Kesultanan Kasepuhan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jossisad (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 2 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.6
Baris 159:
{{cquote|bahwa dalam hubungan-hubungan yang sifatnya keluar, kesultanan-kesultanan di Cirebon hanya diwakili oleh seorang syahbandar (yang pada waktu itu adalah Tumenggung Raksanegara). Hal itu dimaksudkan agar perpecahan yang terjadi di kesultanan-kesultanan di Cirebon tidak diketahui oleh pihak asing}}
 
Namun perjanjian 4 Desember 1685 tidak berhasil memadamkan perselisihan antara keluarga besar [[kesultanan Cirebon]], hal tersebut dikarenakan Francois de Tack dianggap lebih memihak Sultan Anom pada penyeleseian perjanjian tersebut,<ref name="iswara12">[http://iswara.staf.upi.edu/2009/07/18/sejarah-kerajaan-cirebon/ Iswara, Prana Dwija. 2009. Sejarah Kerajaan Cirebon. ] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20161225115911/http://iswara.staf.upi.edu/2009/07/18/sejarah-kerajaan-cirebon/ |date=2016-12-25 }}[[Kota Bandung|Bandung]]<span>: Universitas Pendidikan Indonesia</span></ref> terlebih pembagian wewenang dan kekuasaan atas wilayah belum ditentukan.<ref name="rosita2" />
 
==== Kasus Braja Pati dan hilangnya peran ulama dalam pengadilan di Cirebon ====
Baris 203:
Pada tahun 1703 Sultan Anom I Badrudin Kartawijaya wafat, maka dua tahun berikutnya yaitu pada tahun 1704 diadakan pengaturan urutan yang baru oleh Belanda. Panembahan Nasirudin Wangsakerta menempati derajat tertinggi (di antara seluruh keluarga besar [[kesultanan Cirebon]]), tempat kedua ditempati oleh kedua orang putra Sultan Sepuh I Sultan Sepuh Martawijaya yaitu Sultan Sepuh II Sultan Sepuh Tajularipin Djamaludin dan Sultan Kacirebonan I Sultan Cirebon Arya Cirebon Abil Mukaram Kamarudin<ref name="arsiparya2"/> dan tempat ketiga ditempati putra-putra Sultan Anom I Badrudin Kartawijaya yaitu Pangeran Raja Adipati Mandurareja Muhammad Qadirudin yang kemudian menjadi Sultan Anom II dan Pangeran Adipati Kaprabon yang mendirikan ''peguron'' [[Kaprabonan]] pada tahun 1696 sekaligus menjadi ''rama guru'' disana.
 
Kemudian Pangeran Raja Muhammad Qadirudin diresmikan sebagai Sultan Anom II keraton Kanoman dikarenakan saudaranya yaitu Pangeran Adipati Kaprabon yang merupakan putera pertama Sultan Anom I dari permaisuri keduanya yaitu Ratu Sultan Panengah memutuskan untuk memperdalam ajaran agama Islam dan menyerahkan kepemimpinan keraton Kanoman kepada adiknya Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin.<ref>[{{Cite web |url=http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/down.php?id=33&lang=en |title=Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat - Sejarah Keraton Kaprabonan, Cirebon] |access-date=2019-04-12 |archive-date=2015-09-23 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150923215341/http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/down.php?id=33&lang=en |dead-url=yes }}</ref>
 
Pada tahun 1705, Pejabat penghubung Belanda untuk wilayah [[kesultanan Cirebon]] resmi berkantor di Cirebon, guna menyeleseikan masalah dengan Mataram yang masih merasa bahwa [[kesultanan Cirebon]] adalah wilayah bawahannya maka diadakanlah perjanjian pada tanggal 5 Oktober 1705 antara Mataram pada masa pemerintahan Pakubuwono I dengan Belanda, perjanjian tersebut menyebutkan bahwa batas wilayah [[kesultanan Cirebon]] sebagai bagian dari wilayah protektorat Belanda adalah sungai Losari di sebelah utara (sekarang batas antara [[Jawa Barat|provinsi Jawa Barat]] dengan [[Jawa Tengah|provinsi Jawa Tengah]]) dan sungai Donan di sebelah selatan (sekarang batas antara kecamatan Cilacap Selatan dan Cilacap Tengah dengan kecamatan Kawunganten di [[kabupaten Cilacap]])<ref name="iswara12"/>