Albert Hermelink Gentiaras: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tian x-way (bicara | kontrib) |
Tian x-way (bicara | kontrib) |
||
Baris 53:
=== Karya dan misi ===
[[Berkas:Mgr. Hermelink di Pringsewu, 1935.png|250px|jmpl|kiri|Pastor Hermelink (berdiri paling belakang), bersama adik perempuannya yang juga seorang biarawati, Suster M. Adeline Hermelink, FSGM di [[Pringsewu]], [[Lampung]] pada tahun 1935.]]
[[Berkas:Tahbisan Uskup Mgr. Hermelink.jpg|
Romo Kanjeng, demikian ia sering dipanggil umatnya, tiba di [[Indonesia]] tahun [[1926]]. Ia bersama dengan lima suster dari ordo Fransiskanes charitas roosendal, berkarya di Talang Jawa, [[Palembang]]. Pada tahun [[1928]], Romo Kanjeng tiba di [[Kota Bandar Lampung|Tanjung Karang]]. Saat itu, ia berkarya sebagai [[pastor]] pembantu prefek apostolik, Pastor HJD van Oort SCJ. Pada tahun yang sama atas saran dari Pastor FX Strater SJ, ia berangkat ke [[Yogyakarta]] belajar [[Bahasa Jawa]]. Sekembalinya dari [[Yogyakarta]] pada tahun [[1929]], Romo Kanjeng mendapatkan tugas mengajar di [[Holland Chineesche School]] (HSC) di [[Teluk Betung]]. Tahun [[1930]], ia bertugas di sebagai [[pastor]] di Tanjungsakti. Satu tahun kemudian, Romo Kanjeng untuk sementara waktu diangkat menggantikan Pastor HJD van Oort SCJ, sebagai Pro-prefek di [[Kota Bandar Lampung|Tanjung Karang]]. Tahun [[1932]], Romo Kanjeng menetap di [[Pringsewu]]. Ia meletakkan dasar misi gereja [[Katolik]] di [[Pringsewu]]. Pada masa penjajahan Jepang, Romo Kanjeng bersama [[pastor]] lain dan para suster diinternir di penjara Lebak Budi, Bandar Lampung. Pengasingannya pun terus berpindah-pindah hingga terakhir di kamp Belalau, [[Lubuk Linggau]]. Setelah [[Indonesia]] merdeka, Romo Kanjeng dan pastur lainnya pun dibebaskan. Ia menetap dan berkarya di Talang Jawa. Pada tahun 1949, Romo Kanjeng kembali ke Tanjung Karang. Dua tahun kemudian kembali ke rumah lamanya di Pasturan [[Pringsewu]]. Pada tahun 1952, ia diangkat sebagai Prefek Apostolik Tanjung Karang. Ia dilantik oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia Mgr. Jonge de Ardonye SCJ. Tahun 1953, Romo Kanjeng menjadi warga negara Indonesia. Namanya bertambah dengan nama belakang Gentiaras.<ref>http://regional.kompas.com/read/2010/07/18/14131157/Romo.Kanjeng.Baik.kepada.Semua.Orang</ref>
|