Mahmud Muhammad Taha: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
GuerraSucia (bicara | kontrib) |
GuerraSucia (bicara | kontrib) |
||
Baris 92:
Mahmud ingin agar pengetahuan tersembunyi di khalwat-khalwat Sufi dapat disebarluaskan di Sudan.{{sfn|Thomas|2011|p=114}} Dalam kata lain, ia ingin agar semua orang "awam" bisa menjadi "khawass" (elit spiritual Sufi).{{sfn|Thomas|2011|p=113}} Ia juga berusaha meyakinkan orang bahwa masyarakat dan Islam perlu dibebaskan dari ketakutan. Mahmud sendiri tidak menyampaikan gagasan-gagasan Sufinya yang lebih "liar" di muka umum. Di sisi lain, ia merasa perlu menyadarkan orang akan pentingnya mereformasi [[syariat Islam|syariat]] sebelum mereka dapat mempelajari gagasan-gagasan Sufi yang lebih mendalam. Pada akhir 1950-an, kuliah yang ia sampaikan di Wad Medani diberi judul "Syariat Islam tidaklah abadi".{{sfn|Thomas|2011|p=114}} Islam versi Mahmud juga tidak menerima berbagai dalil [[fikih]], terutama yang terkait dengan [[hak perempuan]].{{sfn|Thomas|2011|p=119}} Pada masa itu pula ia banyak menulis artikel di media yang menyatakan bahwa syariat sudah tidak berlaku pada abad ke-20, dan ia terus menyerukan perlunya pendirian sebuah peradaban baru berlandaskan Islam yang akan menggantikan kapitalisme maupun [[komunisme]].{{sfn|Thomas|2011|p=122}}
Pada Januari 1960, lembaga Al-Mahadul Ilmi (belakangan menjadi [[Universitas Islam Omdurman]]) melayangkan serangan terhadap Mahmud Muhammad Taha.{{sfn|Thomas|2011|p=119}} Sejak selesai berkhalwat, Mahmud sudah tidak lagi menunaikan salat lima waktu,{{sfn|Thomas|2011|p=112}} walaupun pengikutnya masih harus melakukannya.{{sfn|Thomas|2011|p=119}} Menurut Mahmud, ia tidak perlu menjalankan kewajiban tersebut karena ia sudah mencapai tahap ''wusul'' (secara harfiah berarti "ketibaan"), yaitu ketika seseorang mencapai kebahagiaan abadi yang menjadi permulaan penyatuan dengan Allah.{{sfn|Thomas|2011|p=112}} Akibat hal ini, Al-Mahadul Ilmi menyatakan bahwa Mahmud adalah seorang kafir yang boleh dibunuh.{{sfn|Thomas|2011|p=119}} Murid-muridnya juga dikeluarkan dari berbagai lembaga akibat pandangan yang ia kemukakan.{{sfn|Thomas|2011|p=123}}
Serangan-serangan yang dilayangkan kepadanya di berbagai masjid membuatnya menulis sebuah buku pendek pada tahun 1960 yang berjudul ''Al-Islam''. Di dalam buku ini, ia berusaha menjabarkan pandangannya mengenai syariat. Ia memulai buku tersebut dengan membahas [[teori relativitas]]; menurutnya, energi dan materi dalam teori tersebut merupakan bukti kesatuan antara Allah dengan dunia. Agama diyakini merupakan pengungkapan hasrat akan penyatuan tersebut, dan manusia terus berusaha memperbaiki hukumnya untuk mewujudkan kebebasan individu dalam oenyatuan dengan Tuhan. Di buku ini pula ia menjelaskan bahwa Alquran memiliki dua pesan yang berbeda. Pesan yang pertama cocok untuk masa lalu yang masih keras dan belum sempurna, sementara pesan yang kedua sesuai untuk masa depan yang gemilang ketika masyarakat yang adil memungkinkan perkembangan individu secara bebas.{{sfn|Thomas|2011|pp=122-123}}
Walaupun begitu, pada masa ini Mahmud sudah tidak diperbolehkan berbicara di berbagai klub, dan media juga diminta untuk tidak menerbitkan artikel-artikelnya. Kelompoknya sendiri juga hanya terdiri dari sekitar 100 anggota (kebanyakan di Wad Medani dan Khartoum) dan pertemuannya diselenggarakan secara tertutup.{{sfn|Thomas|2011|pp=123-124}}
<!--
== Falsafah ==
|