Undang-Undang Pornografi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k Suntingan 121.52.45.8 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Ndrasen
Baris 94:
RUU Pornografi dianggap sebagai bentuk intervensi negara dalam mengontrol persoalan moralitas kehidupan personal [[warga negara]], sehingga dapat menjebak negara untuk mempraktikkan [[politik]] totalitarianisme. RUU Pornografi melihat perempuan dan anak-anak sebagai pelaku tindakan pornografi yang dapat terkena jeratan [[hukum]], dan menghilangkan konteks persoalan yang sebenarnya menempatkan perempuan dan anak-anak sebagai korban dari obyek eksploitasi. RUU pornografi akan menempatkan [[perempuan]] dan [[anak-anak]] sebagai [[korban]] yang kedua kalinya. Mereka menjadi korban dari praktik pemerasan sistem [[kapitalisme]] sekaligus korban tindakan represi [[negara]].
 
Selain mendiskreditkan perempuan dan anak-anak, RUU pornografi secara sistematik juga bertentangan dengan landasan kebhinekaan karena mendiskriminasikan pertunjukan dan seni budaya tertentu dalam kategori seksualitas dan pornografi.aaaaaaaa
 
Dari sudut pandang hukum, RUU Pornografi dinilai telah menabrak batas antara ruang hukum publik dan ruang hukum privat. Hal ini tercermin dari penggebirian hak-hak individu warga yang seharusnya dilindungi oleh negara sendiri. Seharusnya persoalan yang diatur RUU ini adalah masalah yang benar-benar mengancam kepentingan publik, seperti komersialisasi dan eksploitasi seks pada perempuan dan anak, penyalahgunaan materi pornografi yang tak bertanggung jawab, atau penggunaan materi seksualitas di ruang publik. Selain tidak adanya batas antara ruang hukum publik dan privat, RUU Pornografi bersifat kabur (tidak pasti) sehingga berpotensi multitafsir. Pasal 1 angka 1 mengungkapkan ...membangkitkan hasrat seksual. Isi pasal ini bertentangan dengan asas lex certa dimana hukum haruslah bersifat tegas.