Galai: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 137:
Masyarakat di kawasan Asia Tenggara memiliki beberapa macam kapal yang mirip dengan galai, yakni [[Lancaran (kapal)|lancaran]], [[kapal Borobudur]], [[Pangajava|penjajap]], [[kelulus]], [[lanong]], [[garay]], [[kora-kora]], [[Ghali (kapal)|ghali]], [[ghurab]], [[juanga]], dan [[karakoa]]. Pada abad ke-16, kesultanan-kesultanan di Nusantara mulai menerima pengaruh-pengaruh [[Laut Tengah|kawasan Laut Tengah]] melalui [[Kesultanan Utsmaniyah|Kekaisaran Turki Utsmaniyah]]. Sekitar tahun 1509-1511, Kesultanan Malaka membuat sebuah galai kerajaan (''royal galley'') atau ''ghali kenaikan raja'' yang diberi nama Mendam Berahi. Galai sepanjang 60 ''gaz'' (180 kaki atau 54.9 m)<ref>1 ''gaz'' Melayu setara dengan 33-35 inci atau 3 kaki. Lihat ''Kamus Dewan Ed. 4'', 2005: p. 383.</ref> dan selebar 6 ''depa'' (36 kaki atau 11 m) ini pernah digunakan untuk meminang putri [[Majapahit]].<ref>Musa, Hashim (2019). ''[http://eprints.um.edu.my/23029/1/Conference%20paper%20-%20Hashim%20Musa.pdf Teknologi perkapalan Melayu tradisional: Jong dan Ghali meredah tujuh lautan].'' In: Persidangan Antarabangsa Manuskrip Melayu 2019, 15-17 Oktober 2019, Auditorium, Pepustakaan Negara Malaysia. p. 18.</ref> Mendam Berahi bertiang tiga, dan mampu mengangkut 400 orang. Galai ini dipersenjatai dengan 7 buah meriam.<ref>''[[Hikayat Hang Tuah]]'', VIII: 165. Transkripsi: ''Maka Mendam Berahi pun di-suroh dayong ka-laut. Maka Laksamana memasang meriam tujoh kali. Maka kenaikan pun belayar lalu menarek layar''.</ref><ref name=":1">{{Cite book|title=Majapahit Peradaban Maritim|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|publisher=Suluh Nuswantara Bakti|year=2011|isbn=9786029346008|location=|pages=}}</ref>{{Rp|299}}<ref>{{Cite book|last=Salleh|first=Muhammad Haji|year=2010|title=The Epic of Hang Tuah|location=|publisher=ITBM|isbn=9789830687100|pages=}}</ref>{{Rp|180}}
Ketika menyerang bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1568, [[Kesultanan Aceh]] mengerahkan 4 galai besar dengan panjang 40–50 m, dan berpendayung 190 orang dalam 24 baris dayung, dipersenjatai dengan 12 ''camelo'' besar (3 di kiri dan kanan haluan, serta 4 di buritan), 1 ''basilisk'' (di ujung haluan), 12 ''falcon'', dan 40 laras meriam putar.<ref>{{Cite journal|last=Manguin|first=Pierre-Yves|date=1988|title=Of Fortresses and Galleys: The 1568 Acehnese Siege of Melaka, after a Contemporary Bird's-Eye View|url=|journal=Modern Asian Studies|volume=22|pages=|via=}}</ref> Saat itu meriam, senjata api, dan peralatan perang lainnya datang secara rutin dari [[Jeddah]], dan orang Turki juga mengirimkan ahli militer, ahli galai, dan teknisi.<ref>{{Cite book|title=The Acehnese attack on Malacca in 1629|last=Boxer|first=|publisher=|year=|isbn=|location=|pages=119-121}}</ref> Rata-rata galai Aceh pada paruh kedua abad ke-16 memiliki panjang sekitar 50 meter, memiliki dua tiang, dengan layar persegi dan layar atas, bukan layar [[lateen]] seperti di galai Portugis.<ref>Augustin de Beaulieu, Mémoire d'un voyage aux Indes orientale (1619-1622). Un marchand normand à Sumatra, édité par Denys Lombard, Pérégrinations asiatiques I (Paris: École française d'Extrême-Orient, 1996).</ref> Ia akan didorong oleh 24 dayung di setiap sisi, membawa sekitar 200 orang di atas kapal, dan dipersenjatai dengan 20 meriam (dua atau tiga yang besar di haluan, sisanya meriam putar yang lebih kecil).<ref name=":
Pada serangan tahun 1575, Aceh menggunakan 40 galai 2 tiang dengan kapten Turki membawa 200-300 tentara yang berasal dari Turki, Arab, Deccani, dan Aceh. Galai negara (''[[Ghurab|ghorab]] istana'') milik Aceh, Daya, dan Pedir dikatakan membawa 10 [[meriam]], 50 [[lela]], dan 120 [[Pemuras|cecorong]] (tidak termasuk [[Istinggar|ispinggar]]). Galai yang lebih kecil membawa 5 meriam, 20 lela, dan 50 cecorong.<ref>{{Cite book|title=De Hikajat Atjeh|last=Iskandar|first=Teuku|publisher=KITLV|year=1958|isbn=|location=Gravenhage|pages=175}}</ref> Sumber lokal dan sumber Barat menyebutkan bahwa Aceh memiliki 100-120 galai yang siaga kapanpun (tidak termasuk fusta dan galiot yang lebih kecil), tersebar dari Daya (pesisir Barat) ke Pedir (pesisir Timur). Sebuah galai yang ditangkap Portugis pada 1629 sangat besar, dan dilaporkan Aceh memiliki 47 buah totalnya. Panjangnya 100 m dan lebarnya 17 m, memiliki 3 tiang dengan layar persegi dan layar atas, digerakkan oleh 35 dayung dan dapat membawa 700 orang. Dipersenjatai 18 meriam besar (lima buah 55-pounder di haluan, satu 25-pounder di buritan, sisanya 17 dan 18-pounder), 80 ''falcon'' dan banyak meriam putar. Kapal ini disebut "''Espanto do Mundo''", yang mungkin merupakan terjemahan dari kata ''Cakradonya'' (Cakra Dunia). Orang Portugis melaporkan bahwa galai-galai ini jauh lebih besar daripada segala macam kapal yang pernah dibuat di [[Dunia Kristen]], dan bahkan [[kimbul]]<nowiki/>nya (bagian belakangnya) memiliki tinggi menyamai kastil (kimbul) [[galiung]].<ref name="
Dua gambar dari Belanda tahun 1598 dan 1601 menggambarkan galai [[Banten]] dan galai [[Pulau Madura|Madura]]. Masing-masing bertiang 2 dan bertiang 1. Berbeda dari galai-galai Laut Tengah, galai-galai Nusantara memiliki panggung tempat bertempur yang disebut "balai", tempat berdiri para prajurit. Balai merupakan salah satu bagian yang lazim dijumpati pada kapal-kapal perang di Nusantara.<ref>{{Cite book|title=Tweede Boek|last=Lode|first=|publisher=|year=1601|isbn=|location=Amsterdam|pages=17}}</ref> Pada pertengahan abad ke-17, [[Kesultanan Gowa]] memiliki ''galle'<nowiki/>'' (atau ''galé'') sepanjang 40 m dan selebar 6 m, yang mampu menampung 200-400 orang. ''Galle''' Kesultanan Gowa lainnya memiliki panjang 23–35 m.<ref>{{Cite journal|last=Hadrawi|first=Muhlis|date=May 2018|title=Sea Voyages and Occupancies of Malayan Peoples at the West Coast of South Sulawesi|url=|journal=International Journal of Malay-Nusantara Studies|volume=1|pages=80-95|via=}}</ref><ref>{{Cite news|url=https://islamtoday.id/ulas-nusa/20190621085614-1828/kapal-kapal-di-wilayah-kesultanan-gowa-abad-17-m/|title=Kapal-Kapal di Wilayah Kesultanan Gowa Abad 17 M|last=Sidiq H. M.|first=Muhammad|date=21 June 2019|access-date=23 January 2019|url-status=live|work=IslamToday}}</ref>
|