Industri olahraga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 102:
 
 
Perusahaan sponsor yang baik bukan hanya memberikan kontribusi berupa dana, tetapi juga membantu menciptakan nilai-nilai positif yang membentuk merek. Upaya seperti ini lebih bersifat jangka panjang, sementara dukungan yang berupa dana hanya bersifat jangka pendek. Dukungan dari sponsor merupakan komitmen kedua belah pihak serta investasi yang berarti.
 
Perusahaan sponsor yang baik bukan hanya memberikan kontribusi berupa dana, tetapi juga membantu menciptakan nilai-nilai positif yang membentuk merek. Upaya seperti ini lebih bersifat jangka panjang, sementara dukungan yang berupa dana hanya bersifat jangka pendek. Dukungan dari sponsor merupakan komitmen kedua belah pihak serta investasi yang berarti.<ref>{{Cite journal|last=New Zealand|first=Sport|title=Sport Sponsorship|url=https://sportnz.org.nz/media/2109/sport-sponsorship-securing-and-retaining-commercial-partners.pdf|journal=|pages=3}}</ref>
 
Dukungan dari perusahaan sponsor sebaiknya tidak berhenti sampai acara olahraga selesai, kedua belah pihak semestinya menemukan jalan kembali agar bisa bekerjasama dalam waktu yang cukup lama, dan tidak ada salahnya untuk menggunakan teknologi terkini dalam mengembangkan kemitraan sehingga kerjasama menjadi lebih relevan dengan perkembangan jaman serta jauh lebih mengikat. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk membangun kemitraan jangka panjang. Pertama, membangun merek yang tepat untuk memastikan bahwa pemasran lebih tertarget dengan menyasar kelompok tertentu dengan cara yang benar. Kedua, menghitung nilai ROI (''Return On Investment)''/tingkat pengembalian. Analisis ini harus dilakukan dengan cermat untuk mencapai efisiensi pemasaran sehingga kemitraan dapat terus berjalan.
 
 
Campur tangan pemerintah menyangkut kepentingan olahraga sangat dipengaruhi oleh ideologi negara, nilai, serta falsafah negara dan lembaga negara. Ideologi pertama adalah [[konservatisme]]. Ideologi konservatis menekankan kepada tradisi serta hal-hal yang sudah lumrah dan diterima secara umum. Pemerintahan yang konservatis cenderung membuat aturan bagaimana masyarakat seharusnya hidup, dan mensensor jika ada karya seni yang dinilai menyimpang dari aturan. Sisi positif dari pemerintahan yang konservatif dalam bidang olahraga adalah, jika ada pelanggaran seperti pelegalan minuman keras atau penggunaan doping, maka mereka tidak akan segan untuk menghukumnya. Selain itu, pemerintahan yang konservatif percaya bahwa sektor swasta merupakan salah satu kunci kemajuan sehingga mereka mendukung serta melindungi industri melalui regulasinya. Namun demikian, dalam pandangan pemerintah yang konservatif, olahraga merupakan perwujudan dari nilai-nilai sosial, tidak semata-mata hanya untuk mencari keuntungan. Ideologi yang kedua adalah [[reformisme]], atau biasa disebut dengan sosial demokrasi. Kaum reformis berpedoman pada kesejahteraan sosial dan kesetaraan. Pemerintahan yang reformis berusaha keras untuk menjadi sentral dalam segala urusan, dan kekuatan dari sentralisasi tersebut digunakan untuk mencapai rekayasa sosial secara positif. Kaum reformis menganggap bahwa olahraga dapat menjadi alat untuk pengembangan sosial dan karena berpedoman pada kesetaraan, maka mereka ingin agar olahraga menjadi bidang yang inklusif sehingga olahraga dapat diikuti oleh penyandang disabilitas, kaum migran yang berbicara dengan banyak bahasa, dan juga kaum perempuan. Kebijakan kaum reformis lebih mengarah kepada pengembangan olahraga di tingkat akar rumput masyarakat, bukan dikendalikan oleh kaum elit. Ideologi ketiga adalah neo liberalisme. Pemerintahan yang neo liberal memberikan kebebasan pada warganya untuk mengorganisir kehidupan sosial mereka serta berusaha mencari keuntungan tanpa campur tangan pemerintah. Pemerintahan neo liberal tidak mengutamakan perusahaan milik negara karena mereka menganggap bahwa privatisasi akan mencapai efisiensi dan keuntungan yang besar, terlebih lagi mereka pun menerapkan deregulasi industri. Pemerintahan yang berpaham neo liberal menganggap bahwa olahraga merupakan salah satu kendaraan untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah membuat suatu kebijakan olahraga terkait dengan kepentingan kaum elit untuk mengembangkan industri olahraga yang keuntungannya disalurkan untuk pengembangan komunitas olahraga. Ideologi yang keempat adalah [[sosialisme]]. Kaum sosialis beranggapan bahwa privatisasi serta pasar yang regulasinya tidak diatur oleh pemerintah akan mengakibatkan ketidaksetaraan ekonomi serta keterasingan kaum pekerja terhadap pekerjaannya. Mereka menganggap bahwa olahraga merupakan lembaga sosial yang sangat penting, dan peraturan mengenai olahraga sebaiknya ditetapkan oleh pemerintah untuk menciptakan keadilan. Selain itu, bantuan pemerintah pun sangat dibutuhkan dalam hal pengembangan serta perbaikan fasilitas olahraga.
Dukungan dari perusahaan sponsor sebaiknya tidak berhenti sampai acara olahraga selesai, kedua belah pihak semestinya menemukan jalan kembali agar bisa bekerjasama dalam waktu yang cukup lama, dan tidak ada salahnya untuk menggunakan teknologi terkini dalam mengembangkan kemitraan sehingga kerjasama menjadi lebih relevan dengan perkembangan jaman serta jauh lebih mengikat. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk membangun kemitraan jangka panjang. Pertama, membangun merek yang tepat untuk memastikan bahwa pemasran lebih tertarget dengan menyasar kelompok tertentu dengan cara yang benar. Kedua, menghitung nilai ROI (''Return On Investment)''/tingkat pengembalian. Analisis ini harus dilakukan dengan cermat untuk mencapai efisiensi pemasaran sehingga kemitraan dapat terus berjalan.<ref>{{Cite book|last=Shank|first=Matthew D|date=2015|url=https://www.google.co.id/books/edition/Sports_Marketing/G2evBAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=sport+marketing&pg=PA111&printsec=frontcover|title=Sports Marketing|location=New York|publisher=Routledge|isbn=978-1-315-79408-2|pages=101|url-status=live}}</ref>
 
Campur tangan pemerintah menyangkut kepentingan olahraga sangat dipengaruhi oleh ideologi negara, nilai, serta falsafah negara dan lembaga negara. Ideologi pertama adalah [[konservatisme]]. Ideologi konservatis menekankan kepada tradisi serta hal-hal yang sudah lumrah dan diterima secara umum. Pemerintahan yang konservatis cenderung membuat aturan bagaimana masyarakat seharusnya hidup, dan mensensor jika ada karya seni yang dinilai menyimpang dari aturan. Sisi positif dari pemerintahan yang konservatif dalam bidang olahraga adalah, jika ada pelanggaran seperti pelegalan minuman keras atau penggunaan doping, maka mereka tidak akan segan untuk menghukumnya. Selain itu, pemerintahan yang konservatif percaya bahwa sektor swasta merupakan salah satu kunci kemajuan sehingga mereka mendukung serta melindungi industri melalui regulasinya. Namun demikian, dalam pandangan pemerintah yang konservatif, olahraga merupakan perwujudan dari nilai-nilai sosial, tidak semata-mata hanya untuk mencari keuntungan. Ideologi yang kedua adalah [[reformisme]], atau biasa disebut dengan sosial demokrasi. Kaum reformis berpedoman pada kesejahteraan sosial dan kesetaraan. Pemerintahan yang reformis berusaha keras untuk menjadi sentral dalam segala urusan, dan kekuatan dari sentralisasi tersebut digunakan untuk mencapai rekayasa sosial secara positif. Kaum reformis menganggap bahwa olahraga dapat menjadi alat untuk pengembangan sosial dan karena berpedoman pada kesetaraan, maka mereka ingin agar olahraga menjadi bidang yang inklusif sehingga olahraga dapat diikuti oleh penyandang disabilitas, kaum migran yang berbicara dengan banyak bahasa, dan juga kaum perempuan. Kebijakan kaum reformis lebih mengarah kepada pengembangan olahraga di tingkat akar rumput masyarakat, bukan dikendalikan oleh kaum elit. Ideologi ketiga adalah neo liberalisme. Pemerintahan yang neo liberal memberikan kebebasan pada warganya untuk mengorganisir kehidupan sosial mereka serta berusaha mencari keuntungan tanpa campur tangan pemerintah. Pemerintahan neo liberal tidak mengutamakan perusahaan milik negara karena mereka menganggap bahwa privatisasi akan mencapai efisiensi dan keuntungan yang besar, terlebih lagi mereka pun menerapkan deregulasi industri. Pemerintahan yang berpaham neo liberal menganggap bahwa olahraga merupakan salah satu kendaraan untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah membuat suatu kebijakan olahraga terkait dengan kepentingan kaum elit untuk mengembangkan industri olahraga yang keuntungannya disalurkan untuk pengembangan komunitas olahraga. Ideologi yang keempat adalah [[sosialisme]]. Kaum sosialis beranggapan bahwa privatisasi serta pasar yang regulasinya tidak diatur oleh pemerintah akan mengakibatkan ketidaksetaraan ekonomi serta keterasingan kaum pekerja terhadap pekerjaannya. Mereka menganggap bahwa olahraga merupakan lembaga sosial yang sangat penting, dan peraturan mengenai olahraga sebaiknya ditetapkan oleh pemerintah untuk menciptakan keadilan. Selain itu, bantuan pemerintah pun sangat dibutuhkan dalam hal pengembangan serta perbaikan fasilitas olahraga. <ref>{{Cite book|last=Hoye|first=Rusell|date=2015|url=https://eclass.uoa.gr/modules/document/file.php/PHED398/Sport%20Management%20Readings/Sport%20Management%20Principles%20and%20Applications%204th%20Edition%20%5BDr.Soc%5D.pdf|title=Sport Management|location=New York|publisher=Routledge|isbn=978-1-315-73337-1|pages=21-23|url-status=live}}</ref>
 
 
 
 
Ada dua macam sumber pendanaan dalam industri olahraga yaitu dana yang berbentuk investasi untuk pengembangan modal, serta dana yang diperoleh dari kegiatan operasional. Investasi keuangan dapat berasal dari beberapa sumber. Pertama, hibah dari pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Kedua, pinjaman jangka pendek dan jangka panjang. Pinjaman ini tidak selalu berupa uang modal, bisa juga berupa fasilitas. Ketiga, keuangan ekuitas atau saham. Keempat, pendapatan yang ditahan berupa uang yang ditanamkan kembali ke dalam organisasi olahraga. Untuk organisasi olahraga nirlaba, pembayaran secara berkala tanpa dikenakan bunga merupakan hal wajib. Sementara itu, dana yang diperoleh dari kegiatan operasional dapat berasal dari berbagai sumber. Pertama, biaya keanggotaan yang berasal dari konsumen. Suatu organisasi olahraga mungkin memiliki beberapa tempat sebagai pusat kebugaran, pusat latihan, dan sebagainya. Kedua, dana yang diperoleh dari menjual produk dan jasa olahraga kepada penonton acara olahraga semisal cendera mata olahraga dan tiket. Ketiga, dana yang berasal dari pajak pemain. Keempat, penggalangan dana yang dapat berasal dari kegiatan tertentu semisal dansa, pelelangan perlengkapan olahraga. Selain itu, yang harus diperhatikan dari kegiatan operasional adalah ada beberapa hal yang dapat menjadi pengeluaran. Pertama, upah dan gaji staf administrasi serta pemain, baik yang bersifat kontrak maupun sementara. Kedua, jaminan sosial untuk staf; atau bisa juga biaya pelatihan staf. Ketiga, biaya pemasaran, baik secara langsung maupun secara daring. Keempat, biaya perawatan kantor. Kelima, biaya pemeliharaan arena olahraga. Keenam, perlengkapan para atlet seperti peralatan olahraga, kostum, perawatan kesehatan, biaya akomodasi. Baca di halaman selanjutnya, seperlunya saja yang dimasukkan. <ref>{{Cite book|last=Hoye|first=Rusell|date=2015|url=https://eclass.uoa.gr/modules/document/file.php/PHED398/Sport%20Management%20Readings/Sport%20Management%20Principles%20and%20Applications%204th%20Edition%20%5BDr.Soc%5D.pdf|title=Sport Management|location=New York|publisher=Routledge|isbn=978-1-315-73337-1|pages=219-222|url-status=live}}</ref>
 
 
Ada dua macam sumber pendanaan dalam industri olahraga yaitu dana yang berbentuk investasi untuk pengembangan modal, serta dana yang diperoleh dari kegiatan operasional. Investasi keuangan dapat berasal dari beberapa sumber. Pertama, hibah dari pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Kedua, pinjaman jangka pendek dan jangka panjang. Pinjaman ini tidak selalu berupa uang modal, bisa juga berupa fasilitas. Ketiga, keuangan ekuitas atau saham. Keempat, pendapatan yang ditahan berupa uang yang ditanamkan kembali ke dalam organisasi olahraga. Untuk organisasi olahraga nirlaba, pembayaran secara berkala tanpa dikenakan bunga merupakan hal wajib. Sementara itu, dana yang diperoleh dari kegiatan operasional dapat berasal dari berbagai sumber. Pertama, biaya keanggotaan yang berasal dari konsumen. Suatu organisasi olahraga mungkin memiliki beberapa tempat sebagai pusat kebugaran, pusat latihan, dan sebagainya. Kedua, dana yang diperoleh dari menjual produk dan jasa olahraga kepada penonton acara olahraga semisal cendera mata olahraga dan tiket. Ketiga, dana yang berasal dari pajak pemain. Keempat, penggalangan dana yang dapat berasal dari kegiatan tertentu semisal dansa, pelelangan perlengkapan olahraga. Selain itu, yang harus diperhatikan dari kegiatan operasional adalah ada beberapa hal yang dapat menjadi pengeluaran. Pertama, upah dan gaji staf administrasi serta pemain, baik yang bersifat kontrak maupun sementara. Kedua, jaminan sosial untuk staf; atau bisa juga biaya pelatihan staf. Ketiga, biaya pemasaran, baik secara langsung maupun secara daring. Keempat, biaya perawatan kantor. Kelima, biaya pemeliharaan arena olahraga. Keenam, perlengkapan para atlet seperti peralatan olahraga, kostum, perawatan kesehatan, biaya akomodasi. Baca di halaman selanjutnya, seperlunya saja yang dimasukkan
 
 
Sektor pemerintah
 
Secara umum, pemerintah mesti terlibat dalam bidang olahraga yang dapat menghasilkan manfaat secara sosial; ekonomi; serta politik. Sebagai contoh, kegiatan olahraga selain menyehatkan badan, juga dapat mempererat ikatan sosial. Hal tersebut pun dapat memacu aktivitas ekonomi. Bagi pemerintah, kegiatan olahraga mampu menumbuhkan rasa cinta tanahair dan kesetiakawanan antar sesama warganegara. Dengan adanya ikatan sosial semacam itu diharapkan masyarakat yang kompak dapat membantu pemerintah dalam mensukseskan program-program pembangunan negara. biar bagaimanapun juga, kebijakan pemerintah dalam olahraga sangat dibutuhkan. Pemerintah dapat berperan aktif mendukung olahraga dengan berbagai cara. Pertama, pemerintah memberikan dukungan dari segi dana serta sarana dan prasarana olahraga. Perbaikan dan pembangunan sarana olahraga bukan hanya sebagai fasilitas saja, tetapi sebagai persiapan menjadi tuan rumah kejuaraan olahraga. Kedua, pemerintah dapat terlibat dalam kegiatan pengembangan olahraga seperti pembangunan pusat pelatihan serta fasilitas kesehatan bagi atlet. Ketiga, pemerintah dapat menciptakan program-program yang mengarah kepada ajakan untuk menerapkan pola hidup sehat. Keempat, pemerintah melalui regulasinya dapat mengatur masalah penggunaan doping beserta sanksinya.<ref name=":3">{{Cite book|last=Smith|first=Aaron C.T|date=2015|url=https://www.google.co.id/books/edition/Introduction_to_Sport_Marketing/BnjfBQAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=sport+marketing&pg=PA168&printsec=frontcover|title=Introduction to Sport Marketing|location=Routledge|publisher=New York|isbn=978-1-315-77676-7|pages=20|url-status=live}}</ref>
 
 
Organisasi nirlaba
 
Keberadaan organisasi nirlaba atau swadaya masyarakat dapat mengisi celah antara swasta yang berorientasi kepada keuntungan dan pemerintah. Organisasi nirlaba harus pandai mencari dana secara mandiri karena tidak disokong oleh pemerintah, dan dalam menjalankan kegiatannya, organisasi tersebut memberdayakan para relawan.
 
Organisasi nirlaba
 
Keberadaan organisasi nirlaba atau swadaya masyarakat dapat mengisi celah antara swasta yang berorientasi kepada keuntungan dan pemerintah. Organisasi nirlaba harus pandai mencari dana secara mandiri karena tidak disokong oleh pemerintah, dan dalam menjalankan kegiatannya, organisasi tersebut memberdayakan para relawan.<ref name=":3" />
 
Biar bagaimanapun juga, organisasi nirlaba membutuhkan dana agar program-program organisasi dapat berjalan. Pengertian nirlaba dalam konteks ini bukan berarti tidak mencari keuntungan, namun prioritas utama organisasi bukanlah mencari keuntungan pribadi.<ref>{{Cite book|last=Hoye|first=Rusell|date=2015|url=https://eclass.uoa.gr/modules/document/file.php/PHED398/Sport%20Management%20Readings/Sport%20Management%20Principles%20and%20Applications%204th%20Edition%20%5BDr.Soc%5D.pdf|title=Sport Management|location=New York|publisher=Routledge|isbn=978-1-315-73337-1|pages=34|url-status=live}}</ref>
 
== Referensi ==