Anis bin Alwi al-Habsyi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 68:
Saat Habib Ali al Habsyi mulai dewasa, dan sudah menguasai berbagai disiplin ilmu, guru-guru beliau mengizinkan untuk menyampaikan dan menyebarluaskan ilmu yang dimilikinya. Beliau mulai menjadi pendakwah dan mengisi pengajian di depan umum, sehingga dengan cepat Habib Ali menjadi pusat perhatian dan dikagumi orang-orang, serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap orang. Kepadanya diserahkan kepimpinan tiap majelis ilmu, lembaga pendidikan, serta pertemuan-pertemuan besar yang digelar pada masa itu.
1. Simthud Durar Kitab Maulid Melegenda Habib Ali bin Muhammad Husain al Habsyi mengarang kitab yang menceritakan bagaimana perjalanan hidup nabi yang di kenal dengan nama Simthud Durar. Kitab ini ditulis setelah kitab-kitab maulid yang telah terkenal sebelumya seperti Barzanji, ad-Dibai, Burdah al Madih dan kitab maulid lainnya. Habib Ali menulis kitab ini sebagai perwujudan dari cintanya beliau kepada Rasulullah SAW dan juga kitab ini ditulis ketika umur beliau menginjak 68 tahun.
Kitab Maulid Simthud Durar ini pertama kali dibacakan di rumah Habib Ali sendiri, saat Habib Ali bin Muhammad Husain al Habsyi berumur 68 tahun, tepatnya 26 Shofar 1327 H/18 Maret 1909 M). Kemudian pada 12 Rabiul Awwal beliau membacakan maulid Simthud Durar di rumah Habib Umar bin Hamid murid beliau. Kemudian pada tahun 1330 H (1912 M). Kitab ini sudah bahas secara khusus oleh Dr. Ma'san Hamid,"Tradisi Pembaruan Simthud Dhurar Dalam Masyarakat Keturunan Arab di Kawasan Ampel, Surabaya, 2006 (Majalah Mafahim, 2007). Selain itu, Kitab Maulid Simthud Durar atau Simthud Durar fi Akhbar Maulid Khayril Basyar waa Ma Lahu min Ahlaq wa Aushaf wa Siyar (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Utama, Akhlaq,Sifat dan Riwayat Hidupnya) menurut Prof Dr. Muhammad Baharun, MA menilai kandungan Simthud Durar lebih detil dibanding kitab lainnya terutama dalam melakukan deskripsi. Banyaknya nazham-nazham di dalamnya memungkinkan orang berkreasi nada dengan rebananya. Sementara menurut Musthafa Helmi , karya Maulid ini lebih ringkas di banding ad Dibai atau al-Barzanji, karena mengkhususkan pada kisah maulid dan sedikit kehidupan dan akhlaq Rasulullah hingga hijrah. Karena ringkasnya itu banyak yang hafal kitab ini. Sementara itu menurut Habib Abdur Rahman Bassurah, Wakil Rabithah Alawiyyah, Jakarta, Maulid Simthud Durar karena mudah dihafal dengan nazham yang unik dari al Quran, mengandung madad (keagungan) dan sirr (rahasia) pada sebagian kalangan juga untuk memudahkan dan menghafalkan al Quran. Di samping kitab Maulid Simthud Durar, banyak juga karya Habib Ali lainnya yang menyebar terutama nazhamnya.
Namun secara langsung, Habib Ali bin Muhammad Husain Al-Habsyi mengungkap niatnya yang lurus dan meyakini hadirnya Rasulullah SAW di tempat yang dibacakan maulid ini. Beliau mengatakan: “Maulid Simthud Durar yang saya susun ini atas dasar niat yang benar, media yang baru, dan tidak diragukan kembali bahwa sungguh ruh Rasulullah akan hadir saat membacanya". Selain kitab Maulid, Habib Ali bin Muhammad Husain al Habsyi lainnya adalah kitab kumpulan amalan yang berisi wirid, hizib, ratib dan lain-lain, sebagian besar berasal dari al Quran,
▲Namun secara langsung, Habib Ali bin Muhammad Husain Al-Habsyi mengungkap niatnya yang lurus dan meyakini hadirnya Rasulullah SAW di tempat yang dibacakan maulid ini. Beliau mengatakan: “Maulid Simthud Durar yang saya susun ini atas dasar niat yang benar, media yang baru, dan tidak diragukan kembali bahwa sungguh ruh Rasulullah akan hadir saat membacanya". Selain kitab Maulid, Habib Ali bin Muhammad Husain al Habsyi lainnya adalah kitab kumpulan amalan yang berisi wirid, hizib, ratib dan lain-lain, sebagian besar berasal dari al Quran, hadist dan amalan para ulama terkemuka.Sebagian kitabnya sudah diterjahkan ke dalam bahasa Indonesia. Demikian juga dengan putra beliau yakni Habib Alwi bin Ali al Habsyi, kitabnya berupa kalam salaf dan catatan perjalanan (Rihlah) semua tercatat memungkinkan pada generasi penerus untuk melestarikan tradisi salaf yang masih otentik dan tersimpan di Raudah serta keluarga dari besar Habib Alwi bin Ali bin Muhammad Husain al Habsyi. Selain kegiatan di Masjid seperti pembacaan Maulid Simthud-Durar dan Haul Habib Ali Al-Habsyi setiap bulan Maulud, juga ada Khataman Bukhari pada bulan Rajab, Khataman Ar-Ramadhan pada bulan Ramadhan. Sedangkan sehari-hari beliau mengajar di Zawiyah pada tengah hari.
2. Empat wasiat Habib Anis Wasiat Habib Anis adalah empat hal yang penting: “Pertama, kalau engkau ingin mengetahui diriku, lihatlah rumahku dan masjidku. Masjid ini tempat aku beribadah mengabdi kepada Allah. Kedua, zawiyah, di situlah aku menggembleng akhlak jama’ah sesuai akhlak Nabi Muhammad SAW. Ketiga, kusediakan buku-buku lengkap di perpustakaan, tempat untuk menuntut ilmu. Dan keempat, aku bangun bangunan megah. Di situ ada pertokoan, karena setiap muslim hendaknya bekerja. Hendaklah ia berusaha untuk mengembangkan dakwah Nabi Muhammad SAW.
Meskipun tidak pernah masuk dalam struktur NU di Solo, namun peranan Habib Anis atas kemajuan NU di wilayah Solo Raya sangatlah besar. Beberapa muridnya bahkan kini menjadi Rais Syuriyah KH A. Baidlowi dan KH Abdul Aziz (Wonogiri), Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf (Mustasyar PWNU Jawa Tengah 2014-2019. Sekarang A'wan Syuriah PBNU 2022-2027), Habib Alwi bin Ali al Habsyi (MT al Hidayah), Habib Novel bin Muhammad Alaydrus, Habib Soleh al Jufri (Karangpandan, Karanganyar) dll.
Baris 86 ⟶ 85:
Sedangkan dua nama berikutnya, merupakan putera Habib Alwi atau cucu dari Habib Ali Al-Habsyi. Habib Ahmad lahir ketika ayahnya masih di Hadramaut, lain halnya dengan adiknya, Habib Anis yang lahir di Indonesia. Keduanya meneruskan perjuangan para leluhurnya, sebagai dai. Artinya transmisi baik secara nasab, keilmuan, thariqah serta akhlaq ajaran Nabi Muhammad SAW telah paripurna diemban oleh Habib Anis secara utuh, dimana estafeta khalifah Alawiyyin, dengan menduplikasi ajaran salaf baik sang ayah (Habib Alwi), kakek (Habib Ali bin Muhammad Husain al Habsyi) serta ajaran salafuna sholihun yang mu'tabar dan teguh memegang tradisi Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
Selain pada acara haul, ketiga makam tersebut setiap harinya hampir tidak pernah sepi dari peziarah. Bahkan, terkadang datang rombongan bus dari luar daerah. Hal yang tidak jauh berbeda dengan makam para Walisongo.(***)
REFERENSI: 1. Aji Setiawan, Buku Biografi Habib Anis bin Alwi bin Ali bin Muhammad Husain al Habsyi, wikipedia.id,
3. Manakib Salaf, Al-Kisah No.23/Tahun IV/ 6-19 November 2006 4. Habib Anis bin Alwi al Habsyi dan Masyarakat Islam di Surakarta Tahun 1953-2006 5. Empat Konsep Dakwah Habib Anis Solo, Tim Suara Merdeka, Kamis, 18 November 2021
5.Irma Ayu Karrija Dewi, Dr. Sri Margana, M.Phil. Habib Anis bin Alwi al Habsyi dan Masyarakat Islam di Surakarta Tahun 1953-2006.Tesis , S2 Ilmu Sejarah, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. 6. Habib Jindan bin Novel Salim Jindan, Qul Hadihi Sabily, al Fachriyah 2007 7. Ajie Najmuddin, “Tiga Makam Keturunan Pengarang Simtuddurar”, dalam NU Online, www.nu.or.id, diakses tanggal 7 Mei 2017, www.nu.or.id 8. DR Ma'san Hamid,"Tradisi Pembaruan Simthud Dhurar Dalam Masyarakat Keturunan Arab di Kawasan Ampel, Surabaya, 2006. 9. Majalah Risalah, Edisi 69, Tahun X 1438 H/Februari 2007. 10. Eickelman, D.F. dan James Piscatory (ed), Muslim Travellers: Pilgrimage, Migration, and Religious Imagination, London:Routledge, 1990.
|