Sabung ayam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: kemungkinan perlu dirapikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1:
[[Berkas:Cockfight1.jpg|250px|jmpl|Sabung ayam di Otavalo, Ekuador]]
[[Berkas:Cock-fighting_in_Java.jpg|jmpl|250x250px|Sabung ayam di Jawa, sekitar 1596]]
'''Sabung Ayam''' adalah permainan adu dua ekor ayam dalam sebuah kalangan atau arena. Biasanya ayam akan diadu hingga salah satu darinya kabur atau kalah, bahkan hingga mati. Permainan ini biasanya diikuti oleh perjudian yang berlangsung tak jauh dari arena adu ayam.
 
'''Sabung Ayam''' adalah permainan adumengadu dua ekor ayam dalam sebuah kalangan atau arena. Biasanya ayam akan diadu hingga salah satu darinya kabur atau kalah, bahkan hingga mati. Permainan ini biasanya diikuti oleh perjudian yang berlangsung tak jauh dari arena adu ayam.
Permainan ''menyabung [[ayam]]'' disebut juga sebagai '''berlaga ayam'''. Permainan ini telah ada dan dimainkan sejak masa kerajaan [[nusantara]], seperti di masa [[Singhasari]] Panji [[Tohjaya]] putra [[Ken Arok]] dari selir bernama [[Ken Umang]]. Suatu hari ia mengajak saudara tirinya yang juga merupakan raja [[Singhasari]] [[Anusapati]] keluar untuk mengadu ayam. Anusapati menurut tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat Anusapati asyik menyaksikan ayam bertarung, tiba-tiba Tohjaya menusuknya dengan menggunakan keris [[Mpu Gandring]]. Anusapati pun tewas seketika. Sepeninggal Anusapati, Tohjaya ganti naik takhta [[Kerajaan Singhasari]], pada saat masa [[kesultanan Demak]]. Di salah satu cerita rakyat, seorang pangeran bermain sabung ayam dan akhirnya bertemu dengan ayahnya yang telah membuang ibunya.
 
Permainan ''menyabung [[ayam]]'' disebut juga sebagai ''berlaga ayam''. Permainan ini telah ada dan dimainkan sejak masa kerajaan [[nusantara]], di masa [[Kerajaan Kadiri]] '''Chou Ju-Kua''', seorang pegawai resmi [[Dinasti Song]] menuliskan dalam bukunya ''Chu-fan-chi'', menggambarkan bahwa di kepulauan [[Asia Tenggara]] ada dua kerajaan yang kuat dan kaya: [[Sriwijaya]] dan [[Jawa] (Kadiri). Di Jawa ia menemukan bahwa orang-orang menganut dua agama: Buddha dan agama Brahmana (Hindu). Orang Jawa adalah pemberani dan pemarah, Waktu luangnya dipergunakan untuk mengadu binatang, hiburan favoritnya adalah sabung ayam dan adu babi. Mata uangnya dibuat dari campuran tembaga, perak, dan timah.
 
Permainan ''menyabung [[ayam]]'' disebut juga sebagai '''berlaga ayam'''. Permainan ini telah ada dan dimainkan sejak masa kerajaan [[nusantara]], seperti diPada masa [[Singhasari]] Panji [[Tohjaya]] putra [[Ken Arok]] dari selir bernama [[Ken Umang]]. Suatu hari ia mengajak saudara tirinya yang juga merupakan raja [[Singhasari]] [[Anusapati]] keluar untuk mengadu ayam. Anusapati menurut tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat Anusapati asyik menyaksikan ayam bertarung, tiba-tiba Tohjaya menusuknya dengan menggunakan keris [[Mpu Gandring]]. Anusapati pun tewas seketika. Sepeninggal Anusapati, Tohjaya ganti naik takhta [[Kerajaan Singhasari]], pada saat masa [[kesultanan Demak]]. Di salah satu cerita rakyat, seorang pangeran bermain sabung ayam dan akhirnya bertemu dengan ayahnya yang telah membuang ibunya.
 
Terdapat juga kisah '''Sawunggaling''' di [[Jawa Timur]]. Saat beranjak dewasa, '''Jaka Berek''' bertanya kepada sang ibu mengenai sosok ayahnya. Dewi Sangkrah pun menceritakan bahwa ayah Jaka Berek ialah seorang [[adipati]] di [[Surabaya]]. Akhirnya, Jaka Berek pergi ke Surabaya membawa ayam kesayangannya. Ia bertekad menemui ayahnya. Sesampainya di sana, Jaka Berek bertemu dengan dua kakak tirinya, '''Sawungrana''' dan '''Sawungsari'''. Keduanya tidak percaya jika Jaka Berek adalah anak '''Jayengrono'''. Mereka bertiga kemudian melakukan adu ayam dan Jaka Berek lah yang jadi pemenangnya. Setelah adu ayam itu, Adipati Jayengrono menemui Jaka Berek. Ia yakin bahwa Jaka Berek adalah anaknya. Jaka Berek lah yang kemudian berhak meneruskan takhta sang ayah. Ia diberi gelar ''Raden Mas Ngabehi Sawunggaling Kulmosostronagoro''.