Goro (perusahaan): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 33:
Kasus Goro yang paling terkenal adalah mengenai tukar guling (''ruislag'') tanah antara PT Goro Batara Sakti (GBS) yang (pernah) dimiliki Tommy dan Ricardo. Ceritanya bermula ketika Ricardo dan Tommy ingin membangun gerai Goro di Kelapa Gading pada tahun 1994,<ref name=GBS1/> dan kemudian meminta kerjasama dengan Dirut [[Bulog]] [[Ibrahim Hasan]] yang melaporkannya kepada presiden pada 14 April 1994.<ref name=GBS11>[https://nasional.tempo.co/read/10122/kronologi-kasus-tommy-soeharto/full&view=ok Kronologi Kasus Tommy Soeharto]</ref> Meskipun demikian, saat itu proyeknya belum berjalan lancar, sampai kedatangan [[Beddu Amang]] sebagai ketua Bulog baru pada 16 Februari 1995. Keesokan harinya, Beddu langsung meneken [[nota kesepahaman]] (MoU) bernomor No. 001/Bulog-Sas/11/1995, kali ini dengan perusahaan milik Tommy lainnya bernama PT Sekar Artha Sentosa yang ditandatangani dengan Tommy sebagai dirut PT Sekar. MoU bersama Bulog itu berisi kesepakatan untuk menukar lahan gudang Bulog sebesar 50 hektar di daerah tersebut dengan lahan 125 hektar di daerah Marunda. Selain itu, PT Sekar juga berjanji untuk membangun gudang pengganti milik Bulog di daerah tersebut. Beddu menjustifikasi tindakannya karena gudang tersebut ada di daerah pemukiman sehingga menuai protes masyarakat yang terganggu bongkar-muat barang. Tidak lama kemudian, Beddu mengirim surat ke Presiden Soeharto pada 31 Juli 1995, yang mendapat balasan dari Soeharto pada 11 Oktober 1995 bahwa ia menyetujui isu tersebut. Meskipun surat balasan dari Soeharto belum diterima, Beddu kemudian mengganti (namun tidak membatalkan) MoU sebelumnya dengan MoU baru yang ditandatangani pada 11 Agustus 1995, kali ini langsung dengan PT GBS (diwakili oleh Tommy dan Ricardo sebagai [[Komisaris]] Utama dan [[Direktur]] Utama) yang menjanjikan hal serupa: tanah di Marunda sebesar 150 hektar, ditambah tanah seluas 3 hektar di [[Jalan Jenderal Ahmad Yani (Jakarta)|Jl. Ahmad Yani]] untuk dibangun gedung Dolog Jaya yang juga dibongkar akibat proyek Goro, dan 5 rumah dinas di Rawa Domba.<ref name=GORO12/><ref name=GBS2>[https://text-id.123dok.com/document/eqomvp0z1-pelaksanaan-perjanjian-tukar-guling-ruilslag.html Pelaksanaan Perjanjian Tukar Guling Ruilslag]</ref><ref name=GBS5>[https://books.google.co.id/books?id=DdFSEAAAQBAJ&pg=PA50&dq=GORO+KELAPA+GADING&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjl2KLvz8r3AhUhR2wGHRbLBDs4ChDoAXoECAkQAg#v=onepage&q=GORO%20KELAPA%20GADING&f=false Tommy Soeharto dalam Kasus Bulog]</ref><ref name=GBS1>[https://www.hukumonline.com/berita/a/goro-ditunjuk-pelaksana-iruislagi-berkat-memo-soeharto-hol2416?page=all Goro Ditunjuk Pelaksana Ruislag Berkat Memo Soeharto]</ref>
Banyak yang menafsirkan bahwa surat dari Soeharto (lewat surat [[Mensesneg]] [[Moerdiono]]) sebagai balasan surat Beddu (Surat Mensesneg No. B230/M.Setneg/10/1995) itu dianggap sebagai bukti bantuan istana pada proyek Tommy tersebut. Padahal, menurut aturan yang sudah ada, di SK Menkeu No.350/KMK.03/1993, proses tukar guling yang mencapai lebih dari Rp 1 miliar harus melalui tender yang sedikitnya diikuti 5 perusahaan peserta dan disetujui presiden. Meskipun [[Menteri Keuangan Indonesia|Menkeu]] [[Mar'ie Muhammad]] awalnya melihat pelanggaran itu, namun surat/memo balasan Soeharto membuatnya terpaksa melanggar aturan yang sudah ada. Mar'ie sebenarnya sudah mengeluarkan SE Menkeu No. F 464/MK.03/1995 pada 31 Januari 1995 untuk menjawab polemik tukar guling yang tidak menyatakan nama PT GBS sebagai pihak yang ditunjuk, secara ajaib surat dari Mensesneg tersebut "memperbolehkan" PT GBS sebagai pihak yang sudah "ditunjuk" dalam proyek ''ruislag''.<ref>[https://www.liputan6.com/news/read/11161/moerdiono-iruilslagi-goro-bulog-disetujui-soeharto Moerdiono: <i>Ruilslag</i> Goro-Bulog Disetujui Soeharto]</ref><ref name=Gosa>[https://nasional.tempo.co/read/26329/tukar-guling-goro-dan-bulog-seizin-soeharto/full&view=ok “Tukar Guling Goro dan Bulog Seizin Soeharto”]</ref><ref name=GBS6>[https://books.google.co.id/books?id=X8iom9KL3sYC&pg=PA305&dq=goro+gelael&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwj80JvSisr3AhWjTWwGHXOhBuQQ6AF6BAgJEAI#v=onepage&q=goro%20gelael&f=false 151 Konspirasi Dunia Paling Gila dan Mencengangkan]</ref> Tidak hanya itu, kemudian Bulog secara "sukarela" meminjamkan gudangnya kepada PT GBS, ketika Ricardo berhasil membujuk Beddu lewat telepon dan surat untuk meminjamkan 4 gudang (dari permintaan 14 gudang) Bulog; dan kemudian dengan atas telepon Beddu, PT GBS pada Januari 1996 sudah melakukan pengosongan dan membongkar gudang-gudang itu (sebanyak 11 gudang) dari Februari-Oktober 1996. Ketika Bulog berusaha menegur Ricardo lewat surat No. B/162/III/02/1996 dan surat No. B/165/III/02/1996 agar tidak mengapa-apakan gudang-gudang Bulog, PT GBS tidak menaatinya. Malahan, puing-puing dan besi gudang itu dijual untuk keuntungan PT GBS (Ricardo dan Tommy) sebanyak Rp 7 miliar.<ref name=GBS2/> Tidak hanya itu, barang-barang Bulog akhirnya harus dipindahkan ke gudang lainnya dan kemudian Bulog harus membayar sewa kepada Goro.<ref name=GBS5/> Akhirnya, meskipun melanggar aturan, gerai kedua Goro di Kelapa Gading itu dibuka pada 7 Oktober 1996 bagi umum dalam luas 8 hektar.<ref name=GORO12/><ref name=GBS2/> MoU itu kemudian diformalisasikan dalam perjanjian tukar guling pada 7 Februari 1997.<ref name=GBS7>[https://books.google.co.id/books?id=C4baAAAAMAAJ&q=tommy+tersangka+1998&dq=tommy+tersangka+1998&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwj8jKPmgMv3AhUC63MBHVvTBMQQ6AF6BAgJEAI Liku-liku penangkapan Tommy Soeharto]</ref>
Faktanya, Tommy dan PT GBS masih belum memiliki tanah yang dijanjikan dalam ''ruislag'' itu kepada Bulog, meskipun gudang Bulog di Kelapa Gading sudah diganti dengan gedung Goro.<ref name=GBS2/> Untuk mencari tanah penggantinya, Tommy kemudian bekerjasama dengan Beddu untuk mendapatkan pemilik tanah, dan didapatkanlah Hokiarto (pemilik [[Bank Hokindo]] dan rekanan bisnis Bulog) yang memiliki tanah di Marunda sebesar 25 hektar. Untuk membayar biaya tanah tersebut, PT GBS kemudian mencari pinjaman Rp 20 miliar ke [[Bank Bukopin]] dengan berusaha menjadikan serfitikat tanah girik 25 hektar eks-Hokiarto sebagai jaminan. Ketika Bank Bukopin tidak menyetujui jaminan tanah girik eks-Hokiarto, Beddu ikut campur dengan memberikan secara gratis deposito Bulog di Bank Bukopin sebesar Rp 23 miliar sebagai pengganti jaminan pinjaman PT GBS. Pinjaman itu kemudian dijadikan uang untuk membayar tanah Hokiarto, namun ia hanya mendapat Rp 16,25 miliar karena sisanya diambil PT GBS. Dalam akta jual beli antara Hokiarto dan PT GBS pada 19 Juli 1996, Hokiarto rupanya menjual tanah 60 hektar, sehingga ia masih kurang 35 hektar tanah namun tidak mampu memenuhinya akibat PT GBS hanya membayarnya dari pinjaman Bukopin yang sudah dipotong. Lagi-lagi, Beddu ikut campur dengan memberikan pinjaman Bulog sebesar Rp 32,5 miliar agar Hokiarto bisa membeli tanah lagi yang sudah ditingkatkan menjadi 71,2 hektar untuk diserahkan ke PT GBS.<ref name=GBS2/><ref name=GBS5/><ref>[https://news.detik.com/berita/d-4021096/bayar-rp-32-miliar-ini-jejak-koruptor-hok-di-kasus-bulog-goro Bayar Rp 32 Miliar, Ini Jejak Koruptor Hok di Kasus Bulog-Goro]</ref> Pada akhirnya, janji Tommy dan Ricardo untuk lahan di Marunda maupun gudang pengganti pun tidak terealisasi sama sekali meskipun mereka telah menjanjikannya senilai Rp 192,9 miliar. Keduanya rupanya tidak memiliki dana untuk menepati MoU mereka.<ref name=GBS5/><ref name=GBS6/> Bahkan, pada 26 Desember 1997, tanah yang dijanjikan kepada Bulog tersebut, justru sertifikatnya dilepaskan oleh Beddu.<ref name=GBS2/> Akibat manipulasi dan kongkalikong Tommy-Ricardo dan, Beddu-Hokiarto ini, negara diperkirakan merugi Rp 95,5 miliar.<ref name=GBS5/> Pada 31 Maret 1999, pemerintah kemudian membatalkan perjanjian ''ruislag'' antara PT GBS dan Bulog. Selain karena PT GBS gagal memberi tanah pengganti yang dijanjikan, juga karena Goro menunggak ganti rugi Rp 4,7 miliar dan biaya sewa Rp 8,7 miliar (atau 12% saham Goro) ke Bulog.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=JQDcDwAAQBAJ&pg=PA132&dq=GORO+KELAPA+GADING&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwja-MfRz8r3AhUV6nMBHSSJDZEQ6AF6BAgJEAI#v=onepage&q=GORO%20KELAPA%20GADING&f=false Kontroversi Ruilslag: Perspektif Politik Hukum]</ref>
|