== Musik ==
[[Musik]] pengiring di dalam tari tanggai merupakan sebuah [[musik]] yang menggabungkan sebuah [[instrumental]] yang digarap oleh [[komponis]] dan sekaligus diiringi oleh beberapa [[gendang]] dan satu buah [[gong]] yang berperan sebagai ritem/ritme.<ref name="q"/>{{id}} {{cite journal|author=|year=|title=Tari Tanggai Sumatra Selatan|url=http://tari-kotaku.blogspot.com/p/tari-tanggai-tanggai-dibawakan-pada.html|format=|journal=|volume=|issue=|pages=|doi=|id=|accessdate=26 April 2014|month=}}
Iringan [[instrumental]] di dalam tari tanggai sendiri, menggambarkan nuansa [[melayu]] dan tidak meninggalkan [[warna]] atau [[rasa]] dari [[musik daerah|musik daerah Palembang]].<ref name="q"/>
== Sejarah ==
Pada zaman dahulu, tari tanggai dipersembahkan terhadap [[siwa|dewa siwa]] dengan membawa sesajian yang berisi [[buah]] dan beraneka ragam [[bunga]], karena tari tanggai pada masa ini tari tanggai merupakan tari yang di sakralkan atau di sucikan karena fungsinya sebagai pengantar persembahan terhadap dewa-dewa dalam kepercayaan [[Buddha]] dan tidak boleh ditarikan sembarangan.<ref name="q">{{id}} {{cite journal
| author =
| year =
| month =
| title = Tari Tanggai Sumatra Selatan
| journal =
| volume =
| issue =
| pages =
| doi =
| id =
| url = http://tari-kotaku.blogspot.com/p/tari-tanggai-tanggai-dibawakan-pada.html
| format =
| accessdate = 26 April 2014
}}
</ref> Tari Tanggai yang ada di [[Palembang]] memiliki banyak kesamaan dengan tarian yang ada di [[China]].<ref name="q" /> Ini disebabkan karena pada zaman dahulu di [[Sumatra Selatan]] ada sebuah kerajaan yang dibangunan oleh generasi Raja [[Syailendra]] yang memeluk agama [[Buddha]].<ref name="q"/> Secara tidak langsung, tarian Tanggai ini pun diajarkan karena tari ini berfungsi sebagai tari pemujaan dan persembahan dalam kepercayaan agama [[Buddha]].<ref name="q"/>
Pada zaman penjajahan [[Belanda]], Pemerintah [[Belanda]] tidak memperbolehkan [[perempuan]] untuk [[tari|menari]], sehingga hanya [[laki-laki]] yang boleh [[tari|menari]] dan pada kemudian hari mereka tertarik dengan tanggai, maka pada tahun [[1920]] mereka menggunakan tanggai dan sekapur sirih (sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau yang di jadikan satu, yang disusun dalam sebuah tepak sirih) yang berfungsi sebagai tari sambut yang dinamakan Tari Tepak atau Tari tanggai.<ref name="a">{{id}} {{cite journal
| author =
| year =
| month =
| title = Sejarah Tari Tanggai
| journal =
| volume =
| issue =
| pages =
| doi =
| id =
| url = http://arif-fkipkesenianpgripalembang.blogspot.com/2013/01/sejarah-tari-tanggai.html
| format =
| accessdate = 27 April 2014
}}
Pada zaman penjajahan [[Jepang]], tari ini tidak boleh ditampilkan, maka penjajah [[Jepang]] memita [[Sukainah Rozak]] selaku Putri [[karesidenan|karesidenan Palembang]] untuk menciptakan garakan [[Tari Gending Sriwijaya]].<ref name="a"/> Sedangan [[syair]] [[lagu]] dari [[Tari Gending Sriwijaya]] diciptakan oleh [[Nung Cik AR]], dan [[musik]] [[Tari Gending Sriwijaya]] di ciptakan oleh [[Dahlan Mahibat]].<ref name="a"/>
Pada tahun [[1965]] terjadi pemberontakan [[PKI]] dan pencipta [[syair]] tersebut, yakni [[Nung Cik AR]] disinyalir merupakan anggota [[PKI]] sehingga ia ditangkap dan [[Tari Gending Sriwijaya]] pada saat itu tidak boleh ditampilkan.<ref name="a"/> Namun, dikarenakan banyaknya ''Tamu Kehormatan Negara'' dan ''Pejabat Negara'' yang datang ke [[Palembang]] dan tidak adanya [[tari]]an yang biasa digunakan untuk menyambut [[tamu|tamu-tamu]] yang datang, maka ibu [[Elly Rudi]] menciptakan tari yang berjudul Tari Tanggai dan ibu [[Anna Kumari]] menciptakan tari yang berjudul tari Tepak Kraton.<ref name="a"/>
== Referensi ==
|