Ullath, Saparua Timur, Maluku Tengah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 29:
Sejarah menunjukkan bahwa penduduk Ullath berasal dari daerah yang berbeda-beda. Mereka datang dalam kurun waktu dan gelombang migrasi yang berlainan. Secara umum orang Ullath diakui berasal dari Pulau Seram, yang dikarenakan berbagai faktor, akhirnya mengadakan migrasi secara konstan ke pulau-pulau kecil di sebelah selatan. Migrasi mencari kediaman baru tersebut tercermin dari ungkapan ''maatita tomanusa'' yang berarti "mari kita mencari pulau". Ungkapan ''maatita'' dan ''tomanusa'' selanjutnya disematkan masing-masing kepada kelompok fam yang leluhurnya pertama kali datang ke negeri-negeri lama Ullath dan kelompok matarumah yang leluhurnya menyusul kemudian dan ikut mendiami negeri lama. Meskipun ''tomanusa'' termasuk pendatang, tetapi matarumah-matarumah ini terdapat di tiang baileu dan diakui pula sebagai ''ana negeri'', bukan orang dagang.
Kisah bahwa nenek moyang sebagian orang Ullath berasal dari Seram termaktub dalam cerita lisan mengenai sejarah terjadinya hubungan ''[[gandong]]'' antara Ullath dengan Negeri [[Pulau Buano|Buano]] dan [[Oma, Pulau Haruku, Maluku Tengah|Oma]].{{sfn|Marthin Ramstedt|2004|pp=130}} Menurut salah satu tuturan lisan, terdapat tiga orang beradik kakak yang berasal dari negeri legenda, [[Nunusaku]].
Latuputty dan Latuaren dalam perjalanannya mencari negeri yang baru terpisah di tengah laut. Latuaren, si bungsu, akhirnya sampai ke wilayah yang di kemudian hari menjadi Ullath, di sebelah tenggara Pulau Saparua.{{sfn|Marthin Ramstedt|2004|pp=130}} Sementara Latuputty berlabuh di sebelah selatan Pulau Haruku dan bergabung bersama penduduk lain yang sudah ada di situ. Tempat ia berlabuh di kemudian hari berkembang menjadi Negeri Oma sebagaimana yang kita ketahui saat ini. Didera rasa rindu, Latuaren mencoba mencari Latuputty dengan berlayar ke Pulau Haruku. Setibanya di pantai Oma, ia disuguhi pisang dengan parang tertancap di atasnya oleh tuan rumah. Pisang dengan parang tertancap dianggap sebagai undangan untuk duel atau bertarung. Latuaren meladeni permintaan tuan rumah, dan keduanya bertarung hingga tidak ada yang menang atau pun kalah. Mereka menghentikan pertarungan dan saling menanyakan identitas masing-masing, hingga akhirnya Latuaren menyadari bahwa yang ia lawan adalah kakaknya sendiri. Sekian tahun tidak bertemu membuat mereka seperti tidak lagi saling kenal mengenal.{{sfn|Marthin Ramstedt|2004|pp=130}}
|