Perda Syariah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bayu Fuller (bicara | kontrib)
Mayoritas dari perda syariah sudah tidak berlaku lagi pada hari sekarang kecuali di Aceh (qanun) menurut JDIH Nasional. Tulis baik yang masih berlaku maupun tidak berlaku
Bayu Fuller (bicara | kontrib)
Perda Syariah hanya dikeluarkan oleh DPRD Provinsi (Aceh). Tidak boleh ada lagi perda syariah diluar provinsi daerah ini karena tidak ada daerah khusus lain yang berstatus otonomi khusus Islam dan Perda perda sudah diperbaharukan oleh Jokowi di JDIH provinsi masing masing yang tidak mengandung perda syariah >>>>
Baris 1:
 
 
'''Perda Syariah''' atau '''perda bernuansa syariah''' adalah istilah untuk [[Daftar peraturan daerah di Indonesia berlandaskan hukum agama|peraturan daerah di Indonesia yang berlandaskan hukum agama Islam]]. Peraturan ini dihasilkan oleh pemerintah daerah dan [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|DPRD]] di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Kemunculannya dilatarbelakangi undang-undang otonomi daerah yang mengizinkan pemerintah daerah mengeluarkan [[Peraturan Daerah (Indonesia)|peraturan daerah]] (perda) selama tidak bertentangan dengan [[Peraturan perundang-undangan Indonesia#Jenis dan hierarki|undang-undang yang lebih tinggi]].<ref>{{Cite web|url=https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5bf79a82958d5/eksistensi-peraturan-daerah-syariah-di-indonesia/|title=Ulasan lengkap : Eksistensi Peraturan Daerah Syariah di Indonesia|website=hukumonline.com/klinik|language=Indonesia|access-date=2019-12-20}}</ref> Walaupun demikian, tidak terdapat definisi yang baku mengenai Perda Syariah dan penggunaan istilah ini menimbulkan bias. Perda Syariah tidak mengatur [[hukum pidana]], berbeda dengan [[Hukum jinayat di Aceh|penerapan syariat Islam di Aceh]].<ref>{{Cite web|url=https://www.nu.or.id/post/read/99382/perda-syariah-direktur-pascasarjana-uin-jakarta-tidak-masalah-|title=Perda Syariah, Direktur Pascasarjana UIN Jakarta: Tidak Masalah|website=www.nu.or.id|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://news.detik.com/berita/d-4308914/pdip-buat-kami-tidak-ada-namanya-perda-syariah|title=PDIP: Buat Kami Tidak Ada Namanya Perda Syariah|last=Wildansyah|first=Samsudhuha|website=detiknews|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://nasional.kompas.com/read/2013/01/11/10350759/Penyebutan.Perda.Syariah.Tidak.Tepat|title=Penyebutan Perda Syariah Tidak Tepat|last=Media|first=Kompas Cyber|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.antaranews.com/berita/42979/wapres-banyak-salah-pengertian-tentang-perda-syariah|title=Wapres : Banyak Salah Pengertian Tentang Perda Syariah|last=antaranews.com|date=2006-09-24|website=Antara News|access-date=2019-12-20}}</ref>
 
Perda Syariah marak sejak [[otonomi daerah]] diberlakukan. Para kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota) dianggap mendorong lahirnya peraturan berlandaskan agama demi kepentingan politik. Hal ini merupakan akibat [[Pemilihan kepala daerah di Indonesia|pemilihan kepala daerah secara langsung]] alih-alih terkait ideologi partai. Pada 2011, [[Tempo (majalah)|''Majalah Tempo'']] merilis setidaknya 63 kepala daerah telah menerbitkan perda bernuansa syariah dari tahun 1999 sampai 2009. Dari jumlah itu, hanya satu kepala daerah yang berasal dari partai Islam.<ref>{{Cite web|url=https://majalah.tempo.co/read/137615/syariah-sampai-ujung|title=Syariah Sampai Ujung|last=Tempomedia|date=2011-08-29|website=Tempo|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref>