tahun 1794, sedangkan di Surat no. 19-20 pada tahun 1802 Sultan Muhyiddin masih ada. Agar berurut dan tidak membingungkan, Penulis mengkoreksinya menjadi 1803 mengikuti urutan peristiwa yang diuraikan Surat-Surat Banten dalam Buku ini.</ref>
Baris 112 ⟶ 110:
c) Belanda menandatangani perjanjian menyerah kepada Inggris pada tanggal 17 September 1811 di Salatiga; dengan demikian seluruh daerah jajahan Perancis ini beralih tangan di bawah kekuasaan Inggris.
d) Pada masa pemerintahan Inggris ini, untuk memudahkan administrasi dan pengawasannya, Raffles membagi Pulau Jawa menjadi 16 daerah karesidenan. Di samping itu Raffles pun mengadakan perubahan dalam bidang peradilan, yang disesuaikan dengan sistem peradilan di Inggris. Kerja rodi dan perbudakan, karena dianggap tidak sesuai dengan "prinsip kemanusiaan" kemudian dilarang. Untuk menambah pemasukan keuangan negara, Raffles menerapkan monopoli garam dan menjual beberapa daerah kepada partikelir/swasta (seperti juga dilakukan sebelumnya oleh Daendels).
14. Banten, tahun 1813 (turunnya Sultan ke-20 dan diangkatnya Sultan ke-21):
Baris 130 ⟶ 128:
15. Banten, tahun 1814-
a) Kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte dikalahkan dalam pertempuran di Leipzig dan kemudian ditangkap. Pemerintah Inggris pada tahun 1814 memutuskan dalam Convention of London untuk menyerahkan kembali daerah bekas jajahan Belanda kepada pemerintah Kerajaan Belanda. Raffles tidak setuju dengan keputusan itu kemudian meletakkan jabatannya dan digantikan oleh Letnan Gubernur John Fendall.
b) Pada tahun 1816 Fendall menyerahkan kepulauan Nusantara kepada pemerintah Belanda.
16. Kekisruhan politik dan intervensi Belanda di Banten kembali terjadi. Dalam periode tahun inilah Pangeran Suramanggala diperkirakan hijrah ke Majalengka dengan menyembunyikan identitasnya agar tidak diketahui Belanda. Beliau mengganti namanya menjadi “Kacung”. Identitas beliau yang sebenarnya hanya diketahui oleh orang-orang yang sangat dekat seperti oleh kakaknya yang telah lebih dahulu hijrah ke Majalengka yaitu Pangeran Suralaya (Mbah Nursalim) yang tinggal di Rajagaluh Majalengka ataupun oleh guru sekaligus mertuanya yaitu Syaikh Ibrahim (Mbah Bahim) seorang waliyullah cicit dari Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan yang lebih dahulu menyebarkan Islam di wilayah Kawunggirang Majalengka. Beliau menikah dengan anak putri dari Mbah Bahim, menetap untuk memperkuat syi’ar Islam dan berketurunan disana tepatnya di desa Kawunggirang Majalengka hingga wafatnya. Saat beliau hijrah, usia beliau diperkirakan sekitar 45 tahun, Allahu a’lam.
Baris 190 ⟶ 186:
== Beberapa Tanya dan Jawab ==
1. '''Tanya-1:'''
1. '''Tanya-1:''' Sultan Wakil Pangeran Suramanggala yang memerintah pada periode 1808- 1809 ataupun yang menjabat Bupati Banten Lor pada tahun 1813 adalah putra dari Sultan Aliyuddin-2, beda orang dengan Pangeran Suramanggala putra Sultan Zainul Asyikin. ▼
▲
Jawab:
2. '''Tanya-2:''' Sambungan Tanya-1;
Jawab:
3. '''Tanya-3:'''
Jawab:
▲Jawab: Pada tahun 1801/1804, Pangeran Agiluddin (Aliyuddin-2) masih berusia kanak-kanak. Tidak mungkin dalam selang beberapa tahun kemudian beliau tiba-tiba sudah memiliki anak yang secara usia pantas untuk menjabat Sultan Wakil ataupun Bupati.
4. '''Tanya-4:'''
▲2. '''Tanya-2:''' Sambungan Tanya-1; lantas mengapa beliau diangkat sebagai Putera Mahkota pada tahun 1808? Sedangkan Pangeran Suramanggala adalah urutan ke-5 dari susunan putera Sultan Zainul Asyikin. Kemudian mengapa beliau hanya menjabat Sultan Wakil?
▲Jawab: Anak pertama Sultan Zainul Asyikin yaitu Sultan Aliyuddin telah wafat saat itu, demikian juga anak kedua yaitu Sultan Muhyiddin Zainusholihin telah wafat. Dua kakak Pangeran Suramanggala lain yaitu Pangeran Manggala dan Pangeran Suralaya saat itu tidak diketahui keberadaannya, karena keduanya kemungkinan sudah hijrah keluar Banten yaitu ke Cirebon dan Rajagaluh Majalengka. Keduanya tidak ada dalam daftar penandatangan pada surat permintaan Pangeran Muhyiddin untuk diangkat menjadi Sultan. Adapun pewaris tahta Sultan Aliyuddin yaitu Sultan Aliyuddin-2 ditangkap dan diasingkan ke Ambon. Pewaris tahta yang sudah dewasa dari susunan putera Sultan Zainul Asyikin yang tersisa di Banten saat itu hanyalah Pangeran Suramanggala. Jabatan Sultan Wakil yang diembannya berbeda dengan Sultan Wakil sebelumnya (Pangeran Natawijaya) yang kemungkinan bukan dari trah kesultanan dan tanpa penobatan sebagai putera mahkota. Sedangkan Sultan Wakil Pangeran Suramanggala adalah trah dari kesultanan Banten yang dinobatkan sebagai Putra Mahkota baru saat itu. Terkait jabatan Sultan Wakil (semacam jabatan Sultan untuk sementara waktu), adalah mungkin karena beliau saat itu belum memiliki keturunan, sehingga masih terbuka kemungkinan bagi keturunan Sultan Banten lain untuk diangkat menjadi Putera Mahkota ataupun Sultan berikutnya; atau mungkin juga karena masih mempertimbangkan pewaris tahta lain hingga cukup umur/dewasa untuk memerintah. Kalau saja Pangeran Suramanggala sudah memiliki anak saat masih berada Banten, pastilah nama anaknya sudah tercatat sebagaimana lazimnya tradisi pencatatan silsilah para putra Sultan Banten yang terus terjaga, setidaknya sebelum hancurnya keraton Surosowan oleh Daendels di akhir tahun 1808 atau setidaknya dicatat oleh keturunan beliau ditempat hijrahnya kemudian (Majalengka). Satu-satunya putra Pangeran Suramanggala yang tercatat adalah Tubagus Muhammad Sholeh yang terlahir ditempat beliau hijrah dan wafat yaitu di Kawunggirang Majalengka
Jawab:
▲3. '''Tanya-3:''' Sultan Wakil Pangeran Suramanggala yang memerintah pada periode 1808- 1809 bernama Tubagus Syafei, dan beliau bersembunyi di Lampung hingga wafatnya.
▲Jawab: Lihat buku Surat-Surat Sultan Banten-Titik Pudjiastuti, Surat nomor 19, Text 2 recto: Tubagus Syafei adalah orang yang berbeda dengan Pangeran Suramanggala, keduanya membubuhkan tandatangan. Selain itu lokasi makam Pangeran Suramanggala di Kawunggirang Majalengka sudah diziarahi dan haul tahunan sejak lebih dari 80 tahun, dan lokasinya berdasarkan petunjuk dari KH. Abdul Halim Asromo Majalengka; salah seorang tokoh ulama, Pahlawan Nasional sekaligus cicit langsung dari kakak terdekatnya Pangeran Suramanggala yang menyimpan manuskrip silsilah raja-raja keturunan Syaikh Syarif Hidayatullah, sehingga dengan kapasitasnya itu, informasi yang diberikannya sangatlah terpercaya
5. '''Tanya-5:'''
▲4. '''Tanya-4:''' Ada dua nama atau lebih yang memiliki sebutan Pangeran Suramanggala, misalnya Tubagus Abdurrahman putra Sultan Aliyuddin.
Jawab:
▲Jawab: Tidak lazim bila ada dua atau lebih orang yang memiliki sebutan nama/gelar yang persis identik didalam lingkungan keluarga Sultan Banten pada kurun waktu yang sama. Kecuali bila pemilik nama/gelar yang satu sudah wafat atau berbeda zaman dengan pemilik nama/gelar identik yang lain. Adapun Tubagus Abdurrahman dan Pangeran Suramanggala adalah orang yang berbeda, masing-masing membubuhkan tandatangan dalam satu baris yang sama (Lihat buku Surat-Surat Sultan Banten-Titik Pudjiastuti, Surat nomor 19, Text 2 recto baris ke 11).
▲5. '''Tanya-5:''' Makam Pangeran Suramanggala ada di daerah lain.
6. '''Tanya-6''':
▲Jawab: Setiap orang bisa saja mengklaim seperti itu, namun perlu dijelaskan dimana lokasi makamnya, apa nama “Fulan bin Fulan” nya, sejak kapan mulai diketahui secara luas, apa bukti pendukungnya, tahu dari siapa dan kapasitasnya sebagai apa. Klaim terhadap lokasi makam terlebih makam seorang Sultan Banten yang nasabnya tersambung kepada ahlul bayt, harus dapat dijelaskan validitasnya berdasarkan fakta-fakta yang teruji dan diakui. Allahu a’lam.
Jawab:
▲6. '''Tanya-6''': Sultan yang ditangkap dan dipenjarakan Daendels di Batavia pada tahun 1808 adalah Sultan Ishaq Zainul Muttaqin, bukan Pangeran Suramanggala.
== Catatan Kaki ==
|