Bahasa Melayu Modern: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bebasnama (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Bebasnama (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 68:
}}
 
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia relatif terbuka untuk menampung pengaruh dari bahasa suku bangsa Indonesia yang lain, terutama [[Bahasa Jawa|Jawa]] sebagai suku bangsa mayoritas di Indonesia, [[bahasa Belanda]] sebagai penjajah terdahulu, dan [[bahasa Inggris]] sebagai bahasa antarbangsa. Akibatnya, bahasa Indonesia mempunyai sumber kata pinjaman yang lebih luas dibandingkan dengan bahasa Melayu yang digunakan di Malaysia, Singapura, dan Brunei. Telah dikemukakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa buatan yang dibuat pada tahun 1928.<ref name="UU No 24/2009">{{cite act|type=Law|index=24|date=2009|legislature=[[People'sDewan RepresentativePerwakilan CouncilRakyat]]|title=Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan|url=https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38661/uu-no-24-tahun-2009|language=id}}</ref> Kata "buatan" ini berarti bahwa bahasa Indonesia direka oleh para akademikus dan bukannya berkembang secara alami seperti kebanyakan bahasa umum, untuk menampung tujuan politik untuk membentuk bahasa persatuan Indonesia yang resmi. Dengan meminjam banyak dari banyak bahasa lain, ia mengungkapkan evolusi bahasa alami. Pada hakikatnya, bahasa ini sama alaminya seperti bahasa seterusnya, seperti yang ditunjukkan dalam kemampuan luar biasa untuk menyerap perbendaharaan kata asing. Perbedaan evolusi bahasa Indonesia ini menyebabkan perlunya suatu lembaga yang dapat memudahkan penyelarasan dan kerja sama dalam pengembangan kebahasaan antarnegara yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaannya. Contoh pertama kerja sama kebahasaan adalah pada tahun 1959 antara Malaya dengan Indonesia, dan ini semakin diperkuat pada tahun 1972 ketika MBIM (kependekan untuk Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia) dibentuk. MBIM kemudian berkembang menjadi MABBIM (kependekan untuk [[MABBIM|Majelis Bahasa Brunei-Indonesia-Malaysia]]) pada tahun 1985 dengan masuknya Brunei sebagai anggota dan Singapura sebagai pemerhati tetap. Lembaga penting lain adalah [[Dewan Bahasa dan Pustaka]] yang didirikan pada tahun 1956. Ini adalah badan pemerintah yang bertanggung jawab untuk menyelaraskan penggunaan bahasa Melayu di Malaysia dan Brunei.
 
Bentuk ortografis dominan bahasa Melayu Modern berdasarkan aksara Romawi atau [[Alfabet Latin|Latin]], [[Ortografi bahasa Melayu|alfabet bahasa Melayu]], pertama kali dikembangkan pada awal abad ke-20. Oleh sebab negara-negara berbahasa Melayu dibagi antara dua [[Administrasi|penadbiran]] penjajah (Belanda dan Britania), dua ortografi utama telah dikembangkan di [[Hindia Belanda|Hindia Timur Belanda]] dan [[Malaya Britania]] masing-masing, dipengaruhi ortografi bahasa penjajah masing-masing. Pada tahun 1901, [[Ejaan Van Ophuijsen|Sistem Ejaan Van Ophuijsen]] (1901–1947) menjadi ortografi baku untuk bahasa Melayu di Hindia Timur Belanda. Pada tahun berikutnya, pemerintah [[Negeri-Negeri Melayu Bersekutu|Negeri-Negeri Melayu Berserikat]] telah membentuk sebuah panitia ortografis yang dipimpin oleh Tuan [[Richard James Wilkinson]] yang kemudian mengembangkan Sistem Ejaan Wilkinson (1904–1933). Sistem-sistem ejaan ini nantinya akan digantikan oleh [[Ejaan Republik|Sistem Ejaan Republik]] (1947–1972) dan Sistem Ejaan Za'ba (1933–1942) masing-masing. Selama [[Pendudukan Malaya, Borneo Utara, dan Sarawak oleh Jepang|Pendudukan Jepang di Malaya]] dan [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|Indonesia]], muncul suatu sistem yang seharusnya menyeragamkan sistem di kedua negara. Sistem yang dikenal sebagai Fajar Asia tampaknya menggunakan sistem penulisan vokal Republik dan sistem penulisan konsonan Malaya. Sistem ini hanya ada selama pendudukan. Pada tahun 1972, suatu [[Deklarasi|pengisytiharan]] telah dibuat untuk [[Ortografi|sistem ejaan]] bersama di kedua negara yang dikenal sebagai [[Ejaan Rumi Baharu]] di Malaysia dan [[Ejaan yang Disempurnakan|Sistem Ejaan Yang Disempurnakan]] di Indonesia. Dengan pengenalan sistem ejaan umum yang baru ini, semua dokumen [[Administrasi|tata usaha]], bahan pengajaran dan pembelajaran serta semua bentuk komunikasi tertulis didasarkan pada sistem ejaan yang relatif seragam yang [[Efektivitas|berhasil guna]] dan [[Efisiensi|berdaya guna]], terutama dalam [[Administrasi|tata usaha]] dan pendidikan nasional.
 
Walaupun [[Ortografi bahasa Melayu|alfabet bahasa Melayu]] digunakan secara meluas dan terlembaga, [[abjad Jawi]] tetap menjadi salah satu dari dua aksara resmi di [[Brunei]] dan digunakan sebagai aksara alternatif di [[Malaysia]]. Penggunaan Jawi sehari-hari dipertahankan di kawasan berpenduduk Melayu yang lebih konservatif seperti [[Provinsi Pattani|Patani]] di Thailand dan [[Kelantan]] di Malaysia. Aksara tersebut digunakan untuk [[Administrasi|penadbiran]] agama dan budaya Melayu di [[Terengganu]], [[Kelantan]], [[Kedah]], [[Perlis]], dan [[Johor]]. Pengaruh aksara tersebut masih ada di [[Sulu]] dan [[Marawi]] di Filipina, sedangkan abjad Jawi di Indonesia masih digunakan secara meluas di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, tempat rambu-rambu jalan dan rambu-rambu gedung pemerintahan ditulis dalam aksara tersebut.<ref>{{cite act |type=Governor Regulation |index=46 |date=2018 |article=11 |article-type=Article |legislature=GovernorGubernur ofProvinsi Riau Province |title=Peraturan Gubernur Riau Nomor 46 Tahun 2018 Tentang Penerapan Muatan Budaya Melayu Riau Di Ruang Umum |trans-title= |url=https://jdihn.go.id/files/224/Pergub_No_46_Tahun_2018_S.PDF |language=id}}</ref>
 
== Tokoh-tokoh ==