Pinisi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 17:
Nama itu juga mungkin berasal dari ''pinasse'', kata Jerman dan Perancis yang menandai kapal layar ukuran sedang (bukan kata Inggris ''pinnace'' yang pada waktu itu menandai sejenis sekoci dayung dan bukan sebuah perahu layar).<ref name=":12">Liebner, Horst H. (2016). ''Beberapa Catatan Akan Sejarah Pembuatan Perahu Dan Pelayaran Nusantara''. Jakarta: Indonesian Ministry of Education and Culture.</ref>{{Rp|35}} Kata ini diserap menjadi ''pinas'' atau ''penis'' oleh orang Melayu setelah tahun 1846.<ref>{{Cite book|title=Perahu-Perahu Tradisional Nusantara|last=Liebner|first=Horst H.|publisher=|year=2002|isbn=|location=Jakarta|pages=}}</ref>
 
Sebuah cerita yang mungkin tentang asal usul nama dan jenis kapal didasarkan pada laporan R. S. Ross, saat itu pemilik kapal uap [[EIC]] ''Phlegeton'', yang pada kesempatan berkunjung ke Kuala Terengganu, Malaysia, pada tahun 1846 menyaksikan sekunar yang dibangun secara lokal oleh "beberapa penduduk asli yang telah belajar seni pembuatan kapal di Singapura, dan [dibantu] oleh tukang kayu Cina[Tiongkok]",<ref>Anon. (1854). 'Journal Kept on Board a Cruiser in the Indian Archipelago.' ''Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia'' 8(7): 175-199, pg. 176.</ref> yang diduga telah menjadi pola dasar untuk pinas atau pinis Terengganu.<ref>Gibson-Hill, C. A. (2009 [1953]). 'The Origin of the Trengganu Perahu Pinas'. In H.S. Barlow (ed.) ''Boats, Boatbuilding and Fishing in Malaysia'' [Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, 26 (1)]. H. S. Barlow. Kuala Lumpur, Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society: 172-174 [206-110] dan Longuet, R. (2009). 'Update on Boats and Boat-Building in the Estuary of the Trengganu River, 1972-2005'. In H.S. Barlow op.cit.: 338-365.</ref> Tradisi Melayu menyatakan bahwa sekunar ini dibangun atas nama Baginda Omar, Sultan Terengganu (memerintah 1839-1876), mungkin di bawah arahan atau dengan banyak bantuan oleh seorang penjelajah pantai Jerman atau Prancis yang telah "mencapai Terengganu, melalui Malaka dan Singapura, mencari ''opium cum dignitate''",<ref>Gibson-Hill (2009 [1953]): 172</ref> menjadi pola dasar 'sekunar Melayu': pinas/pinis Terengganu, yang pada masa ini memakai layar jung CinaTiongkok, sampai pergantian abad ke-20 umumnya dipasang dengan layar gap-keci.<ref>Warrington-Smyth, H. (1902). 'Boats and Boat Building in the Malay Peninsula'. ''Journal of the Society of the Arts'' 50(2582): 570-586.</ref>
 
Namun, sekitar waktu yang sama, sumber-sumber Belanda mulai mencatat jenis baru kapal layar yang digunakan secara lokal yang didaftarkan oleh syahbandar di bagian barat Kepulauan Melayu sebagai 'penisch', 'pinisch', atau 'phinis'(!);<ref>Menariknya, yang pertama dilaporkan menggunakan layar mirip sekunar pada lambung buatan lokal adalah berbagai kelompok "bajak laut" lokal: dengan demikian, misalnya, tiga kapal milik skuadron penyerang suku Melayu dan orang Lanun yang berkeliaran di perairan Singapura pada tahun 1836 adalah "sekunar dilengkapi dengan layar kain" (Logan, J. R. e. (1849-1851). 'The Piracy and Slave Trade of the Indian Archipelago.' ''Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia'' 3; 4; 5: 581-588, 629-536; 545-552, 144-562, 400-510, 617-528, 734-546; 374-582; 4, pg. 402.</ref> pada akhir abad ke-19 penggunaan kapal semacam itu rupanya telah menyebar ke Bali, Kalimantan dan Sulawesi. Kata itu sendiri mungkin diambil dari ''pinasse'' atau ''peniche'' bahasa Belanda, Jerman atau Prancis, pada saat itu merupakan nama untuk kapal layar berukuran kecil hingga sedang yang agak tidak ditentukan.<ref>Sumber arsip yang menjadi rujukan dapat dilihat di Liebner (2018).</ref> Kata 'pinnace' dalam bahasa Inggris sedari abad ke-18 merujuk pada salah satu kapal yang dibawa kapal perang atau kapal dagang yang lebih besar.
Baris 41:
=== Menurut penelitian ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een Boeginese prauw aan de kust van Zuid-Celebes TMnr 10010874.jpg|jmpl|Pinisi berlambung palari di Sulawesi Selatan. 1923-1925.]]
Pada abad ke-19, para pelaut Sulawesi mulai menggabungkan layar-layar persegi panjang besar dari [[layar tanja]]q dengan jenis-jenis layar depan dan belakang yang mereka lihat di kapal-kapal Eropa yang berkeliaran ke Nusantara. Sejak awal abad ke-18, VOC mulai membangun kapal-kapal bergaya Eropa untuk perdagangan inter Asia di galangan-galangan Jawa, sehingga terus memperkenalkan metode konstruksi dan ''rig'' baru, termasuk versi Belanda dari layar depan dan belakang yang baru. Selama abad ke-19, angkatan laut kolonial dan perusahaan perdagangan Eropa, India, dan CinaTiongkok mengoperasikan sekunar Barat yang jumlahnya terus meningkat; tetapi, meskipun laporan sejak awal tahun 1830 menyebutkan perahu, “sekunar dengan layar kain”, digunakan oleh 'bajak laut' yang beroperasi di Selat Malaka.
 
Pinisi berevolusi dari lambung dasar [[padewakang]] dengan layar depan dan belakang ke model lambungnya sendiri dengan "layar pinisi" pribumi. Selama dekade-dekade evolusi ini, para pelaut Indonesia dan pembangun kapal mengubah beberapa fitur dari sekunar barat yang asli. Pinisi asli Sulawesi pertama diperkirakan dibangun pada tahun 1906 oleh pengrajin perahu [[Desa Ara]] dan Lemo-Lemo, mereka membangun perahu ''penisiq'' [salah sebut] pertama untuk seorang nakhoda [[Bira, Bonto Bahari, Bulukumba|Bira]].<ref>Liebner, Horst H. and Rahman, Ahmad (1998): 'Pola Pengonsepan Pengetahuan Tradisional: Suatu Lontaraq Orang Bugis tentang Pelayaran ', ''Kesasteraan Bugis dalam Dunia Kontemporer'' (Makassar).</ref>