[[Berkas:March on Rome.jpg|jmpl|Mussolini dan Kuadrumviri pada [[Pawai ke Roma]] di tahun 1922. Dari kiri ke kanan: [[Michele Bianchi]], [[Emilio De Bono]], [[Italo Balbo]], dan [[Cesare Maria De Vecchi]]]]
MalamPada harimusim semi tahun 1922, Mussolini mengancam untuk mengirim 300. 000 pasukan untuk menguasai Roma yang sebenarnya hanya sebuah gertakan karena malam harinya antara tanggal 27 dan 28 Oktober 1922, hanya sekitar 30.000 Bajuorang Hitamsaja fasisyang berkumpul di Roma.<ref>{{Cite untukjournal|last=Iodice|first=Emilio|date=2018|title=Lessons from History: The Startling Rise to Power of Benito Mussolini|url=https://scholar.valpo.edu/jvbl/vol11/iss2/3|journal=The Journal of Values-Based Leadership|volume=11|issue=2|doi=10.22543/0733.62.1241|issn=1948-0733}}</ref> Mereka menuntut mundur Perdana Menteri liberal [[Luigi Facta]] dan pendirian pemerintah fasis baru. Pada pagi hari 28 Oktober, Raja [[Vittorio Emanuele III]], yang memegang tampuk kekuasaan militer tertinggi menurut [[Statuto Albertino]], menolak permintaan pemerintah untuk mendeklarasikan [[darurat militer]]. Facta pun mundur dari jabatannya. Raja kemudian memberikan kekuasaan kepada Mussolini (yang tetap berada di markasnya pada saat negosiasi) dengan cara memintanya membentuk pemerintahan baru. Keputusan kontroversial Raja ini oleh para sejarawan dianggap bermula dari semacam campuran antara kebodohan dan ketakutan. Mussolini memang mendapatkan dukungan luas di kalangan militer dan elit industrial dan pertanian, sementara Raja dan kaum konservatif takut akan perang sipil dan pada akhirnya berpikir mereka bisa menggunakan Mussolini untuk mengembalikan hukum dan ketertiban. Mereka gagal melihat bahaya perkembangan totalitarian.<ref>{{cite book|last=Lyttelton|first=Adrian|year=2009|title=The Seizure of Power: Fascism in Italy, 1919–1929|location=New York|publisher=Routledge|isbn=978-0-415-55394-0|pages=75–77}}</ref>