Najis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Yahra Trisma (bicara | kontrib)
Yahra Trisma (bicara | kontrib)
menambahkan isi teks dan menyertakan referensi
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor
Baris 37:
Menurut pendapat Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Qaul Jadid dari Mazhab Syafi'i dinyatakan bahwa hukum kenajisan air yang mengalir sama dengan air yang tenang. Mazhab Maliki dan Qaul Qadim dari Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa air yang mengalir tidak menjadi najis jika terkena benda najis selama air tersebut tidak mengalami perubahan sifat dalam jumlah sedikit maupun banyak. Pendapat ini didukung oleh Al-Ghazali, [[Abu Zakaria Muhyuddin an-Nawawi|Imam Nawawi]], dan [[Imam Al-Haramain]].{{Sfn|ad-Dimasyqi|2017|p=13}}
 
== Penajisan jenis hewan ==
 
=== Anjing ===
Baris 47:
=== Hewan selain anjing dan babi ===
Menurut pendapat Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi'i, najis dari hewan selain anjing dan babi tidak diulang sebanyak tujuh kali. Pembasuhan ini berlaku untuk bejana, pakaian dan [[tubuh manusia]]. Sedangkan sebagian besar pengikut Mazhab Hambali berpendapat bahwa basuhan wajib dilakukan sebanyak tujuh kali, kecuali najis tanah. Beberapa riwayat lain dari Mazhab Hambali menyebutkan pembasuhan hanya dilakukan tiga kali. Ada pula riwayat yang tidak mengharuskan pengulangan basuhan untuk najis dari hewan selain dari anjing dan babi.{{Sfn|Ad-Damasyqi|2017|p=15}}
 
== Penajisan bagian tubuh hewan ==
 
=== Kulit bangkai hewan ===
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa semua jenis [[kulit]] [[bangkai]] binatang hukumnya suci setelah penyamakan, kecuali kulit babi dan anjing. Mazhab Syafi'i juga menyetujui pendapat ini, tetapi menambahkan bahwa kulit bangkai binatang hasil silang dari anjing maupun babi dengan binatang lain tetap merupakan najis. Mazhab Maliki berpendapat bahwa kulit bangkai binatang tidak dapat menjadi suci, tetapi dapat digunakan untuk sesuatu yang basah. Dalam Mazhab Hambali, terdapat dua pendapat. Pendapat yang terbanyak adalah kulit bangkai tidak suci dan tidak digunakan untuk keperluan apapun. Hukumnya sama dengan daging bangkai. Sementara daari riwayat az-Zuhri, kulit bangkai dapat digunakan meski tanpa penyamakan sama sekali.{{Sfn|ad-Damasyqi|2017|p=15}}
 
Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hambali berpendapat bahwa binatang hasil sembelihan yang haram untuk dimakan, kulitnya tidak dapat digunakan untuk keperluan apapun. Ini karena hukum sembelihannya menjadi bangkai. Mazhab Maliki berpendapat bahwa kulit bangkai dapat digunakan, kecuali kulit babi. Sedangkan kulit anjing atau binatang buas lainnya menjadi suci ketika disembelih. Kesuciannya berlaku meskipun tidak mengalami penyamakan. Selain itu, kulitnya dapat diperjual-belikan dan dijadikan sebagai wadah air [[wudu]]. Sedangkan Mazhab Hanafi berpendapat bahwa seluruh bagian kulit dari anjing dan binatang buas lainnya adalah suci. Hanya dagingnya yang haram. Sedangkan Mazhab Maliki berpendapat bahwa dagingnya makruh untuk digunakan.{{Sfn|ad-Damasyqi|2017|p=15-16}}
 
=== Rambut dan bulu hewan ===
Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa rambut dan bulu dari bangkai selain manusia hukumnya najis. Mazhab Maliki berpendapat bahwa bulu binatang tidak pernah mati, sehingga hukumnya suci baik pada binatang yang halal maupun haram dimakan dagingnya. Kesucian bulu ini berlaku baik dalam keadaan masih hidup maupun setelah mati. Sedangkan menurut Mazhab Hambali dan Mazhab Hanafi, rambut dan bulu dari anjing dan babi adalah suci karena tidak bernyawa. Mazhab Hanafi menambahkan bagian lain yang juga suci, yaitu tanduk, gigi dan tulang. Dalam periwayatan [[Hasan al-Bashri]] dan al-Awza'i disebutkan bahwa semua rambut binatang adalah najis, namun dapt disucikan dengan dibasuh.{{Sfn|ad-Damasyqi|2017|p=16}}
 
== Penajisan manusia ==
 
=== Air kencing bayi ===
[[Urine|Air kencing]] bayi merupakan najis. Menurut Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanafi, air kencing dari bayi laki-laik yang masih meminum air susu ibu hanya dilakukan dengan memercikkan air di atas air kencing. Sedangkan najis dari air kecing bayi perempuan yang masih menyusui harus dibasuh atau disiram. Mazhab Maliki berpendapat bahwa air kencing bayi laki-laki dan bayi perempuan adalah najis dan keduanya dibersihkan dengan dibasuh. Sedangkan menurut mazhab Hambali, air kencing dari bayi perempuan yang masih menyusui adalah suci.{{Sfn|ad-Damasyqi|2017|p=15}}
 
== Referensi ==