Njoo Cheong Seng: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Pranala luar: merapikan templat stub |
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.6 |
||
Baris 28:
Njoo aktif dengan kelompok sandiwara Miss Riboet Orion pada akhir [[1920]]-an, dan menulis beberapa cerita sandiwara,{{sfn|Setyautama|Mihardja|2008|pp=253–254}} termasuk ''Kiamat'', ''Tengkorak'', dan ''Tueng Balah''.{{sfn|Biran|2009|p=13}} Pada [[1928]] ia kawin dengan [[Fifi Young|Tan Kiem Nio]], anggota rombongan sandiwara yang pada saat itu usianya 14 tahun.{{sfn|Suryadinata|1995|pp=108–109}}{{sfn|TIM, Fifi Young}} Njoo melatih dirinya dalam akting dan membujuknya untuk mengambil nama panggung Fifi Young; Nama keluarga Njoo dalam dialek [[Hokkian]] diucapkan Young dalam bahasa [[Bahasa Mandarin|Mandarin]], karena itulah maka ia menggunakan nama belakang ini. Sementara itu, nama Fifi diambilnya dari nama bintang film Prancis terkenal pada masa itu, [[Fifi d'Orsay]].{{sfn|TIM, Fifi Young}}
Pada saat [[film]] mulai marak di [[Indonesia]], Njoo mulai bekerja sama dengan Fred Young, yang mengajaknya pertama kali ke dunia perfilman. Karena pengalaman Njoo yang telah lama dalam dunia panggung [[sandiwara]], terutama dalam hal menulis [[skenario]], akhirnya Njoo Cheong Seng muncul menjadi sosok yang dapat diandalkan oleh Fred Young. Kebetulan juga keduanya mempunyai impian yang sama dalam memproduksi film, Fred Young dan Njoo Cheong Seng sama-sama menyukai film-film yang berbau kolosal.<ref name="tp">[http://tanjungpinangpos.co.id/2011/03/mari-kita-mengenal-njoo-cheong-seng/ Njoo Cheong Sheng di Tanjung Pinang Pos] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110424091216/http://tanjungpinangpos.co.id/2011/03/mari-kita-mengenal-njoo-cheong-seng/ |date=2011-04-24 }}, Tanjungpinangpos.co.id, diakses 22 April 2011</ref>
Dengan Majesti Pictures, mereka menghasilkan dua [[film]], yakni ''Djantoeng Hati'' dan ''Airmata Iboe''. Kedua [[film]] ini adalah [[film]] drama yang penuh dengan airmata serta parade hiburan dan nyanyian. Bintangnya serba gemerlap, terdiri dari kaum berpendidikan tinggi, dengan harapan [[film]] yang dibuat juga akan ditonton oleh golongan atas dan kaum berpendidikan. Pada periode tahun [[1940|1940-an]], tumbuh keinginan agar [[film]] juga memiliki segmen yang lebih luas dan bisa diterima oleh kalangan baik-baik dan terpelajar. Hal ini merupakan upaya untuk menyongsong kemajuan zaman, yang dituntut juga oleh Pergerakan Nasional saat itu.<ref name="tp" />
|