Deforestasi di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Muh.Erfan (bicara | kontrib)
Baris 8:
 
== Sejarah ==
Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektare. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di [[Jawa]] hanya tinggal 0,97 juta hektare atau 7% dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di [[Jawa|Pulau Jawa]] oleh pohon tinggal 4%. Pulau Jawa sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya.
 
Fungsi hutan sebagai penyimpan [[Air Tanah|air tanah]] akan terganggu akibat terjadinya perusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di [[musim kemarau]] dan [[banjir]] serta [[tanah longsor]] di [[Musim hujan|musim penghujan]]. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian masyarakat. [[Industri perkayuan]] di Indonesia memiliki kapasitas produksi sangat tinggi dibanding ketersediaan kayu. Pengusaha kayu melakukan penebangan tak terkendali dan merusak hutan, pengusaha perkebunan membuka perkebunan yang sangat luas, serta pengusaha pertambangan membuka kawasan-kawasan hutan. Sementara itu rakyat digusur dan dipinggirkan dalam pengelolaan hutan yang mengakibatkan rakyat tak lagi punya akses terhadap hutan mereka. Hal ini turut diperparah dengan kondisi pemerintahan yang [[korupsi]], di mana hutan dianggap sebagai sumber uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Baris 31:
 
=== ''llegal logging'' (Penebangan ilegal) ===
Illegal logging adalah merupakan praktik langsung pada penebangan pohon di kawasan hutan negara secara illegal. Dilihat dari jenis kegiatannya, ruang lingkup [[illegal logging]] terdiri dari: Rencana penebangan, meliputi semua atau sebagian kegiatan dari pembukaan akses ke dalam hutan negara, membawa alat-alat sarana dan prasarana untuk melakukan penebangan pohon dengan tujuan eksploitasi kayu secara illegal. Penebangan pohon dalam makna sesunguhnya untuk tujuan eksploitasi kayu secara illegal. Produksi kayu yang berasal dari konsesi HPH, hutan tanaman industri dan konversi hutan secara keseluruhan menyediakan kurang dari setengah bahan baku kayu yang diperlukan oleh industri pengolahan kayu di Indonesia. Kayu yang diimpor relatif kecil, dan kekurangannya dipenuhi dari pembalakan ilegal. Pencurian kayu dalam skala yang sangat besar, dan yang terorganisasi sekarang sudah merajalela di Indonesia; setiap tahun antara 50-70% pasokan kayu untuk industri hasil hutan ditebang secara ilegal. Luas total hutan yang hilang karena pembalakan ilegal tidak diketahui, tetapi seorang mantan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan, Titus Sarijanto, baru-baru ini menyatakan bahwa pencurian kayu dan pembalakan ilegal telah menghancurkan sekitar 10 juta hektarehektar hutan Indonesia.
 
=== Konversi lahan ===
Baris 37:
 
=== Program transmigrasi ===
Transmigrasi yang berlangsung dari tahun 1960- 1999, yaitu memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang berpenduduk padat ke pulau-pulau lainnya. Program ini diperkirakan oleh [[Departemen Kehutanan Republik Indonesia|Departemen Kehutanan]] membuka lahan hutan hampir 2 juta hektare selama keseluruhan periode tersebut. Di samping itu, para petani kecil dan para penanam modal skala kecil yang oportunis juga ikut andil sebagai penyebab [[deforestasi]] karena mereka membangun lahan tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit dan coklat, di hutan yang dibuka dengan operasi pembalakan dan perkebunan yang skalanya lebih besar. Belakangan ini, transmigrasi "spontan" meningkat, karena penduduk pindah ke tempat yang baru untuk mencari peluang ekonomi yang lebih besar, atau untuk menghindari gangguan sosial dan kekerasan etnis. Estimasi yang dapat dipercaya mengenai luas lahan hutan yang dibuka oleh para migran dalam skala nasional belum pernah dibuat.
 
=== Kebakaran hutan ===
Pembakaran secara sengaja oleh pemilik perkebunan skala besar untuk membuka lahan, dan oleh masyarakat lokal untuk memprotes perkebunan atau kegiatan operasi HPH mengakibatkan kebakaran besar yang tidak terkendali, yang luas dan intensitasnya belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 5 juta hektare hutan terbakar pada tahun 1994, dan 4,6 juta hektare hutan lainnya terbakar pada tahun 1997-1998{{fact}}. Sebagian dari lahan ini tumbuh kembali menjadi semak belukar, sebagian digunakan oleh para petani skala kecil, tetapi sedikit sekali usaha sistematis yang dilakukan untuk memulihkan tutupan hutan atau mengembangkan pertanian yang produktif{{fact}}.
 
Pada kondisi alami, lahan gambut tidak mudah terbakar karena sifatnya yang menyerupai spons, yakni menyerap, dan menahan air secara maksimal sehingga pada musim hujan, dan musim kemarau tidak ada perbedaan kondisi yang ekstrem. Namun, apabila kondisi lahan gambut tersebut sudah mulai tergangggu akibatnya dengan adanya konversi lahan atau pembuatan [[kanal]], maka keseimbangan ekologisnya akan terganggu. Pada musim kemarau, lahan gambut akan sangat kering sampai kedalaman tertentu dan mudah terbakar.<ref>{{Cite web|last=JS|first=Pujiono|title=Mengapa kebakaran lahan gambut sulit dipadamkan|url=https://lokadata.id/artikel/mengapa-kebakaran-lahan-gambut-sulit-dipadamkan|website=Lokadata.ID|language=id|access-date=2021-06-17}}</ref> [[Gambut]] mengandung bahan bakar (sisa tumbuhan) sampai di bawah permukaan, sehingga api di lahan gambut menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat, dan sulit dideteksi, dan menimbulkan asap tebal. Api di lahan gambut sulit dipadamkan sehingga bisa berlangsung lama (berbulan-bulan), dan baru bisa mati total setelah adanya hujan yang intensif.
 
== Lihat juga ==