Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Davgaf (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 103:
'''Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia''' (disingkat '''ICMI''') adalah sebuah organisasi cendekiawan muslim di [[Indonesia]] yang dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di [[Kota Malang]] tanggal 6-8 Desember 1990. Di pertemuan itu juga dipilih [[B. J. Habibie|Baharuddin Jusuf Habibie]] sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama. Ketua Umum ICMI periode 2015-2020 [[Jimly Asshiddiqie|Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H]] terpilih dalam Muktamar VI dan Milad ke-25 ICMI di Hotel Lombok Raya, [[Mataram]], [[Nusa Tenggara Barat]], Minggu, 13 Desember 2015.<ref>http://news.detik.com/berita/3094608/begini-panasnya-muktamar-icmi-sampai-jimly-terpilih-jadi-ketua-umum</ref>
 
== Sejarah ==
== Latar Belakang Kelahiran ICMI ==
Kelahiran ICMI bukankah sebuah kebetulah sejarah belaka, tetapi berkaitan erat dengan perkembangan global dan regional di luar dan di dalam negeri. Menjelang akhir dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, dunia ditandai dengan berakhirnya perang dingin dan konflik ideologi.
 
Seiring dengan itu, semangat kebangkitan Islam di belahan dunia Timur ditandai dengan tampilnya Islam sebagai ideologi peradaban dunia dan kekuatan altenatif bagi perkembangan perabadan dunia. Bagi Barat, kebangkitan Islam ini menjadi masalah yang serius karena itu berarti hegemoni mereka terancam. Apa yang diproyeksikan sebagai konflik antar-peradaban lahir dari perasaan Barat yang subjektif terhadap Islam sebagai kekuatan peradaban dunia yang sedang bangkit kembali, sehingga mengancam dominasi peradaban Barat.
 
Kebangkitan umat Islam ditunjang dengan adanya ledakan kaum terdidik (''intelectual booming'') yang di kalangan kelas menengah kaum santri Indonesia. Program dan kebijakan Orde Baru secara langsung maupun tidak langsung telah melahirkan generasi baru kaum santri yang terpelajar, modern, berwawasan kosmopolitan, berbudaya kelas menengah, serta mendapat tempat pada institusi-institusi modern. Pada akhirnya kaum santri dapat masuk ke jajaran birokrasi pemerintahan yang mulanya didominasi oleh kaum abangan dan di beberapa tempat oleh nonmuslim. Posisi demikian jelas berpengaruh terhadap produk-produk kebijakan pemerintah.
 
Dengan kondisi yang membaik ini, maka pada dasawarsa 80-an mitos bahwa umat Islam Indonesia merupakan mayoritas tetapi secara teknikal minoritas runtuh dengan sendirinya. Sementara itu, pendidikan berbangsa dan bernegara yang diterima kaum santri di luar dan di dalam kampus telah mematangkan mereka bukan saja secara mental, tetapi juga secara intelektual. Dari mereka itulah lahir ''critical mass'' yang responsif terhadap dinamika dan proses pembangunan yang sedang dijalankan dan juga telah memperkuat tradisi intelektual melalui pergumulan ide dan gagasan yang diekspresikan baik melalui forum seminar maupun tulisan di media cetak dan buku-buku. Seiring dengan itu juga terjadi perkembangan dan perubahan iklim politik yang semakin kondusif bagi tumbuhnya saling pengertian antara umat Islam dengan komponen bangsa lainnya, termasuk yang berada di dalam birokrasi.
 
ICMI dibentuk pada tanggal [[7 Desember]] [[1990]] di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di [[Kota Malang]] tanggal 6-[[8 Desember]] [[1990]]. Di pertemuan itu juga dipilih [[B.J. Habibie|Baharuddin Jusuf Habibie]] sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama.