Papua: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 182:
Pada tanggal 23 Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar (KMB) dilakukan di Deen Hag, Belanda sebagai upaya pengakuan Kemerdekaan Republik Indonesia. Indonesia menuntut [[Pemerintah Belanda]] mengakui Kemerdekaan Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan permasalahan mengenai status Irian Barat dibicarakan kemudian. Saat itu Kemerdekaan Indonesia diakui [[Pemerintah Belanda]] dari Aceh sampai Ambon dengan sistem [[Pemerintahan Federal]] yang dikenal dengan [[Republik Indonesia Serikat]]. Pemerintah Belanda menginginkan agar daerah masing-masing wilayah Indonesia harus membangun masing-masing wilayah administrasinya dengan pertanggungjawaban kepada pemerintah [[(RIS)]] sebagai Negara Bagian.
Untuk wilayah Irian, [[Pemerintah Belanda]] menolak digabungkannya wilayah tersebut ke dalam [[Republik Indonesia Serikat]] karena telah mendaftarkan Wilayah Non Self Government Territory di PBB yang akan didekolonisasi menjadi sebuah Negara Merdeka.{{butuh rujukan}} Pada tahun [[1946]], berdasarkan data resolusi 66(I), Daftar Wilayah Non Self Government Territory di PBB mencakup seluruh wilayah Netherlands Indies.<ref name="UN">{{cite web | last=Nations | first=United | title=Transmission of Information under Article 73 of the Chapter| website=ny.un.org | url=https://documents-dds-ny.un.org/doc/RESOLUTION/GEN/NR0/033/17/PDF/NR003317.pdf?OpenElement | language=en | access-date=2022-02-02}}</ref>. [[Belanda]] kembali mengubah nama Papua dari Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea. Perubahan nama tersebut sejalan dengan upaya [[pemerintah Belanda]] untuk [[Dekolonisasi Nieuw Guinea]] sesuai dengan Piagam PBB 1945 tentang Penghapusan Wilayah Koloni.{{butuh rujukan}} Menurut Arend Lijphart, motivasi Belanda memisahkan wilayah Papua didasari oleh letak strategisnya untuk pusat tentara laut kerajaan Belanda di pasifik, memindahkan Indo-eurasian dari wilayah Indonesia lainnya, dan untuk mengontrol kepentingan ekonomisnya di Indonesia.<ref>Arend Lijphart, ''Trauma of Decolonization'', pp. 25–35, 39–66</ref> Untuk menghapuskan nasionalisme Indonesia, Van Eechoud melarang PKII dan KIM, dan membuang tokohnya ke Makassar, Jawa, dan Sumatra. Tokoh-tokoh yang dibuang seperti Silas Papare, Albert Karubuy, N.L. Suwages, Machmud Singgirei Rumagesan. Walau beberapa masih pula berada di Papua seperti, Steven Rumbewas, Corinus Krey, Marthen Indey, Abraham Koromath, Samuel Damianus Kawab, Elieser Jan Bonay, dan Elly Uyo.<ref name="Politik Hukum 2021 p.
Di tahun 1956, akibat penangkapan terhadap pemimpin PPI dan OPI di Sorong, Organisasi Pemuda Irian tersebut kemudian dipimpin oleh Bastian Samori, Yulius Worabay, Lodewijk Wosiri, Bob Warinusi, and [[Elias Paprindey]]. Pada tanggal 3 November 1956, mereka berupaya untuk mesabotase tanki minyak di Sorong. Terjadi pemberontakan serupa oleh pemuda di Fakfak, dimana mereka menyerang pos polisi belanda.<ref name="Google Play Books">{{cite book | title=25 tahun Trikora | website=Google Play Books | year=1988 | publisher=Yayasan Badan Kontak Keluarga Besar Perintis Irian Barat | url=https://play.google.com/books/reader?id=650vAAAAMAAJ&pg=GBS.PR2&hl=en | language=rw | access-date=2021-11-01}}</ref> Pemerintah Belanda kemudian menangkap Elias Paprindey, Elimelek Ayoni, dan Franky Kossa pada tahun 1959.<ref name="Nurhabsyah 2005">{{Cite web|last=Nurhabsyah|date=2005|title=Gerakan Bawah Tanah Cara Rakyat Irian Jaya Menentang Kekuasaan Pemerintahan Kolonial Belanda|url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1690/sejarah-nurhabsyah2.pdf|website=Fakultas Sastra Jurusan Sejarah Universitas Sumatera Utara|page=5|access-date=4 March 2021}}</ref>
|