Maulana Yusuf dari Banten: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BrainBenjamin (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
BrainBenjamin (bicara | kontrib)
k biografi maulana yusuf
Baris 2:
'''Maulana Yusuf''' atau '''Pangeran Pasareyan''' merupakan [[putra]] dari [[Maulana Hasanuddin dari Banten|Maulana Hasanuddin]] pendiri [[Kesultanan Banten]]. Ia melanjutkan kekuasaan [[bapak]]nya di [[Banten]] dalam rentang waktu [[1570]] - [[1580]].
 
Maulana Yusuf adalah raja kedua Kesultanan Banten yang berkuasa antara 1570-1580 M. Ia adalah putra mahkota yang naik takhta setelah ayahnya, Sultan Maulana Hasanuddin, wafat pada 1570 M. Selama satu dekade kekuasannya, Maulana Yusuf menitikberatkan perhatiannya pada pengembangan kota, keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian, serta melanjutkan politik ekspansi ayahnya. Salah satu pencapaian terbesarnya adalah menaklukkan Kerajaan Pajajaran pada 1579 M. Penaklukkan ini dilandasi oleh tekadnya untuk menyebarkan agama Islam hingga ke pedalaman Banten. Sejak saat itu, agama Islam semakin tersebar luas di Jawa Barat.
'''Maulana Yusuf''' , yang berdaulat bersama ayahnya [[Maulana Hasanuddin dari Banten|maulana hasanudin]], mengikuti adat yang telah lama dianut di Nusantara.
 
Silsilah Maulana Yusuf adalah putra Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Kesultanan Banten, dan Ratu Ayu Kirana. Ia menikah dengan Ratu Hadijah dan mempunyai dua anak, yaitu Ratu Winaon dan Pangeran Muhammad. Pangeran Muhammad inilah yang nantinya meneruskan takhta dan menjadi raja ketiga Kesultanan Banten.
Perkembangan ekonomi yang pesat menyebabkan peningkatan jumlah penduduk perkotaan. Pembangunan pertanian utama untuk memastikan produksi pangan diluncurkan, dengan membangun saluran irigasi, bendungan dan perluasan sawah. Kota kerajaan itu sendiri telah melakukan proyek besar; Benteng bata setebal 1,80 meter dibangun mengelilingi seluruh kota yang membentang sepanjang 8 kilometer. Maulana Yusuf juga memimpin pembangunan Masjid Agung Banten , mungkin dibangun di atas struktur yang lebih tua dan lebih sederhana. Sketsa Masjid Agung Banten era kolonial
 
Juga selama periode ini, Hasanuddin memutuskan untuk melancarkan pukulan terakhir terhadap apa yang tersisa dari kerajaan Sunda . Maulana Yusuf memimpin penyerangan terhadap Dayeuh Pakuan , ibu kotanya yang terletak di Bogor modern . Setelah kehilangan pelabuhan terpentingnya Sunda Kelapa , kerajaan itu, yang telah kehilangan pendapatan perdagangannya, hanya memiliki kepentingan simbolis saja. Nilakendra , penguasa Sunda saat itu, memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Pulasari ( Kabupaten Pandeglang sekarang ). Kerajaan yang sudah lemah itu tidak banyak melakukan perlawanan dan selanjutnya Banten menguasai wilayah bekas kerajaan Sunda di sebelah barat sungai Citarum. Geusan Ulun, penguasa Sumedang Larang, menolak mengakui kekuasaan Banten atas bekas wilayah Sunda dan memproklamirkan kerajaannya sebagai penerus Sunda. Sumedang Larang kemudian menjadi bagian dari Kesultanan Mataram .
 
'''''Masa pemerintahan Maulana Yusuf'''''
Batu keramat ( ''watu gigilang'' ) yang menjadi singgasana singgasana kerajaan Sunda diambil dan diletakkan di perempatan jalan di alun-alun kerajaan Banten, sehingga menandai berakhirnya dinasti Sunda. Untuk selanjutnya, batu ini digunakan sebagai singgasana penguasa Banten.
 
Sebagai upaya mengembangkan Banten menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan internasional, Sultan Maulana Yusuf memusatkan perhatiannya pada bidang ekonomi dan pertanian. Sektor perdagangan yang telah dibangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin menjadi semakin besar dan ramai. Ketika Sultan Maulana Yusuf berkuasa, Banten menjadi tempat distribusi barang dagangan dari penjuru dunia. Para pedagang dari Cina, Arab, Persia, Gujarat, Portugis, serta pedagang dari seluruh pelosok nusantara saling bertukar barang dagangannya di Banten.
Ketika Hasanuddin meninggal pada tahun 1570, kerajaan kerajaan Banten meliputi seluruh Sunda, kecuali Cirebon dan Sumedang Larang, dan seluruh Sumatera bagian selatan , hingga Tulangbawang ( Lampung modern ) di timur laut dan Bengkulu di barat laut. Perdagangan berkembang menjadi salah satu yang terbesar di Asia Tenggara.
 
Situasi perdagangan yang ramai itu pada akhirnya mendorong para pendatang untuk menetap. Oleh karena itu, dibuatlah aturan penempatan penduduk sesuai dengan keahlian, daerah asal, serta jabatan tertentu. Berikut pembagiannya: Kampung Pekojan di sebelah barat Pasar Karangantu, untuk para pendatang dari Arab, Gujarat, Mesir, dan Turki. Kampung Pecinan di sebelah barat Masjid Agung, untuk para pedagang Cina. Kampung Panjunan, untuk tukang anjun (para pembuat gerabah, periuk, dan sebagainya). Kepandean, untuk tempat para pandai besi. Pengukiran, tempat tukang ukir. Pagongan, tempat pembuat gong dan gamelan. Sukadiri, tempat pengecoran logam dan pembuatan senjata perang. Kademangan, tempat demang.
Setelah Hasanuddin wafat pada tahun 1570 pada usia sekitar tujuh puluh tahun, Maulana Yusuf naik tahta pada usia sekitar 40 tahun. Dia sudah menjadi penguasa yang berpengalaman sebagai co-sovereign dengan almarhum ayahnya. Pada masa pemerintahan Yusuf, adiknya Pangeran Japara kembali dari Jepara di Jawa Tengah. Nama pangeran ini menggambarkan bahwa ia telah menghabiskan hidupnya di Jepara ,mendiang raja Hasanuddin telah menitipkan putranya yang lebih muda di bawah asuhan Ratu Kalinyamat dari Jepara.
 
Kesatrian, tempat para senopati, perwira, dan prajurit istana. Kefakihan, tempat ulama-ulama hukum Islam. Sementara dalam bidang pertanian, Sultan Maulana Yusuf mendorong rakyatnya untuk membuka daerah-daerah baru bagi persawahan, hingga akhirnya mencapai Serang. Untuk mengairi lahan pertanian, dibuatlah terusan-terusan irigasi dan bendungan-bendungan. Perhatiannya yang besar terhadap agama Islam dibuktikan dengan memperluas serambi Masjid Agung yang dibangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin. Sebagai kelengkapan, dibangunlah menara dengan bantuan seorang arsitek muslim asal Mongolia bernama Cek Ban Cut.
Maulana Yusuf yang wafat pada tahun 1585. meninggalkan putranya [[Abu al-Mafakhir dari Banten|Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir]] yang baru berusia lima bulan diangkat menjadi raja Banten ke-4, sehingga untuk menjalankan roda pemerintahan ditunjuklah '''Maulana muhammad''' adik dari '''Maulana yusuf''' untuk menjadi raja banten, di karenakan putra mahkota masih belum cukup umur untuk menjadi raja.
 
Selama masa pemerintahan '''Maulana Muhammad''', Banten terus berkembang sebagai pedagang menikmati kebebasan relatif dalam perdagangan. Lada tetap menjadi komoditas ekspor utama Banten. Namun, kekayaan itu dihasilkan oleh sejumlah besar pedagang dari pelabuhan Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan yang berbondong-bondong ke Banten. Masuknya pedagang memenuhi penerimaan pajak kas daerah Banten.
 
'''''Penaklukan Kerajaan Pajajaran dan akhir hidup'''''
Merasa yakin akan kekayaan dan kekuatan kerajaannya, Raja Muhammad yang berusia 25 tahun pada tahun 1596 melancarkan kampanye militer melawan kerajaan Palembang .— baik oleh armada angkatan laut maupun oleh tentara darat yang berbaris melalui Sumatera Selatan. Saat itu, Palembang masih merupakan pemerintahan Hindu-Budha, sisa-sisa vasal Majapahit di luar negeri, yang dianggap oleh Banten Muslim sebagai negara pagan. Terinspirasi olehayahnya yang termasyhur Hasanuddin dan kakeknya yang gagah berani Maulana Yusuf, yang menaklukkan kerajaan pagan Sunda, Muhammad sangat ingin menemukan ketenarannya sendiri dengan memperluas wilayah kekuasaannya. Pada tahun 1596 pengepungan Palembang dimulai, dan ketika kemenangan sudah tampak dalam genggamannya, sebuah tragedi tiba-tiba terjadi ketika sebuah peluru meriam menghantam dan membunuh raja di atas kapalnya ketika dia sedang berlayar di sungai Musi di tepi kota. Dengan kematian mendadak raja muda, kebijakan ekspansionis Banten hancur, karena pasukan mundur dan berlayar pulang.
 
Dalam rangka ekspansi wilayah dan penyebaran agama Islam, Sultan Maulana Yusuf memperluas pengaruhnya hingga ke pedalaman. Pada 1579, Banten berhasil menaklukkan Pakuan Pajajaran dan membuat Islam semakin tersebar luas di Jawa Barat. Dalam penaklukkan ini, banyak penguasa dan alim-ulama yang ikut bersama Sultan Maulana Yusuf. Oleh karena itu, ponggawa-ponggawa yang ditaklukkan lalu diislamkan tetapi dibiarkan untuk memegang jabatannya semula. Berakhirnya kekuasaan Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgasana raja), dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu diboyong karena tradisi politik agar di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru. Setelah Pajajaran runtuh, diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan keraton lalu menetap di daerah Lebak. Mereka menetapkan tata cara kehidupan lama yang ketat dan sekarang dikenal sebagai orang Baduy. Sultan Maulana Yusuf kemudian wafat pada 1580 M karena sakit dan dimakamkan di Pekalangan Gede, dekat kampung Kasunyatan sekarang. Karena itu, setelah meninggal ia diberi gelar Pangeran Panembahan Pekalangan Gede atau Pangeran Pasarean.
 
Dikarenakan sepeninggalannya Maulana Muhamaad, terjadi kekosongan kekuasaan sedangkan putra mahkota masih belum mencukupi umur untuk menjalankan roda pemerintahan ditunjuklah Mangkubumi Jayanegara sebagai walinya. Pada tahun 1602, Mangkubumi Jayanegara meninggal, jabatannya digantikan oleh adiknya. Namun [[17 November]] [[1602]] ia dipecat karena berkelakuan tidak baik. Khawatir akan terjadi perpecahan dan iri hati, maka pemerintahan diputuskan untuk tidak dipegang oleh Mangkubumi, tetapi langsung oleh Ibunda Sultan, Nyimas Ratu Ayu Wanagiri. Pada [[8 Maret]] [[1608]] sampai [[26 Maret]] [[1609]] terjadi perang saudara di antara keluarga kerajaan. Melalui usaha Pangeran [[Jayakarta]] akhirnya perang dapat dihentikan dan perjanjian damai dapat disepakati bersama. Banten kembali aman, kemudian diangkatlah Pangeran Arya Ranamanggala sebagai Mangkubumi baru sekaligus menjadi wali Sultan Muda. Untuk menertibkan kemanana Negara, Ranamangga menghukum Pangeran atau Penggawa yang melakukan penyelewengan. Januari 1624, Mangkubumi Pangeran Arya Ranamanggala mundur dari jabatannya karena sakit. Saat itu Abdulmafakhir sudah cukup dewasa, sehingga kekuasaan atas Kesultanan Banten sepenuhnya dipegang oleh Sultan Abdulmafakhir. Dua tahun kemudian tepatnya 13 Mei 1626 Pangeran Arya Ranamanggala meninggal dunia.
== Biografi ==
Berdasarkan [[Sejarah Banten]], setelah Maulana Hasanuddin meninggal pada tahun 1570, Maulana Yusuf naik tahta, kemudian melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda, dengan menaklukan [[Kerajaan Sunda|Pakuan Pajajaran]] dan [[Pulosari, Pandeglang|Pulasari]] pada tahun [[1579]].<ref>Hasan Muarif Ambary, Jacques Dumarçay, (1990), ''The Sultanate of Banten'', Gramedia Book Pub. Division, ISBN 979-403-922-5</ref>