Tionghoa Padang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Sejarah: + |
|||
Baris 16:
== Sejarah ==
=== Kedatangan awal ===
Seperti di daerah lainnya di [[Nusantara]], keberadaan orang Tionghoa di Padang tidak lepas dari fenomena diaspora atau keluarnya orang Tionghoa dari tanah kelahiran mereka untuk tujuan perdagangan. Walaupun tidak ada catatan pasti kapan orang Tionghoa pertama tiba di Padang, mereka diperkirakan telah tiba di [[Pesisir Barat Sumatra|pantai barat Sumatra]] pada abad ke-17, mendahului kedatangan bangsa Belanda dan Inggris. Mereka datang dari [[Banten]], yang kala itu menjadi pusat perdagangan di Nusantara.{{sfnp|Christine Dobbin|2016|pp=[https://books.google.co.id/books?id=JzR6DQAAQBAJ&pg=PT152&dq=Islamic+Revivalism+%22before+the+dutch+and+the+english%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwio7aK-1broAhWYF3IKHbP8AEEQ6AEIKDAA#v=onepage&q=Islamic%20Revivalism%20%22before%20the%20dutch%20and%20the%20english%22&f=false 134]|ps=: "''Before the Dutch and the English came to Sumatra for pepper, Chinese pepper traders had been visiting west Sumatra from their commercial base at Banten.''"}} Pada tahun 1630-an, diketahui telah banyak bersandar kapal-kapal Tionghoa di sekitar perairan pantai barat Sumatra. Di antara kota yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal Tionghoa adalah [[Kota Pariaman|Pariaman]]. Di daerah tersebut, orang Tionghoa menjual kebutuhan-kebutuhan pokok, terutama [[Garam dapur|garam]]. Namun, kebanyakan mereka hanyalah agen dari pedagang Tionghoa yang ada di Banten.{{sfnp|Christine Dobbin|2016|pp=[https://books.google.co.id/books?id=JzR6DQAAQBAJ&pg=PT152&dq=%22Very+few+of+these+Chinese+traded+with+their+own+capital%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjT99XY17roAhVWAXIKHVEbDBkQ6AEIKDAA#v=onepage&q=%22Very%20few%20of%20these%20Chinese%20traded%20with%20their%20own%20capital%22&f=false 134–135]|ps=: "''Very few of these Chinese traded with their own capital, and they had meagre capital resources; they were generally agents for Banten Chinese, who in turn operated a commenda trade using money and goods supplied by merchants in China and, later on, by Europeans in Banten.''"}} Pada tahun 1633, dilaporkan telah ada orang Tionghoa yang menetap di Pariaman.{{sfnp|Christine Dobbin|2016|pp=[https://books.google.co.id/books?id=JzR6DQAAQBAJ&pg=PT152&dq=%221630s+their+vessels+were+reported+to+be+swarming%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjy2rL_1rroAhWXXSsKHb_ZCO8Q6AEIKDAA#v=onepage&q=%221630s%20their%20vessels%20were%20reported%20to%20be%20swarming%22&f=false 134]|ps=: "''In the 1630s their vessels were reported to be swarming to the coast in search of pepper, and it seems likely that there were Chinese settled at Pariaman to act as agents for their compatriots; certainly they were reported to be established there in 1663.''"}}
Baris 26 ⟶ 24:
=== Menjadi mitra datang Belanda ===
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Handelskade_Padang_TMnr_60038892.jpg|jmpl|270x270px|
Seiring waktu, orang Tionghoa mulai memegang pengaruah dalam perniagaan di Padang. Mereka menjalin hubungan kerja sama dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), perusahaan dagang Belanda. Hubungan mereka kian lama kian erat karena adonya keuntuangan yang sama-sama diperoleh. VOC yang tidak memiliki banyak pegawai di Padang memberi hak kepada pihak swasta untuk memungut pajak impor dan ekspor. Banyak di antara pihak swasta yang mendapat hak ini adalah orang Tionghoa. Pada tahun 1785, seorang Kapitan Cina bernama Lau Ch'uan-ko memegang hak memungut pajak di Padang.{{sfnp|Christine Dobbin|2016|pp=[https://books.google.co.id/books?id=JzR6DQAAQBAJ&pg=PT154&dq=%22In+1785+the+farm+for+collecting+import+and+export+duties+at+Padang+%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjG_6nV4rroAhVs7HMBHa2_BFYQ6AEIKDAA#v=onepage&q=%22In%201785%20the%20farm%20for%20collecting%20import%20and%20export%20duties%20at%20Padang%20%22&f=false 136a]|ps=: "''In 1785 the farm for collecting import and export duties at Padang was sold to the Captain Chinese, Lau Ch'uan-ko.''"}} Ketika perniagaan emas di Minangkabau makin merosot, pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1790 menyatujui untuk menerimo mata uang orang Tionghoa sebagai pembayar persentase tertentu (dalam hal penjualan kain) untuk Belando. Sementara itu, orang Minangkabau masih bergantung pada emas sebagai alat tukar. Diterimanya mata uang Tionghoa sabagai alat tukar membuat orang Tionghoa makin diuntungkan.{{sfnp|Christine Dobbin|2016|pp=[https://books.google.co.id/books?id=JzR6DQAAQBAJ&pg=PT177&dq=%22singapore+and+in+particular+raw+silk%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjulOCU5rroAhWbbX0KHZlfC4gQ6AEIKDAA#v=onepage&q=%22singapore%20and%20in%20particular%20raw%20silk%22&f=false 136b]|ps=: "''With the decline of the gold trade, it was agreed by the Batavia government in 1790 to accept specie for a certain percentage of the company's cloth sales at Padang, so that the cloth trade would not be totally paralysed by the absence of gold. This too benefited the Padang Chinese, who were the only group at the port with access to specie, and enabled them now to act as brokers in the company's cloth trade, bypassing the Minangkabau brokerage system which relied on exchanging gold for cloth.''"}}
Baris 34 ⟶ 32:
Panjang ke Kayutanam dan mengangkut garam dan barang-barang lainnya dalam perjalanan baliknya.
.''"}} Waktu itu, sarana transportasi hanya didukung oleh jalan setapak. Jalan darat dan jalur kereta api belum dibangun. Angkutan transportasi yang digunakan Lie Saay berupa [[padati]] yang ditarik oleh kuda. Dalam perjalanan, Lie Saay didampingi kakaknya, [[Lie Maa Toon]] yang ahli bela diri [[kungfu]] sebagai pengawal. Sesudah sarana transportasi dibangun, Lie Saay pindah ke Padang dan diangkat menjadi [[Kapitan Cino]] pada tahun 1860.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=46c|ps=: "''Perusahaan ekspedisi Lie Saay membawa hasil bumi mengunakan pedati (gerobak) kuda melewati lereng Lembah Anai di bawah pengawalan kakaknya Lie Maa Toon yang bisa bela diri kungfu. Perusahaan ekspedisi ini berkembang hingga dibangun jalan darat dan jalur kereta api.''"}}{{sfnp|Rusli Amran|1988|pp=[https://books.google.co.id/books?id=3mseAAAAMAAJ&q=%22+Lie+Saay+adalah+yang+pertama+setelah+keluar+surat+keputusan+tersebut%22&dq=%22+Lie+Saay+adalah+yang+pertama+setelah+keluar+surat+keputusan+tersebut%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjr8Jjs1sHoAhUJbisKHU9BAuIQ6AEIKjAA 31]}}
=== Akhir pemerintahan kolonial Belanda ===
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gezicht_over_Padang_TMnr_60004079.jpg|al=|jmpl|270x270px|Kemajuan Padang yang semula hanya kampung nelayan menjadi pusat perniagaan dan pemerintahan di Sumatra menyebabkan daerah ini rami dikunjungi para pandatang, termasuk orang Tionghoa.]]
Pada tahun 1865, jumlah orang Tionghoa di Padang adalah 2.973 orang. Pada tahun 1874, 10% dari populasi penduduk Padang yang ketika itu berjumlah sekitar 25.000 orang adalah orang Tionghoa.{{sfnp|Freek Colombijn|1994|pp=[https://books.google.co.id/books?id=8bfZAAAAMAAJ&q=%22Padang+was+a+second-rank+port+on+the+*%22&dq=%22Padang+was+a+second-rank+port+on+the+*%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjMoPX_2rroAhXGR30KHR56BA8Q6AEIKDAA 134]|ps=: "''In 1666 the Dutch made Padang their headquarters on Sumatra's west coast and built a fortress.''"}} Pada tahun 1878, jumlah orang Tionghoa di Padang adalah 2.640 orang. Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 1865. Pada tahun 1880, jumlah orang Tionghoa di Padang kembali meningkat menjadi 3.468 urang.{{sfnp|Elizabeth E. Graves|2007|pp=92-93}}{{sfnp|Erniwati|2007|pp=38}}
Melihat jumlah orang Tionghoa di Padang yang cenderung bertambah, pemerintahan kolonial Belanda mengambil kebijakan untuk menata permukiman di Padang. Penataan ini mengikui kebijakan Besluit No. 758 yang ditandatangani oleh Gubernur Pantai Barat Sumatra tanggal 30 Oktober 1884 tentang Penetapan Wilayah untuk Orang Tionghoa di Kota Padang. Lantaran populasi orang Tionghoa terus meningkat, begitu pula orang asiang lainnya, peraturan tahun 1884 ini diperbarui dengan Beslit No. 34 tanggal 3 Februari 1891. Dalam peraturan baru, wilayah orang Tionghoa diperluas sampai memasuki daerah [[Belakang Tangsi, Padang Barat, Padang|Balakang Tangsi]].{{sfnp|Erniwati|2007|pp=68|ps=: "''Lama-kelamaan lokasi perkampungan Tionghoa semakin berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah orang Tionghoa yang bermukim. Di Padang, perluasan permukiman Tionghoa ini sampai ke daerah Belakang Tangsi...''"}}{{sfnp|Padangkita.com|23 Oktober 2017}}{{sfnp|Mardanas Safwan|1987|pp=101}} Di sini, seorang pedagang Cino bernamo [[Gho Lam San]] membuka sebuah pasar berseberangan dengan bekas pasar milik perusahaan orang Minangkabau [[Badu Ata & Co.]] yang terbakar pada tahun 1882.{{sfnp|Freek Colombijn|1994|pp=[https://books.google.co.id/books?id=8bfZAAAAMAAJ&q=%22THE+RICH+LIE+SAAY+OPENED%22&dq=%22THE+RICH+LIE+SAAY+OPENED%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjAoJXHrr_oAhXNfX0KHbxRAnIQ6AEIKjAA 235]|ps=: "''Badu Ata & Co. started their second market-place in the Belakang Tangsi area, further north. It was successful until destroyed by fire in 1882. Immediately afterwards the Chinese Gho Lam San opened a new market next to the charred remains of Badu Ata & Co.''"}}{{sfnp|Rusli Amran|1988|pp=[https://books.google.co.id/books?id=3mseAAAAMAAJ&q=%22Gho+Lam+San.%22&dq=%22Gho+Lam+San.%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiBj9Lsqr_oAhUFdCsKHekxA4AQ6AEINTAB 23]}}
Pada tahun 1900, pemerintahan kolonial Belanda melonggarkan izin masuk orang Tionghoa di [[Hindia Balando]]. Kebijakan ini berpengaruh terhadap jumlah orang Tionghoa di Padang.{{sfnp|Freek Colombijn|1994|pp=[https://books.google.co.id/books?id=8bfZAAAAMAAJ&q=%22the+last+one+after+the+Dutch+government+%27+s*%22&dq=%22the+last+one+after+the+Dutch+government+%27+s*%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiR8Li1-c_oAhXadCsKHXcTAYYQ6AEIKDAA 55b]|ps=: "''Chinese have come to Indonesia in several waves of migration, the last one after the Dutch government's relaxation on Chinese entry after 1900.''"}}{{sfnp|Erniwati|2007|pp=62|ps=: "''Imigran Cina yang datang menjelang akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 (1930-an) merupakan migrasi yang dilakukan secara massal.''"}} Jumlah orang Tionghoa pada tahun 1905 adalah sebanyak 5.000 orang, lalu meningkat menjadi 6.765 orang pada tahun 1920, dan meningkat lagi menjadi 8.516 orang pada tahun 1930.{{sfnp|Elizabeth E. Graves|2007|pp=92-93}}{{sfnp|Erniwati|2007|pp=38}}<ref>http://repository.unp.ac.id/1227/1/MESTIKA%20ZED_213_11.pdf</ref> Peningkatan jumlah orang Tionghoa Padang antara tahun 1905 sampai 1930 sejalan dengan gelombang migrasi massal yang dilakukan oleh orang Tionghoa.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=40|ps=: "''Pada tahun 1930 ditemukan 51% perantauan Cina berasal dari keturunan ke tiga yang terdiri dari 80% Hokkian, 15% Kwongfu, 2% Hakka, dan 3% dari suku lainnya. Dari perkiraan penduduk tahun 1930 terlihat bahwa penduduk Cina Padang mayoritas berasal dari kelompok bahasa Hokkian yang tergolong ke dalam pedagang yang berasal dari Amoy.''"}}
== Hubungan antaretnis ==
|