Buhun (agama asli Sunda): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kepercayaan bukan agama Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: kemungkinan menambah konten tanpa referensi atau referensi keliru Menghilangkan referensi Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 1:
Buhun adalah ajaran kuno para leluhur pra-Sunda dan sudah ada jauh sebelum agama-agama dari daratan masuk kepulauan Nusantara, sehingga ajaran Buhun yang murni tidak mengenal reinkarnasi, surga, neraka, ataupun moksa, tetapi mereka mengenal tiga jenis kematian, yaitu paéh kasarad atau mati dengan sukmanya (ruhnya) menjadi tumbal siluman, paéh kakungkung atau mati sukmanya terperangkap didalam waruganya (raganya), dan paéh sawilujeungna atau sukmanya keluar dari waruga dengan selamat menuju alam kahyangan yang dipercaya sebagai alam keabadian.
Ajaran Buhun murni atau biasa disebut Jati Buhun, terdiri dari Pikukuh-pikukuh atau ketetapan-ketetapan dalam bentuk lisan yang disampaikan secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya.
Buhun adalah ajaran kuno para leluhur orang yang awalnya merupakan percampuran ajaran Hindu-Buddha. Menurut keyakinan masyarakat setempat, tradisi Buhun mengandung arti ilmu kesaktian dan upacara sakral yang diwariskan secara turun-temurun oleh [[Prabu Siliwangi]] kepada orang-orang Kranggan. Ritual ini antara lain berupa upacara [[sedekah bumi]] yang diadakan setiap bulan Apit, atau dalam [[kalender Hijriah]] disebut [[Dzulkaidah]].<ref>[http://www.tabloidpodium.com/berita-agama-sunda-wiwitan.html "Agama Sunda Wiwitan"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160304125751/http://www.tabloidpodium.com/berita-agama-sunda-wiwitan.html |date=2016-03-04 }}, Podium.com, diakses [[8 Oktober]] [[2015]].</ref><ref>[http://puslitbang1.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=218:agama-lokal-kontributif-dalam-memelihara-lingkungan&catid=8:religiousstream&Itemid=202 "Agama Lokal Kontributif dalam Memelihara Lingkungan"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160306060310/http://puslitbang1.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=218:agama-lokal-kontributif-dalam-memelihara-lingkungan&catid=8:religiousstream&Itemid=202 |date=2016-03-06 }}, Situs [[Kementerian Agama Republik Indonesia]], diakses [[8 Oktober]] [[2015]]</ref>▼
Pikukuh tentang laku lampah atau pikukuh tentang prilaku dan perbuatan mengajarkan tentang pengenalan diri, dan terdiri dari tiga bagian, yaitu Ngaji Diri atau mengkaji diri sendiri hingga tidak akan mungkin melakukan hal yang tidak pantas dilakukan oleh dirinya. Ngaji Deka atau ngaji rasa yakni mengkaji perasaan diri sendiri dan juga orang lain hingga hingga tidak akan pernah merugikan orang lain, seperti menyakiti, menipu, mencuri dan lain sebagainya. Dan yang terakhir adalah Ngaji Kawila atau mengkaji kemampuan diri untuk kepentingan bersama sehingga tidak hanya mementingkan diri sendiri, tetapi juga menjadi peduli terhadap kepentingan orang lain. Maka dari itu didalam ajaran tersebut, orang yang baik adalah orang yang Ngaji Diri dan Ngaji Deka, sedangkan orang yang sangat baik adalah orang yang baik dan juga Ngaji Kawila.
Kepercayaan Jati Buhun menyakini bahwa tubuh manusia hidup terdiri dari tiga unsur tidak lebih dan tidak kurang, tiga unsur tersebut antara lain:
1. Waruga
2. Sukma
3. Nyawa
Waruga adalah tubuh atau raga yang dialiri darah, Sukma atau ruh yang berpusat di otak yang membuat Waruga menjadi hidup, dan Nyawa yang berpusat di jantung yang membuat manusia menjadi tumbuh.
▲Buhun
== Rujukan ==
|