Ilmu keolahragaan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 26:
Pada hakikatnya, ilmu keolahragaan berakar pada pengetahuan yang mencakup hidup dan kehidupan manusia yang sifatnya multi dimensi. Cakupan multi dimensinya, antara lain: dimensi kelahiran, dimensi tumbuh-kembang dan kematian, dimensi jasmani, mental dan emosional, dimensi biologis, pribadi, dan tingkah laku, dimensi individual dan sosial, dimensi ruang dan waktu, dimensi alamiah, kemanusiaan, dan kultural. Ilmu keolahragaan mengkaji dimensi-dimensi tersebut, dan yang menjadi subjek adalah manusia sehingga dapat dikatakan bahwa bidang ilmu ini memiliki dimensi kajian yang sangat kompleks sejalan dengan kompleksnya keberadaan manusia itu sendiri. Dengan demikian, hubungan antara ilmu keolahragaan dan ilmu-ilmu terdahulu yang mengkaji tentang manusia dan dimensinya begitu erat, namun perbedaannya terletak dari fokus kajiannya. Ilmu keolahragaan berfokus pada manusia yang melakukan aktivitas olahraga, olahraga yang dilakukan, dan segala seluk-beluk yang terdapat di dalamnya.
 
Ilmu keolahragaan bergerak sebagaimendasari refleksi kehidupan suatu masyarakat dalam sebuah bangsa. Oleh karena itu, olahraga sebagai sebuah subjek dapat dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dimanapun, tanpa memandang dan membedakan jenis kelamin, suku, ras, dan hal-hal yang sifatnya primordial. Di dalam ilmu keolahragaan tergambar aspirasi dan nilai-nilai luhur suatu masyarakat yang terpancar melalui hasrat mewujudkan diri untuk memperoleh keahlian di bidangnya. Hal inilah yang membuka ruang profesionalisme dalam ilmu keolahragaan bahwa kajiannya dapat mencetak insan manusia unggul, baik secara jasmani, mental, intelektual, sosial, serta mampu berfokus pada bidangnya. Dengan demikian, secara fungsional, ilmu keolahragaan mempengaruhi aspek perkembangan intelektual, emosional dan sosial dalam kehidupan.
 
JaneIlmu Ruseskikeolahragaan (2014:juga 396mendasari )refleksi mengatakankesehatan jasmani dalam diri seseorang. Refleksi yang muncul ialah bahwa dengan berolahraga atau melakukan aktifitasaktivitas fisik yang teratursistematis, seseorang dapat mengurangi resikorisiko-risiko penyakit kronis, mengurangi stressstres dan depresi, meningkat kesejahteraanmeningkatkan emosional, tingkat energi, kepercayaan 15 diri dan kepuasan dengan aktivitassecara sosial. Douglas HartmannJadi, Christinaada Kwauk.aspek (2011:partisipatif 285)di mengatakandalam padaolahraga. dasarnyaTidak olahragahanya adalahaspek tentangjasmani partisipasitetapi juga sosial. Olahraga menyatukan individu dan komunitas, menyoroti kesamaan dan menjembatani perbedaan budaya atau etnis. OlahragaIlmu menyediakankeolahragaan forumtidak untukhanya belajardiolah keterampilansecara sepertiteoretis tetapi juga praktis. Bahkan, menjadi sarana meningkatkan disiplinkedisiplinan, kepercayaan diri, dan kepemimpinan, dan mengajarkan prinsip-prinsip inti seperti toleransi, kerja sama, dan rasasikap hormat.tenggang Olahraga mengajarkan nilai usaha dan bagaimana mengatur kemenangan dan juga kekalahanrasa. SaatDalam inipada aspekitu, positif dari olahraga ditekankan,hakikat olahraga menjadi kendaraandiperluas yangke kuatarah yangrelasionalitas melaluinya.antar Berdasarkan penjelasan menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa olahraga merupakan suatu kegiatan yang bersifat fisik mengandung unsur-unsur permainan serta berisi perjuangan dengan diri sendiri dengan orang lain yang terkait dengan interaksi lingkungan atau unsur alam yang terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan kemampuan dan kesenanganmanusia. Kegiatan olahraga tergantung dari sikap sesorang dari mana dia memaknainya, karena beragam definisi olahraga disebabkan oleh karakteristik olahraga itu sendiri yang semakin berkembang, semakin lama semakin berubah dan semakin kompleks baik dari jenis kegiatannya, dan juga penekanan motif yang ingin dicapai ataupun konteks lingkungan sosial budaya tempat pelaksanaannya.
 
Dari perspektif positivistik, ilmu keolahragaan menumbuhkan kepekaan sosial manusia dengan sesamanya. Benar bahwa sasaran dari pada olahraga adalah hal-hal yang bersifat jasmani. Akan tetapi, aspek positif dari olahraga membuat unsur-unsur permainan, perjuangan, ketekunan diri selalu terhubung dengan interaksi terhadap lingkungannya serta manusianya sesuai dampak yang dihasilkan dari proses yang berlangsung di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa secara teori, olahraga membentuk sikap seseorang dan pemaknaannya terhadap sesama. Dengan cara itu, karakteristik dari olahraga sebagai sebuah ilmu pun tidak tertutup pada perubahan dan semakin kompleks karena motif yang ingin dicapai tidak hanya kekuatan jasmani tetapi juga lingkungan sosial budaya tempat pelaksanaannya.
 
Secara sosiologis, ilmu keolahragaan dipandang sebagai bagian dari budaya, dan karena itu masyarakatlah dapat membentuk olahraga macam apa yang menjadi bagian dari hidupnya. Itulah sebabnya dari waktu ke waktu pengertian olahraga berubah sesuai dengan pemaknaan sekelompok masyarakat. Misalnya, dalam rentang sejarah tahun 1960-an olahraga cenderung dimaknai sebagai perjuangan yang sifatnya pribadi. Lalu, sekitar tahun 1972 dimaknai bahwa olahraga adalah perjuangan yang sifatnya inklusif. Sifat dari olahraga menjadi spontan, bebas, dan tidak terbatas waktu. Dengan perhatian terhadap aspek sosial, maka olahraga bukanlah semata-mata kompetisi yang berisi kegiatan perlombaan atau pertandingan untuk memperagakan prestasi yang optimal, bukan juga hanya kegiatan jasmani pada waktu senggang untuk membangun kebugaran jasmani, melainkan suatu kajian yang berkorelasi dengan pemaknaan kemasyarakatan atau lingkungan sosial.
 
Sekalipun begitu, ilmu keolahragaan tidak dapat dilepaskan dari fakta bahwa dasarnya adalah kegiatan jasmani, baik formal maupun non formal. Hal inilah yang membentuk persepsi bahwa kajian keolahragaan sangat kompleks sehingga pemahaman fundamental yang menyatakan bahwa olahraga adalah sebuah proses pembinaan kebugaran jasmani tidak dapat dipertahankan. Olahraga juga memiliki aspek intelektual, hiburan, dan kompetisi sehingga digolongkan ke dalam tiga ciri, yakni olahraga pendidikan (yang menekankan aspek kependidikan), olahraga rekreasi (yang menekankan sifatnya yang rekreatif), olahraga kompetitif (yang menekankan prestasi). Oleh karena itu, kegiatan jasmani yang kompleks ini sangat mungkin ditentukan perkembangannya sesuai dengan motif kelompok masyarakat tertentu sebagai pelakunya.
Dari perspektif sosiologis, olahraga dipandang sebagai bagian dari budaya, dan karena itu masyarakatlah yang membentuknya sebagai bagian dari hidupnya. Itulah sebabnya. dari waktu ke waktu definisi olahraga berubah sesuai dengan persepsi kelompok masyarakat. Misalnya, definisi olahraga yang disepakati pada era tahun 1960an lebih diwarnai oleh nuansa upaya perjuangan melawan unsur alam atau diri sendiri”. Seiring dengan gerakan olahraga yang bersifat inklusif, “Sport for All” sejak tahun 1972 di Eropa, Europe Council sepakat untuk mengartikan olahraga sebagai “aktivitas spontan, bebas dan dilaksanakan pada waktu luang.” Dengan kata lain, olahraga mencakup pengertian yang luas bukan hanya olahraga kompetitif yang berisi kegiatan perlombaan atau pertandingan untuk memperagakan prestasi yang optimal, tetapi juga kegiatan jasmani pada waktu senggang sebagai pelepas telah, misalnya untuk tujuan pembinaan kebugaran jasmani.
 
Itulah sebabnya, jika ditelisik ke bagian dalam ilmu keolahragaan, terdapat wajahnya yang bersifat formal dan non formal. Sisi formal terlihat ketika olahraga ini menjadi kajian berpikir sedangkan sisi informal terlihat ketika olahraga menjadi aktivitas permainan. Dalam konteks ini, kriteria penilaian tertuju pada adanya faktor kebebasan dan kesadaran untuk melakukannya baik formal maupun non formal. Dengan kata lain, proses keilmuan dan kepraktisan olahraga didasarkan pada kesadaran manusia untuk melakukannya. Dalam kaitannya dengan proses tersebut, maka hakikat lainnya dari keolahragaan ialah perilaku yang mengeksplorasi kedalaman berpikir dan bertindak manusia. Wajahnya yang bersifat formal dan non formal menunjukkan bahwa secara keilmuan, olahraga merupakan sesuatu yang utuh. Tidak dapat dipisahkan karena hubungannya yang erat itu.
Definisi semacam ini terangkum dalam paparan Herbert Haag (1986) yang menyatakan bahwa olahraga tidak diartikan dalam lingkup sempit, olahraga kompetifif, tetapi maknanya adalah mencakup kegiatan jasmani, baik formal maupun informal sifatnya, dari bahkan juga dalam bentuk kegiatan fundamental seperti pembinaan kebugaran jasmani. Menghadapi kenyataan bahwa olahraga itu sangat kompleks, pakar Olahraga di Indonesia telah mencoba untuk menggolongkannya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai ’sehingga dikenal olahraga pendidikan (pendidikan jasmani) yang menekankan aspek kependidikan, olahraga rekreasi untuk tujuan yang bersifat rekreatif, olahraga kompetitif untuk tujuan mencapai prestasi. Jenis dan bentuk olahraga berkembang sesuai dengan motif kelompok masyarakat pelakunya. Meskipun amat beragam bentuk dan jenisnya, tetapi masih dapat diidentifikasi persamaan umum yang menunjukkan ciri khas, atau “inner horizon” olahraga.
 
Tidak dapat dipungkiri bahwa secara spesifik hakikat olahraga adalah juga performa. Gambaran yang lebih spesifik pada olahraga menekankan aspek gerak insani (human movement)manusia sebagai unsur utama sebagaidalam kegiatan yang nyatacenderung danfisik berkecenderungan untuk menampilkan performatersebut. Orientasi fisikal,fisik sepertiatau yangjasmani tampak pada kegiatandalam olahraga merupakkanmerupakan ciri yang utama, sehingga di dalamnya terlibatterdapat unsur gerak yang melibatkan daya tahan, kecepatan, kekuatan, powerkekuasaan, dan keterampilan (skill) itu sendiri. KegiatanOrientasi olahraga.fisik selaluinilah menampakkanyang dirikemudian dalammenimbulkan ujudkenyataan nyatabahwa kehadirandibutuhkan fisikalat-alat, peragaanseperti diribola, secararaket sadardan  bertujuanyang disertaimenunjang denganolahraga penggunaansebagai alatalataktivitas konkretfisik sepertiatau bola,jasmani rakettersebut. danMeskipun bentukbegitu, lainnya.Perwujudanhal gerakini itutidak terkaitmelepaskannya dengan aspek dorongan padadalam diri manusia yang terkait dengan faktor sosial dan budaya, pengaruh suasana kejiwaan, emosi dan motif kompetisinya.
Sisi bagian dalam olahraga, memimjam istilah Husserl (1972), merupakan medan penelaahan dari objek formal pengembangan ilmu keolahragaan. Namun kemudian, intinya yang paling hakiki ialah fenomena gerak yang ditampilkan dalam suasana bermain (play), sehingga kriteria penilaian tertuju pada adanya faktor kebebasan dan kesengajaan secara sadar untuk melaksanakannya. Dengan kata lain fenomena gerak itu didasarkan pada kesadaran manusia untuk menggerakkan dirinya. Dalam kaitan itu maka esensi lainnya dari olahraga ialah tindakan yang mengandung unsur kesukariaan(joy) dan kebabagiaan. Keseluruhan ciri yang disebutkan tadi menempatkan hakikat olahraga sebagai subsistem bermain. Persoalannya tidak berbenti sampai di situ. Dunia olahraga tentu berbeda banyak dengan dunia bermain atau berbeda pula dengan kegiatan permainan yang mengandung unsur kebetulan(misalnya, permainan domino) atau permainan yang lebih banyak mengandalkan kemampuan intelektual (misalnya, catur).
 
Ilmu keolahragaan juga berorientasi pada aspek pelaksanaan olahraga karena tanpa pelaksanaan olahraga hanyalah sebuah kegiatan imajiner. Di dalam pelaksanaannya, aspek pedagogis dan sosial menjadi sangat kuat. Itulah sebabnya selalu ada pelatihan sebelum keolahragaan dipraktikkan. Dalam proses itu ada unsur pendidik dan peserta didik bahkan juga ada unsur persaingan untuk menunjukkan ketangkasan atau kelebihan individu yang terlibat di dalamnya. Perilaku olahraga itu juga sering digambarkan sebagai sesuatu yang riil, bukan bersifat entertain. Pelaksanaan olahraga menciptakan jati diri seorang olahragawan atau atlet. Jati diri yang tidak semata-mata terpaku pada pokok peranan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan tugas gerak berupa teknik-teknik dasar tetapi juga kesadaran untuk melakukannya secara nyata tanpa berpura-pura. Dengan demikian, pada aspek pelaksanaan masalah-masalah kecurangan itu diantisipasi. Tidak ada praktik “main sabun” dalam olahraga. Misalnya, sepakbola yang skornya sudah ditentukan.
Gambaran yang lebih spesifik pada olahraga menekankan aspek gerak insani (human movement) sebagai unsur utama sebagai kegiatan yang nyata dan berkecenderungan untuk menampilkan performa. Orientasi fisikal, seperti yang tampak pada kegiatan olahraga merupakkan ciri yang utama, sehingga di dalamnya terlibat unsur gerak yang melibatkan daya tahan, kecepatan, kekuatan, power, dan keterampilan (skill) itu sendiri. Kegiatan olahraga. selalu menampakkan diri dalam ujud nyata kehadiran fisik, peragaan diri secara sadar  bertujuan disertai dengan penggunaan alatalat konkret seperti bola, raket dan bentuk lainnya.Perwujudan gerak itu terkait dengan aspek dorongan pada manusia yang terkait dengan faktor sosial dan budaya, pengaruh suasana kejiwaan, emosi dan motif.
 
Dari hakikatnya, terlihat bahwa ilmu olahraga menekankan prinsip logis, sistematis, novelitas, praktis, ilmiah dan kejujuran. Prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Prinsip-prinsip yang menjauhkan keilmuan ini dari ketegangan-ketegangan yang membuatnya menjadi mudah disanggah kebenarannya. Dalam konteks ini, keilmuan olahraga menjadi bidang kajian yang kompleks dan multi dimensi sehingga pada dasarnya melibatkan diri manusia secara utuh dan membuka ruang kebersamaan yang dinamis terhadap perubahan sosial.
Pelaksanaan olahraga selalu melibatkan keterampilan yang dipelajari yang dapat dilakukan hanya melalui proses ajar, yang dalam pelaksanaannya melibatkan suasana van yang menjalin hubungan sosial. Karena itu di dalam proses itu ada unsur pendidik dan peserta didik bahkan juga ada unsur persaingan untuk menunjukkan ketangkasan atau kelebihan pribadi. Perilaku olahraga itu juga sering digambarkan sebagai sesuatu yang riil, bukan bersifat artifisial yang dirancang dalam lakon-lakon bertema (misalnya, dalam gulat professional “Smackdown” yang sering disebut olahraga sirkus), Kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang olahragawan atau atlet tidak samata-mata terpaku pada pokok  peranan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan tugas gerak berupa teknik-teknik dasar. Yang terjadi ialah seseorang, bersama yang lain, memainkan sebuah permainan yang benar-benar nyata, tidak berpura-pura dalam semangat kesungguhan yang menyerap seluruh perhatian. Karena itu di dalamnya ada kesungguhan, bukan kepurapuraan, dan bahkan ada unsur kejutan, sehingga praktik “main sabun” dalam sepakbola misalnya, yang skornya sudah ditentukan sungguh dianggap sebagai tindakan sadar menghancurkan ciri permainan yang amat bertentangan dengan ciri olahraga.
 
Pada kebanyakan kegiatan olahraga maka prinsip performa dan prestasi begitu menonjol. Di dalamnya ada ketegangan karena melibatkan pengerahan tenaga yang melibatkan nuansa kejutan dan bahkan keberuntungan, sehingga hasil yang dicapai sukar diprediksi. Dalam kaitan ini maka prestasi yang meskipun diperagakan melalui faktor jasmaniah, tetapi pada dasarnya melibatkan diri manusia secara utuh. Kegiatan olahraga dilaksanakan secara suka rela,dan tertuju pada pengembangan diri.
 
== Ruang lingkup ==