Industri olahraga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 15:
Kekuatan mesti ditonjolkan; kelemahan harus dapat diatasi; peluang harus dicari sebaik mungkin; serta hambatan sebisa mungkin dihindari. Analisis SWOT ini dipakai untuk menentukan target yang akan dicapai dalam usaha pemasaran olahraga. Target pemasaran olahraga mencakup tiga hal. Pertama, besarnya keuntungan yang ingin didapat menentukan harga jual produk. Kedua, potensi pemasukan di masa mendatang harus dipikirkan secara matang agar dapat diketahui seperti apa produk dan jasa yang akan ditawarkan nantinya. Ketiga, untuk menentukan besarnya pangsa pasar yang akan disasar, maka harus dilakukan analisis pesaing usaha/kompetitor secara matang dan mendalam. <ref>{{Cite book|last=Blakey|first=Paul|date=2011|url=https://www.google.co.id/books/edition/Sport_Marketing/hU4hUf3i7oQC?hl=id&gbpv=1&dq=sport+marketing&printsec=frontcover|title=Sport Marketing|publisher=Learning Matters|isbn=9780857250902|pages=52-53|url-status=live}}</ref>
 
Entitas olahraga dapat bertindak sebagai [[klub olahraga]], organisasi olahraga, dan federasi olahraga. Klub olahraga pun ada yang amatir, dan ada yang profesional yang dapat berfungsi dalam hubungan kemitraan antara swasta dan pemerintah. Sementara itu, federasi olahraga berfungsi sebagai asosiasi yang mengatur serta mengawasi kegiatan klub olahraga. Di dalam menjalankan perannya, federasi olahraga membutuhkan dukungan dari pihak sponsor serta klub penggemar.<ref>{{Cite book|last=Seric|first=Neven|date=2018|url=https://www.google.co.id/books/edition/Market_Research_Methods_in_the_Sports_In/6CJZDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=sport+industry&pg=PA73&printsec=frontcover|title=Market Research Methods in the Sports Industry|publisher=Emerald Publishing|isbn=978-1-78754-191-7|pages=1-2|url-status=live}}</ref>
 
Penjualan tiket pada kejuaraan olahraga ataupun penjualan cendera mata merupakan sumber pendapatan di bidang olahraga. Namun demikian, perlu dipertimbangkan pemasukan yang lain sehingga riset pasar dibutuhkan agar dapat diketahui apa yang diinginkan oleh para penggemar olahraga. Entitas olahraga pada umumnya merupakan organisasi nirlaba yang mendapat sokongan dana dari banyak pihak, dan dana tersebut akan berguna demi keberlangsungan olahraga di masa mendatang.<ref>{{Cite book|last=Seric|first=Neven|date=2018|url=https://www.google.co.id/books/edition/Market_Research_Methods_in_the_Sports_In/6CJZDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=sport+industry&pg=PA73&printsec=frontcover|title=Market Research Methods in the Sports Industry|publisher=Emerald Publishing|isbn=978-1-78754-191-7|pages=8-9|url-status=live}}</ref>
 
Ada beberapa hal yang mendasari konsep pemasaran dari entitas olahraga. Pertama, berfokus pada pangsa pasar/segmen tertentu. Yang perlu diperhatikan adalah tentang [[bauran pemasaran]] yang disesuaikan dengan segmentasi pasar tersebut. Kedua, pendapatan yang terus mengalir. Yang harus diperhatikan adalah pemasukan dalam jangka panjang, di samping pemasukan jangka pendek yang terhitung lumayan besar seperti penjualan tiket serta dana dari [[sponsor]]. Ketiga, pemasaran yang terintegrasi dengan mempertimbangkan kebutuhan para pemangku kepentingan dari entitas olahraga.<ref>{{Cite book|last=Seric|first=Neven|date=2018|url=https://www.google.co.id/books/edition/Market_Research_Methods_in_the_Sports_In/6CJZDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=sport+industry&pg=PA73&printsec=frontcover|title=Market Research Methods in the Sports Industry|publisher=Emerald Publishing|isbn=978-1-78754-191-7|pages=15-16|url-status=live}}</ref>
 
Ada empat macam segmentasi yang bisa diterapkan pada bidang pemasaran olahraga. Pertama, segmentasi demografis. Yang termasuk faktor-faktor demografis adalah usia, jenis kelamin, besarnya penghasilan, serta gaya hidup. Kedua, segmentasi geografis baik di tingkat daerah, provinsi, nasional, maupun internasional. Segmentasi geografis ini ditentukan bukan di mana orang tinggal, tetapi di mana orang bekerja. Ketiga, segmentasi psikografis meliputi aktivitas yang biasa dilakukan, kegemaran, serta pola pikir. Generasi Y yang lahir antara tahun 1982-2003 lebih menyukai olahraga secara fisik, sementara generasi setelahnya lebih menyukai permainan elektronik. Keempat, segmentasi perilaku untuk menganalisis seberapa sering konsumen memakai produk atau jasa olahraga, serta berapa banyak yang dibelanjakan untuk membeli produk dan jasa tersebut.<ref>{{Cite book|last=Blakey|first=Paul|date=2011|url=https://www.google.co.id/books/edition/Sport_Marketing/hU4hUf3i7oQC?hl=id&gbpv=1&dq=sport+marketing&printsec=frontcover|title=Sport Marketing|publisher=Learning Matters|isbn=9780857250902|pages=45-49|url-status=live}}</ref>
Baris 32:
 
Kesetiaan penggemar olahraga tergantung pada faktor manajerial organisasi atau tim olahraga yaitu karakteristik organisasi atau tim olahraga, karakteristik afiliasi, serta karakteristik kegiatan olahraga. Masing-masing faktor tersebut berdampak terhadap seberapa besar tingkat kesetiaan penggemar yang terdiri dari beberapa tingkat yaitu tingkat rendah di mana seorang penggemar tidak terlalu mengagumi tim olahraga; tingkat sedang di mana seorang penggemar dapat dikatakan cukup menyukai tim olahraga; level tinggi di mana pada tahap ini, seorang penggemar dapat dikatakan sebagai penggemar berat. Ada beberapa manfaat yang didapatkan dengan mengidentifikasi penggemar yaitu ketika tim olahraga mengalami kekalahan, maka para penggemar masih tetap mempercayai tim olahraga kebanggaannya; ketika cendera mata olahraga dijual dengan harga yang lebih mahal dari biasanya, maka para penggemar berat tidak akan mempermasalahkannya dan akan berusaha keras untuk mendapatkan barang kesukaannya.  
 
 
 
Baris 82 ⟶ 83:
 
Sumber pemasukan dari inventaris elektronik saat ini tidak sebatas hanya dari iklan di televisi maupun di radio, namun juga berasal dari pemanfaatan ''platform'' pemasaran digital seperti blog ataupun media online; semua kanal media sosial; periklanan digital, baik yang gratis dan dikembangkan secara organik (''search engine optimization)'' maupun yang  berbayar (''pay per click/search engine marketing)''; pemasaran melalui video atau konten; pembuatan aplikasi olahraga''.'' (Shonk page 13)
 
 
 
Baris 109 ⟶ 111:
 
Waralaba olahraga menjadi salah satu sumber pemasukan yang menjanjikan dalam idustri olahraga karena potensi untuk balik modal cukup besar meskipun secara tidak langsung. Beberapa mitra waralaba menginvestasikan modal awal, lalu ada sistem bagi hasil dengan pemilik waralaba sehingga keuntungan yang didapat bersifat tidak langsung.   (Andrew Zimbalist di dalam Rosner page 14)
 
 
 
Baris 134 ⟶ 137:
Pemberian merek pada suatu produk sangat penting untuk membedakannya dari produk lain yang sejenis di pasaran. Suatu merek haruslah diingat oleh konsumen sehingga ekuitas merek didapatkan dari kemempuan sebuah merek untuk menciptakan kesan yang baik di benak konsumen.
 
[[Ekuitas merek—dalammerek]]—dalam konteks olahraga—mengacu kepada nilai-nilai di mana para penggemar merasa terikat dengan nama dan simbol tim kebanggaannya. Jika mereka sudah merasa puas atau senang, harapannya adalah mereka menjadi pelanggan setia, dengan demikian diharapkan mereka akan melakukan order ulang. Ekuitas merek mencakup tiga hal yaitu kualitas, kesadaran dari penggemar atau memori tentang merek, asosiasi terhadap merek, dan kesetiaan terhadap merek.
 
Salah satu hal yang paling krusial dan mendasar dalam membangun ekuitas merek adalah tim olahraga terlebih dahulu harus meningkatkan prestasinya, baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Selain itu, nama baik dari manajer tim olahraga pun mempengaruhi ekuitas merek.
Baris 174 ⟶ 177:
Dukungan dari perusahaan sponsor sebaiknya tidak berhenti sampai acara olahraga selesai, kedua belah pihak semestinya menemukan jalan kembali agar bisa bekerjasama dalam waktu yang cukup lama, dan tidak ada salahnya untuk menggunakan teknologi terkini dalam mengembangkan kemitraan sehingga kerjasama menjadi lebih relevan dengan perkembangan jaman serta jauh lebih mengikat. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk membangun kemitraan jangka panjang. Pertama, membangun merek yang tepat untuk memastikan bahwa pemasran lebih tertarget dengan menyasar kelompok tertentu dengan cara yang benar. Kedua, menghitung nilai ROI (''Return On Investment)''/tingkat pengembalian. Analisis ini harus dilakukan dengan cermat untuk mencapai efisiensi pemasaran sehingga kemitraan dapat terus berjalan.
 
Campur tangan pemerintah menyangkut kepentingan olahraga sangat dipengaruhi oleh ideologi negara, nilai, serta falsafah negara dan lembaga negara. Ideologi pertama adalah [[konservatisme]]. Ideologi konservatis menekankan kepada tradisi serta hal-hal yang sudah lumrah dan diterima secara umum. Pemerintahan yang konservatis cenderung membuat aturan bagaimana masyarakat seharusnya hidup, dan mensensor jika ada karya seni yang dinilai menyimpang dari aturan. Sisi positif dari pemerintahan yang konservatif dalam bidang olahraga adalah, jika ada pelanggaran seperti pelegalan minuman keras atau penggunaan doping, maka mereka tidak akan segan untuk menghukumnya. Selain itu, pemerintahan yang konservatif percaya bahwa sektor swasta merupakan salah satu kunci kemajuan sehingga mereka mendukung serta melindungi industri melalui regulasinya. Namun demikian, dalam pandangan pemerintah yang konservatif, olahraga merupakan perwujudan dari nilai-nilai sosial, tidak semata-mata hanya untuk mencari keuntungan. Ideologi yang kedua adalah [[reformisme]], atau biasa disebut dengan sosial demokrasi. Kaum reformis berpedoman pada kesejahteraan sosial dan kesetaraan. Pemerintahan yang reformis berusaha keras untuk menjadi sentral dalam segala urusan, dan kekuatan dari sentralisasi tersebut digunakan untuk mencapai rekayasa sosial secara positif. Kaum reformis menganggap bahwa olahraga dapat menjadi alat untuk pengembangan sosial dan karena berpedoman pada kesetaraan, maka mereka ingin agar olahraga menjadi bidang yang inklusif sehingga olahraga dapat diikuti oleh penyandang disabilitas, kaum migran yang berbicara dengan banyak bahasa, dan juga kaum perempuan. Kebijakan kaum reformis lebih mengarah kepada pengembangan olahraga di tingkat akar rumput masyarakat, bukan dikendalikan oleh kaum elit. Ideologi ketiga adalah neo liberalisme. Pemerintahan yang neo liberal memberikan kebebasan pada warganya untuk mengorganisir kehidupan sosial mereka serta berusaha mencari keuntungan tanpa campur tangan pemerintah. Pemerintahan neo liberal tidak mengutamakan perusahaan milik negara karena mereka menganggap bahwa privatisasi akan mencapai efisiensi dan keuntungan yang besar, terlebih lagi mereka pun menerapkan deregulasi industri. Pemerintahan yang berpaham neo liberal menganggap bahwa olahraga merupakan salah satu kendaraan untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah membuat suatu kebijakan olahraga terkait dengan kepentingan kaum elit untuk mengembangkan industri olahraga yang keuntungannya disalurkan untuk pengembangan komunitas olahraga. Ideologi yang keempat adalah [[sosialisme]]. Kaum sosialis beranggapan bahwa privatisasi serta pasar yang regulasinya tidak diatur oleh pemerintah akan mengakibatkan ketidaksetaraan ekonomi serta keterasingan kaum pekerja terhadap pekerjaannya. Mereka menganggap bahwa olahraga merupakan lembaga sosial yang sangat penting, dan peraturan mengenai olahraga sebaiknya ditetapkan oleh pemerintah untuk menciptakan keadilan. Selain itu, bantuan pemerintah pun sangat dibutuhkan dalam hal pengembangan serta perbaikan fasilitas olahraga.