Efek denominasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Erdemaju (bicara | kontrib)
Menambahkan materi
Erdemaju (bicara | kontrib)
Menambahkan materi dan rujukan.
Baris 17:
 
Profesor pemasaran Arul Mishra, Himanshu Mishra, dan Dhananjay Nayakankuppam melakukan satu studi pada tahun 2006 yang mendokumentasikan fenomena konsumen yang memiliki uang dengan nilai pecahan besar mengeluarkan pengeluaran lebih sedikit. Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan konsumen yang memiliki nilai pecahan uang yang lebih kecil.<ref name="Advances in Consumer Research">{{Cite journal|last=Mishra|first=Arul|last2=Mishra|first2=Himanshu|last3=Nayakankuppam|first3=Dhananjay|title=Money: a Bias For the Whole|url=http://www.acrwebsite.org/volumes/v34/500822_100201_v1.pdf|journal=Advances in Consumer Research|volume=34|page=166}}</ref> Dalam studi tersebut, disimpulkan bahwa kesulitan dalam transaksi membuat orang memberikan nilai yang lebih tinggi ketika uang dalam bentuk pecahan tunggal besar. Selain itu, studi tersebut menyimpulkan orang akan menilainya terlalu tinggi dan membuat orang tidak membelanjakannya jika dibandingkan dengan jumlah yang sama pada pecahan uang yang lebih kecil. Tidak seperti studi Arul Mishra dan rekannya yang mempelajari niat pembelian, Raghubis dan Srivastava meneliti keputusan pembelian yang sebenarnya.<ref>{{Cite journal|last=Raghubir|first=Priya|last2=Srivastava|first2=Joydeep|date=2009-12-01|title=The Denomination Effect|url=https://drive.google.com/file/d/1EXCUs3Xupa8tM9VbhSkWEU7jeGQY3f3T/view|journal=Journal of Consumer Research|volume=36|issue=4|pages=701, 702, 704, 706|doi=10.1086/599222|issn=0093-5301}}</ref>
 
Penelitian yang dilakukan Raghubir dan Srivastava di 2008 menemukan bahwa orang cenderung memakai metode pembayaran alternatif seperti kartu kredit dan ''gift card'' untuk berbelanja.<ref>{{Cite journal|last=Raghubir|first=Priya|last2=Srivastava|first2=Joydeep|date=2009-12-01|title=The Denomination Effect|url=https://drive.google.com/file/d/1EXCUs3Xupa8tM9VbhSkWEU7jeGQY3f3T/view|journal=Journal of Consumer Research|volume=36|issue=4|pages=701, 712|doi=10.1086/599222|issn=0093-5301}}</ref> Penelitian mereka didasarkan pada penelitian sebelumnya seperti penelitian oleh John Gourville pada 1998<ref>{{Cite journal|last=Gourville|first=John T.|date=1998-03-01|title=Pennies-a-Day: The Effect of Temporal Reframing on Transaction Evaluation|url=https://drive.google.com/file/d/1wH69RVL2s49f0YmxRVqoiQKH5HpKP6h-/view?usp=sharing|journal=Journal of Consumer Research|volume=24|issue=4|pages=395–408|doi=10.1086/209517|issn=0093-5301}}</ref> yang menunjukkan bahwa orang cenderung untuk menganalisis transaksi secara positif saat jumlah uang yang sama didistribusikan secara merata setiap hari, bukan pembayaran yang dilakukan sekaligus setiap tahun (''lump sumo'').
 
== Kesimpulan ==
Raghubir dan Srivastava menyimpulkan studi pertama bahwa orang cenderung berbelanja saat uang dengan nilai yang sama diwakili oleh nilai pecahan uang yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai pecahan uang tunggal yang besar. Dalam studi kedua, mereka menyimpulkan bahwa konsumen lebih suka menerima uang dalam pecahan besar dibandingkan dengan pecahan kecil ketika ada kebutuhan untuk mengontrol pengeluaran. Studi ketiga membuktikan keinginan individu untuk mengurasi rasa tidak nyaman yang terkait dengan pengeluaran uang mempengaruhi efek denominasi. Orang yang menganggap pecahan nilai uang yang besar kurang bisa menggantikan daripada pecahan nilai uang kecil yang bisa dipakai untuk mengontrol dan mengatur pengeluaran dapat menyebabkan efek denomisasi.<ref>{{Cite journal|last=Raghubir|first=Priya|last2=Srivastava|first2=Joydeep|date=2009-12-01|title=The Denomination Effect|url=https://drive.google.com/file/d/1EXCUs3Xupa8tM9VbhSkWEU7jeGQY3f3T/view|journal=Journal of Consumer Research|volume=36|issue=4|pages=701–713|doi=10.1086/599222|issn=0093-5301}}</ref>
 
Bersama dengan majalah ''[[Time]]'' di tahun 2009, Sean Gregory menjelaskan bahwa konsumen memandang pecahan nilai uang yang besar lebih berharga daripada pecahan nilai uang yang kecil dan cenderung "mengisolasi" uang tunai dalam pikiran mereka. Katanya, setiap pecahan kecil $20 kurang berharga dibandingkan pecahan $100 tunggal yang besar. Selain itu, dia menyatakan lebih mudah membelanjakan lima lembar $20 daripada menghabiskan satu lembar $100. Gregory juga menambahkan bahwa konsumen takut pecahan uang tunggal dengan nilai yang besar karena tidak akan bisa berhenti berbelanja memakai uang receh.<ref name="Time">{{Cite news|last=Gregory|first=Sean|date=27 Maret 2007|title=Want to Save Money? Carry Around $100 Bills|url=http://content.time.com/time/business/article/0,8599,1887485,00.html|publisher=Time|access-date=11 Maret 2022}}</ref>
 
Para peneliti menyatakan bahwa efek denominasi mungkin melibatkan pemaksaan batasan diri atau [[insentif]] untuk mengubah perilaku di masa depan. Selain itu, memiliki pecahan uang dengan nilai yang besar dapat berfungsi sebagai prakomitmen untuk mencegah dorongan untuk berbelanja menggunakan pecahan uang dengan nilai yang kecil.<ref>{{Cite news|last=Gregory|first=Sean|date=2009-03-27|title=Breaking News, Analysis, Politics, Blogs, News Photos, Video, Tech Reviews|url=http://content.time.com/time/business/article/0,8599,1887485,00.html|newspaper=Time|language=en-US|issn=0040-781X|access-date=2022-03-11}}</ref>
 
== Penerapan ==
Raghubir dan Srivastava percaya pengaruh denominasi pada keputusan pengeluaran memiliki implikasi pada [[kebijakan moneter]] dan kesejahteraan konsumen.{{Sfn|Raghubir|Srivastava|2009|p=712}} Raghubir menyarankan untuk menawarkan pecahan uang dengan nilai yang lebih kecil untuk mendorong pengeluaran. Dia juga mengusulkan peningkatan sirkulasi koin $1 dan memperkenalkan koin $2 di Amerika Serikat.<ref name="NPR">{{Cite news|date=12 Mei 2009|title=Why We Spend Coins Faster Than Bills|url=https://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=104063298|publisher=NPR|access-date=10 Maret 2022}}</ref>
[[Berkas:Stockmarket.jpg|jmpl|Efek denominasi berimplikasi pada jual beli saham.]]
Pada 2012, Gary Belsky dan Tom Gilovich dari majalah ''Time'' menyatakan penelitian Raghubir dan Srivastava konsisten dengan apa yang mereka sebut dengan ''mental accounting.'' Disebutkan juga bahwa uang kertas pecahan kecil cenderung dimasukkan ke ''"mental petty cash account"'' untuk dibelanjakan hal-hal sepele. Sebaliknya, uang kertas dengan pecahan yang lebih besar dianggap sebagai "uang nyata" dan cenderung dibelanjakan untuk hal-hal yang lebih penting.<ref name="Time - Bill size">{{Cite news|last=Gilovich|first=Tom|last2=Belsky|first2=Gary|date=26 Januari 2012|title=Why (Bill) Size Really Does Matter|url=http://business.time.com/2012/01/26/why-bill-size-really-does-matter/|publisher=Time|access-date=11 Maret 2022}}</ref> <ref name="Economic Times">{{Cite news|last=Riju|first=Dave|date=September 19, 2016|title=Going shopping? Don't fall for these 14 retailer tricks to make you spend more|url=http://economictimes.indiatimes.com/wealth/spend/going-shopping-dont-fall-for-these-14-retailer-tricks-to-make-you-spend-more/articleshow/54377119.cms|publisher=Economic Times|access-date=25 January 2017}}</ref>
 
Pada 2009, [[National Public Radio]] melaporkan bahwa ketika [[resesi]] memburuk, seorang pengusaha dari [[Sacramento, California|Sacramento]] memperhatikan bahwa orang-orang menggunakan lebih banyak koin daripada uang kertas di [[Mesin jual otomatis|mesin penjual otomatis]] kantornya. Pengusaha itu percaya konsumen merasakan kesulitan ekonomi dan menggunakan koin sebagai ganti uang kertas yang membuat mereka merasa lebih hemat.
 
Kolumnis di ''International Banker'', John Manning menyatakan efeknya muncul di bidang keuangan ketika unit nilai aset memperlihatkan kecenderungan investor untuk membelanjakan lebih sedikit ketika diberikan dalam jumlah yang lebih besar. Manning megambil contoh ''stock split'' dan menyarankan jumlah saham dinaikkan dengan rasio tertentu serta dikurangi harganya dengan faktor yang sama sehingga total nilai ekuitas perusahaan tetap sama. ''Stock split'' dilakukan sebagian besar akibat efek denominasi karena diyakini bahwa harga saham yang lebih murah dapat meningkatkan permintaan saham.<ref name="International Banker">{{Cite news|last=Manning|first=John|date=24 Juni 2016|title=Cognitive Bias Series: 6. The Denomination Effect|url=https://internationalbanker.com/brokerage/cognitive-bias-series-6-denomination-effect/|publisher=International Banker|access-date=11 Maret 2022}}</ref>
 
== Referensi ==