Pakubuwana X: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bimo K.A. (bicara | kontrib)
Bimo K.A. (bicara | kontrib)
Baris 80:
 
==Politik==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret tijdens een bezoek van Koning Chulalongkorn van Siam aan Pakoe Boewono X de Susuhunan van Solo TMnr 60001421.jpg|jmpl|ka|Sri Susuhunan Pakubuwana X bersama [[Chulalongkorn|Raja Rama V]] raja dari Siam (sekarang [[Thailand]]) di [[Keraton Surakarta]] ({{circa|1895-1910}}).]]
 
Selama pemerintahannya yang panjang, Pakubuwana X mampu menjauhkan pertentangan yang serius, bahkan tampil seolah sebagai teman pemerintah [[Hindia Belanda]]. Tetapi kewibawaannya sebagai raja [[Jawa]] di mata rakyat semakin meningkat. Loyalitasnya kepada [[Hindia Belanda]] memang tidak meragukan kontrak politik yang ditandatanganinya ketika naik takhta sebagai Susuhunan pada tahun [[1893]].{{cn}} Pakubuwana X sadar sebagai cucu [[Pakubuwana VI]] yang pada tahun [[1831]] dibuang [[Belanda]] ke [[Ambon]], ia merasa harus meneruskan perjuangan pendahulunya dalam mengusir penjajah.
Baris 86:
Petunjuk bahwa Pakubuwana X mempunyai kecenderungan terlibat dalam aktivitas politik dilaporkan oleh Residen Sollewijn Gelpke (1914-1918) kepada atasannya. Secara teratur ia mendapati Pakubuwana X memerlukan terjemahan berita-berita penting dari ''De Locomotief'', surat kabar ber[[bahasa Belanda]] yang terbit di [[Semarang]]. Khususnya berita mengenai [[Perang Dunia I]], Gelpke mendapati Pakubuwana X bersimpati pada [[Jerman]] sebagaimana banyak orang pribumi saat itu, termasuk orang-orang [[Sarekat Islam]]. Peranan Pakubuwana X sebagai imam bagi masyarakat [[Muslim]] di [[Surakarta]], juga sangat diperhitungkan [[Belanda]].
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret tijdens een bezoek van de kroonprins de sultan Hamengkoe Negoro en Prins Pakoe Alam van Jogjakarta aan Pakoe Boewono X de Susuhunan van Solo TMnr 60001422.jpg|jmpl|kiri|Sri Susuhunan Pakubuwana X bersama [[Hamengkubuwana VII|Sri Sultan Hamengkubuwana VII]], [[Paku Alam VII|KGPAA. Paku Alam VII]], dan putra mahkota [[Kesultanan Yogyakarta]] di [[Keraton Surakarta]] ({{circa|1901-1921}}).]]
Sementara itu, Residen L.Th. Schneider (1905-1908) berpendapat bahwa potensi subversif Pakubuwana X patut diperhitungkan. Schneider merupakan salah seorang yang pertama kali mencurigai pengaruh perjalanan Pakubuwana X ke luar daerah. Walaupun perjalanan dan kunjungan itu secara teoretis bersifat ''incognito'', kunjungannya ke [[Semarang]], [[Surabaya]], dan [[Salatiga]] (antara tahun 1903 dan 1906) benar-benar dapat disebut sebagai kunjungan resmi. Kunjungan itu dapat dianggap sebagai pencerminan tujuan politik Pakubuwana X yang hendak memperluas pengaruhnya sebagai raja Jawa. Di luar [[Jawa]], ia juga melawat ke [[Bali]], [[Lombok]], serta [[Lampung]].