Kradenan, Purwoharjo, Banyuwangi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wadya Bala (bicara | kontrib)
Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Wadya Bala (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 30:
Desa Keradenan, sekarang berubah penyebutan menjadi Kradenan adalah sebuah desa tua yang dihuni penduduk asli Balambangan di daerah paling selatan.
 
Dalam Babad Tawangalun, diceritakan bahwa Kangjeng Susuhunan Prabu Agung Tawangalun II (1655-1691) memiliki beberapa anak, diantaranya adalah; MasP.S. Sasranegara (raja 1691), P. Macanagara, Mas Macanapura (raja 1691-1697), dan si bungsu MasP. Arya Gajah Binarong/Ki Ajar Gunung Srawet.
 
Arya Gajah Binarong memiliki putera-puteri diantaranya adalah; Bagus Dalem Prabayeksa/Ki Tulup Watangan dan Ki Gajah Anguli penguasa desa Jajar. Selanjutnya dalam Babad Bayu disebut bahwa Ki Tulup Watangan menjadi penguasa wilayah Pruwa, dan dalam Suluk Balumbung disebutkan bahwa Ki Tulup Watangan memiliki anak diantaranya; Raden Mas Purawijaya penguasa di Keradenan dan ayah dari Ki Jalasutra.
(1) Raden Mas Purawijaya penguasa di Keradenan dan ayah dari Ki Jalasutra,
(2) Sayu Sukesih isteri Agung Wilis,
(3) Bagus Dalem Jayaningrat/Buyut Jati penguasa di Gumukjati dan ayah dari Sayuwiwit.
 
Di Babad Bayu disebutkan juga bahwa Bekel desa Keradenan yang terlibat bersama Mas Rempeg melawan VOC dalam Perang Bayu (1771-1772) adalah Ki Jalasutra.
 
Dari sumber-sumber itu dapat diketahui bahwa; Ki Jalasutra (pahlawan Keradenan dalam Perang Bayu) adalah putera dari Raden Purawijaya (penguasa Keradenan), putera dari Bagus Dalem Prabayeksa/Ki Tulup Watangan (penguasa daerah Pruwa), putera dari Mas Arya Gajah Binarong (Ki Ajar Gunung Srawet), putera dari Susuhunan Prabu Agung Tawangalun II.
 
Desa Keradenan adalah pengembangan dari Kemantren Benculuk yang dipimpin oleh Raden Purawijaya, dan setelah Raden Purawijaya meninggal, kepemimpinan disana diteruskan oleh puteranya Ki Jalasutra.
 
*= RADEN PURAWIJAYA* =
Kerajaan Balambangan memiliki wilayah yang membentang dari Demong/Besuki dan Puger di barat hingga ke Selat Balambangan di timur. Tahun 1760an, di bawah kepemimpinan Prabu Jingga Danuningrat (1736-1763) kerajaan Balambangan terpecah dalam tiga faksi politik. Faksi Balambangan dipimpin Patih Sutanagara, Faksi Mengwi dipimpin oleh Patih Agung Wilis, dan Faksi Banger-VOC dipimpin Wedanagung Mas Bagus Tepasana.
 
Mas Bagus Tepasana mempengaruhi Putera Mahkota Mas Anom Sutajiwa sehingga kebijakan raja lebih memihak pada VOC, sedangkan faksi Mengwi sangat anti VOC.
 
Dari Babad Blambangan karya Winarsih, Nagari Tawon Madu karya I Made Sudjana, Sejarah Kerajaan Blambangan karya Samsubur, dan dari Perebutan Hegemoni Blambangan karya Sri Margana dapat kita simpulkan bahwa Mas Bagus Tepasana adalah menantu dari Tumenggung Jayalelana II Bupati Banger dan sekutu Panembahan Cakraningrat V dari Madura. Sang Panembahan sendiri adalah orang kepercayaan Gezaghebber Hendrik Breton.
 
VOC yang yang sudah lama ingin menguasai Balambangan segera memanfatkan Mas Bagus Tepasana dan Mas Anom Sutajiwa untuk bisa ikut campur dalam konflik politik di Balambangan tersebut.
 
Saat itu memang seluruh kerajaan-kerajaan di Jawa telah takluk pada kompeni Belanda, kecuali Balambangan. Karena itu, Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Petrus Albertus van der Parra memerintahkan agar sesegera mungkin Balambangan ditaklukkan.
 
Babad Besuki menyebutkan kedatangan Ki Abdurrahman Abbas membuka Hutan Besuki dan penolakan dari Bupati Balambangan di Sentong, Tumenggung Wiabrata. Belakangan Ki Abdurrahman Abbas menyerahkan tanah itu pada Tumenggung Jayalelana II di Banger. Sejak itu Balambangan kehilangan Demong/Besuki, Agung Wilis sangat mengecam keras lemahnya pemerintahan sang kakak.
 
VOC bekerjasama dengan Mas Bagus Tepasana dan Mas Anom Sutajiwa untuk menghasut Prabu Jingga Danuningrat agar memecat Patih Agung Wilis dan mengangkat patih baru, yakni; (1) Mas Anom Sutajiwa sebagai Patih Kiwa dan (2) Mas Sutanegara, sebagai Patih Tengen, untuk memudahkan usaha VOC menguasai Balambangan.
 
Dan sejak itulah pemerintahan Prabu Jingga Danuningrat menghadapi ketidakpercayaan dari rakyatnya sendiri karena Sang Raja mulai bekerjasama dengan VOC.