Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Javier1406 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 7:
Indonesia adalah [[negara kesatuan]] dengan bentuk pemerintahan [[republik]], dengan [[Dewan Perwakilan Rakyat]], [[Dewan Perwakilan Daerah]] dan [[Presiden Indonesia|Presiden]] yang dipilih secara langsung.
 
[[Ibu kota negara Indonesia]] adalah [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. [[Pemindahan ibu kota Indonesia (2019–sekarang)|Pemindahan ibu kota]] telah diusulkan oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 2019 dan pada 18 Januari 2022, pemerintah menetapkan [[Ibu Kota Nusantara|Nusantara]] yang berada di [[Kabupaten Penajam Paser Utara|Penajam Paser Utara]] untuk menggantikan [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] sebagai ibu kota negara.
 
Indonesia berbatasan darat dengan [[Malaysia]] di [[Pulau Kalimantan]] dan [[Pulau Sebatik]], dengan [[Papua Nugini]] di [[Pulau Papua]] dan dengan [[Timor Leste]] di [[Pulau Timor]]. Negara tetangga lainnya yang berbatasan dengan laut adalah [[Singapura]], [[Filipina]], [[Australia]], dan wilayah persatuan [[Kepulauan Andaman dan Nikobar]] di [[India]].
Baris 20:
{{lihatpula|Sejarah nama Indonesia}}
Kata "Indonesia" berasal dari [[bahasa Yunani]] kuno yaitu ''Indus'' yang merujuk kepada sungai [[Indus]] di [[India]] dan ''nesos'' yang berarti "pulau".<ref name="EcoSeas1">{{cite book|last=Tomascik|first=T.|last2=Mah|first2=A.J.|year=1997|url=https://www.google.co.id/books/edition/The_Ecology_of_the_Indonesian_Seas_Part/cvPaAAAAMAAJ|title=The Ecology of the Indonesian Seas – Part One|location=Hong Kong|publisher=Periplus Editions Ltd.|isbn=962-593-078-7|url-status=live}}</ref> Jadi, kata Indonesia berarti wilayah "kepulauan India", atau kepulauan yang berada di wilayah Hindia; ini merujuk kepada persamaan antara dua bangsa tersebut (India dan Indonesia).<ref name="indoety">{{cite news|last=Anshory|first=Irfan|date=16 Agustus 2004|title=Asal Usul Nama Indonesia|url=http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/16/0802.htm|dead-url=no|publisher=Pikiran Rakyat|archive-url=https://web.archive.org/web/20061215190155/http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/16/0802.htm|archive-date=15 Desember 2006|accessdate=5 Oktober 2006}}</ref> Pada tahun 1850, [[George Windsor Earl]], seorang [[etnologi|etnolog]] berkebangsaan Inggris, awalnya mengusulkan istilah ''Indunesia'' dan ''Malayunesia'' untuk penduduk "Kepulauan Hindia atau [[Kepulauan Melayu]]".<ref name="JIAEA_1">{{cite journal|last=Earl|first=George S.W.|title = On The Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations|journal = Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA)|year=1850|pages= 119}}</ref> Murid Earl, [[James Richardson Logan]], menggunakan kata ''Indonesia'' sebagai sinonim dari ''Kepulauan India''.<ref name="JIAEA_3">{{cite journal|last=Logan|first=James Richardson|title= The Ethnology of the Indian Archipelago: Embracing Enquiries into the Continental Relations of the Indo-Pacific Islanders|url= https://archive.org/details/ethnologyIndian00Loga|journal = Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA)|year= 1850|pages = [https://archive.org/details/ethnologyIndian00Loga/page/4 4], 252–347}}</ref><ref>{{cite journal|last=Earl|first= George S.W.
|title = On The Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations|journal = Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA)|year= 1850|pages= 254, 277–278}}</ref> Namun, penulisan akademik Belanda di media Hindia Belanda tidak menggunakan kata ''Indonesia'', tetapi istilah ''[[Kepulauan Melayu]]'' (''Maleische Archipel''); ''[[Hindia Belanda|Hindia Timur Belanda]]'' (''Nederlandsch Oost Indië''), atau ''Hindia'' (''Indië''); ''Timur'' (''de Oost''); dan bahkan ''Insulinde'' (istilah ini diperkenalkan tahun 1860 dalam novel ''[[Max Havelaar]]'' (1859) yang ditulis oleh [[Eduard Douwes Dekker|Multatuli]] mengenai kritik terhadap kolonialisme Belanda).<ref name="Kroef" />
 
Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih umum pada lingkungan akademik di luar [[Belanda]], dan golongan nasionalis Indonesia menggunakannya untuk ekspresi politik.<ref name=Kroef /> [[Adolf Bastian]] dari [[Universitas Humboldt Berlin|Universitas Berlin]] memasyarakatkan nama ini melalui buku ''Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels, 1884–1894''. Pelajar Indonesia pertama yang menggunakannya ialah [[Ki Hajar Dewantara|Suwardi Suryaningrat]] (Ki Hajar Dewantara), ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda yang bernama ''Indonesisch Pers Bureau'' pada tahun 1913.<ref name="indoety" />
Baris 118:
 
=== Periode klasik ===
Kerajaan-kerajaan kecil mulai bermunculan sejak awal abad Masehi. [[Kerajaan Kandis]] diduga adalah kerajaan tertua yang berada di pulau [[Sumatra]], kira-kira di daerah [[Riau]] sekarang. Namun, keberadaan kerajaan Kandis tidak meninggalkan bukti artefak, dan belum dikorfirmasikan oleh para ahli sejarah. Di Pulau [[Jawa]], berdiri [[kerajaan Salakanagara|kerajaan Salakanegara]], kerajaan [[Hindu]] pertama di Nusantara yang terletak di daerah sekitar Cianjur, Jawa Barat, yang diduga mulai berdiri pada tahun 130 Masehi, kemudian berkembang menjadi [[kerajaan Tarumanagara|kerajaan Tarumanegara]] pada tahun 358 Masehi. Keberadaan [[Kerajaan Salakanagara|kerajaan Salakanegara]] juga masih diperdebatkan di kalangan ahli.
 
Sesuai bukti-bukti yang telah diakui para ahli, dua kerajaan tertua adalah [[Kerajaan Kutai]] dan kerajaan [[Tarumanagara|Tarumanegara]] pada abad ke-4 Masehi. [[Kerajaan Kutai Martapura|Kutai]] berdiri di [[Kalimantan Timur|Kalimantan]] Timur, diikuti berdirinya dua kerajaan lain di Kalimantan Selatan, yaitu [[Kerajaan Tanjungpura|kerajaan Tanjungpuri]] dan [[kerajaan Nan Sarunai]] pada tahun 525 M. [[Tarumanagara|Tarumanegara]] berdiri di wilayah Barat pulau Jawa.
 
Kerajaan-kerajaan penting lainnya di Sumatra adalah [[kerajaan Melayu]] Kuno atau [[Kerajaan Jambu Lipo|kerajaan Jambi]] Kuno. Di [[Sulawesi]] juga berdiri kerajaan-kerajaan kecil, di antaranya [[kerajaan Luwu]] di Sulawesi Tengah pada tahun 900 Masehi. Kerajaan-kerajaan awal lainnya adalah [[kerajaan Siang]] di Sulawesi Selatan dan kerajaan Suwawa di daerah Gorontalo.
 
Pada abad ke-7 Masehi, berdiri [[kerajaan Sriwijaya|Kerajaan Hindu-Buddha Sriwijaya]] di [[Sumatra]] Selatan yang kemudian berkembang menjadi kemaharajaan terbesar dengan masa berdiri terlama di [[Asia Tenggara]] hingga awal abad ke-11. Kerajaan ini menguasai sebagian besar Sumatra, [[Semenanjung Malaya]], Jawa, hingga pantai barat dan barat daya Kalimantan.<ref>[[#Taylor|Taylor (2003)]], pp. 22–26; [[#Ricklefs|Ricklefs (1991)]], pp. 3</ref> Kerajaan ini juga mengendalikan aktivitas pelayaran dan perdagangan di [[Selat Malaka]] yang merupakan jalur perdagangan maritim utama antara [[India]] dengan [[Tiongkok]]. Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia. Sejak saat itu, sejarah Indonesia juga banyak dipengaruhi oleh bangsa-bangsa lain hingga masa-masa berikutnya.
Baris 138:
}}</ref>
 
Islam sebenarnya sudah memasuki Indonesia pada abad ke-7 Masehi, namun penyebarannya belum signifikan seperti hanya yang terjadi pada abad ke-15 hingga ke-16. Agama Islam memasuki Indonesia pertama kali melalui para pedagang dan ulama Arab, dan selanjutnya melalui pedagang Persia dan India (Gujarat). Para pedagang dan pelaut dari Tiongkok beragama muslim di bawah pimpinan [[Laksamana Cheng Ho]] juga ikut serta dalam menyebarkan Islam di Indonesia.<ref>*Kong Yuanzhi, [http://www.solusihukum.com/resensi.php?id=33 ''Muslim Tionghoa Cheng Ho, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara.''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20081207180851/http://www.solusihukum.com/resensi.php?id=33 |date=2008-12-07 }} Penyunting: HM. Hembing Wijayakusuma. Pustaka Populer Obor, Oktober 2000, xliv + 299 halaman</ref> Kerajaan Islam pertama (atau disebut kesultanan) yang diketahui adalah [[Kerajaan Jeumpa]] yang berdiri di Aceh pada tahun 777 Masehi. Kesultanan ini terletak di daerah pantai utara di sebelah timur Banda Aceh sekarang. Kesultanan-kesultanan lain yang juga mulai berdiri di Aceh yaitu [[kesultanan Perlak]] ([tel:840–1292 840–1292]) dan [[kesultanan Lamuri]] ([tel:851–1514 851–1514]). Sejak saat itu, Islam mulai memengaruhi kebudayaan Aceh dan daerah Nusantara lainnya pada masa-masa selanjutnya.{{butuh rujukan}} Di Semenanjung Malaya berdiri [[kesultanan Malaka]] pada tahun 1405 Masehi. Kesultanan ini kemudian memperluas wilayahnya hingga pesisir Riau. Kesultanan-kesultanan lain di Sumatra juga mulai berdiri dan berkembang seperti [[kesultanan Samudera Pasai]] (1267–1521), [[Kesultanan Pagaruyung]] (1347–1825), [[kesultanan Aceh]] (1507–1903), [[kesultanan Jambi]] (1615–1903), dan [[kesultanan Siak]] (1723–1945). [[Kesultanan Aceh]] adalah kesultanan terkuat di Sumatra. Kesultanan ini berdiri selama 4 abad dan sempat menguasai seluruh Sumatra bagian utara dan tengah (kecuali [[Suku Batak|tanah Batak]]) dan semenanjung Malaya. Bahkan Penjajah Belanda sampai kewalahan menghadapi kesultanan ini.
 
Kesultanan pertama di pulau Jawa adalah [[kesultanan Demak]] yang berdiri tahun 1475 Masehi. Namun apakah benar bahwa kesultanan Demak adalah kesultanan pertama di Jawa sampai saat ini masih diperdebatkan. Ada yang menyebut bahwa kesultanan pertama di Jawa adalah kerajaan Lumajang, yang berdiri di daerah Lumajang, Jawa Timur pada tahun 1295 Masehi. Dikatakan pula bahwa kerajaan Lumajang waktu itu sudah mengadopsi Islam. Kerajaan Demak sendiri pada masanya meliputi wilayah seluruh Jawa (kecuali Banten selatan yang merupakan pusat [[kerajaan Pajajaran]] yang beragama Hindu), [[Madura]], Sumatra (Jambi, Bengkulu, Palembang, dan Bangka-Belitung), dan pesisir Kalimantan (kecuali pesisir utara yang dikuasai [[kesultanan Brunei]]). Setelah kesultanan Demak, beberapa kesultanan yang berdiri di pulau Jawa yaitu [[Kerajaan Djipang]] (1470–1554) [[kesultanan Banten]] (1526–1813), [[kerajaan Pajang]] (1560–1585), dan [[kesultanan Mataram]] (1588–1755).{{sfn|Ricklefs|2001|p=}}
 
Di Kalimantan, terdapat dua kesultanan besar yang mulai berdiri pada abad ke-14 dan abad ke-16, yaitu [[kesultananKesultanan Banjar]] di pesisir selatan dan [[kesultanan Brunei]] di pesisir utara. [[Kesultanan Banjar]] sendiri sebelumnya menjadi bawahan [[kesultanan Demak]], dan selama menjadi bawahan Demak pula, kesultanan ini memperluas wilayah pemerintahannya hingga mencakup seluruh pesisir Kalimantan, kecuali pesisir utara yang di bawah pemerintahan Brunei. Sekitar tahun 1569 hingga 1800-an, kesultanan Banjar terpecah menjadi beberapa kesultanan yang independen. Kesultanan-kesultanan tersebut di antaranya adalah [[kesultanan Sambas]] (1671–1950), [[Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura|kesultanan Kutai Kartanegara]] (1300 — sekarang), [[Kerajaan Landak|kesultanan Landak]] (1472 – Sekarang), dan [[kesultanan Bulungan]] (1731–1964).{{sfn|Ricklefs|2001|p=}}
 
Di Sulawesi dan [[Maluku]], terdapat tiga kesultanan besar, yaitu [[kesultanan Luwu]] di Sulawesi Selatan, serta [[kesultanan Ternate]] dan [[Kesultanan Tidore|Tidore]] di Maluku Utara. Wilayah [[kesultanan Gowa]] mencakup Sulawesi bagian selatan dan tengah, sedangkan Sulawesi bagian utara dan timur waktu itu di bawah kesultanan Ternate. Kesultanan Gowa juga meliputi wilayah [[pulau Lombok]] dan [[Sumbawa]] di [[Nusa Tenggara Barat]]. Kesultanan Ternate sempat memiliki wilayah yang luas meliputi kepulauan [[Maluku Selatan]], [[Maluku Utara]], dan [[Nusa Tenggara Timur]]. Akan tetapi, Maluku Selatan dan Nusa Tenggara Timur jatuh ke tangan pendatang [[Spanyol]] dan [[Portugis]] yang berdatangan pada awal abad ke-17. Sementara kesultanan Tidore meliputi [[Maluku Utara]] bagian timur hingga pesisir barat dan utara [[Papua]]. Sejak abad ke-15 hingga abad ke-19, satu-persatu kerajaan dan kesultanan yang tersisa di Nusantara mulai dikuasai oleh aliansi Uni-Iberia ([[Spanyol]]-[[Portugis]]), kemudian [[VOC]], [[Inggris]], dan selanjutnya dikuasai [[Hindia Belanda]] selama sekitar tiga abad.{{butuh rujukan}}
 
=== Kolonialisme ===