Bandar Udara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Unitedports (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Jeck005 (bicara | kontrib)
Penambahan Informasi Fasilitas
Baris 80:
Proyek ini sempat tersendat akibat sengketa antara Pemkot Samarinda dan kontraktor bandara waktu itu, PT NCR. Kemudian proyek bandara diambil alih oleh Pemprov Kaltim.<ref>{{cite web |url=http://kaltim.prokal.co/read/news/52776-tumbal-bandara-samarinda-rp-1375-m |title=Tumbal Bandara Samarinda Rp137,5 M |publisher=kaltim.prokal.co |date=21 Januari 2014 |accessdate=26 Mei 2018 }}</ref><ref>{{cite web |url=http://kaltim.prokal.co/read/news/52976-rugi-miliaran-karena-gugatan-campur-aduk |title=Rugi Miliaran karena Gugatan Campur Aduk |publisher=kaltim.prokal.co |date=22 Januari 2014 |accessdate=26 Mei 2018 }}</ref><ref>{{cite web |url=http://kaltim.prokal.co/read/news/26193-proyek-tersendat-sendat |title=Proyek Tersendat-sendat |publisher=kaltim.prokal.co |date=29 Juli 2013 |accessdate=26 Mei 2018 }}</ref>
 
[[Kementerian Perhubungan Republik Indonesia|Kementerian Perhubungan]] (Kemenhub) secara resmi menerbitkan Sertifikat Bandar Udara (SBU) pada 15 Mei 2018. SBU nomor 145/SBU-DBU/V/2018 itu ditandatangani langsung oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso. Dengan ditandatanganinya SBU itu, maka Bandara APT Pranoto resmi dapat melayani penerbangan publik secara domestik. Pada awal diresmikan dan beroperasinya Bandar Udara APT Pranoto pada 24 Mei 2018, bandara ini masih menggunakan rute yang ada di Bandar Udara Temindung. Setelah bandara ini diresmikan pada 25 Oktober 2018 oleh [[Presiden Indonesia]] [[Joko Widodo]]<ref>{{cite web |url=https://finance.detik.com/infrastruktur/d-4272386/diresmikan-jokowi-bandara-apt-pranoto-akan-diperluas-lagi |title=Diresmikan Jokowi, Bandara APT Pranoto akan Diperluas Lagi |publisher=finance.detik.com |date=25 Oktober 2018 |accessdate=27 Oktober 2018 }}</ref> bersama dengan [[Bandar Udara Maratua|Bandara Maratua]] di [[Kabupaten Berau]], hampir sebulan berikutnya penerbangan perdana ke luar pulau Kalimantan dan kota-kota lainnya di Indonesia pun dimulai pada 20 November 2018 hingga sekarang.<ref>{{cnCite web|date=2020-01-14|title=Wow, Bandara APT Pranoto Samarinda Buka Rute ke Pulau Maratua - Indonesiainside.id|url=https://indonesiainside.id/ekonomi/2020/01/14/wow-bandara-apt-pranoto-samarinda-buka-rute-ke-pulau-maratua|language=id-ID|access-date=2022-06-16}}</ref>
 
Setelah 14 bulan beroperasi, Bandara APT Pranoto dinaikkan statusnya dari Kelas II menjadi Kelas I, sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 56 Tahun 2019. <ref>{{Cite web|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/baru-beroperasi-14-bulan-bandara-samarinda-naik-kelas.html|title=Baru Beroperasi 14 Bulan, Bandara Samarinda Naik Kelas|website=merdeka.com|language=en|access-date=2020-06-05}}</ref>
 
== Fasilitas ==
Bandara ini meliputi area seluas 470 hektar (1,8 sq mi). Bandara ini memiliki 4 gerbang naik, dengan empat gerbang jembatan jet. Semua jembatan jet mampu menangani Airbus A320. Bandara ini memiliki satu landasan pacu, yang panjangnya 2.250 meter (7.380 kaki) dan lebar 45 meter (148 kaki). Landasan pacu direncanakan akan diperpanjang menjadi 3.000 m di masa depan untuk mengakomodasi pesawat berbadan lebar seperti Airbus A330, Boeing 747, Boeing 767, dan Boeing 777. Bandara ini memiliki total kapasitas 1,5 juta penumpang per tahun dan terminal memiliki area 16.468 m2 (177.260 sq ft). Bandara ini memiliki ukuran landasan pacu 2.250 m x 45 m, ''taxiway'' berukuran 173 m x 23 m, apron 300 m x 123 m <ref>{{Cite web|date=28 Oktober 2018|title=Tiga Maskapai Segera Isi Rute Penerbangan dari dan ke Samarinda|url=http://dephub.go.id/post/read/tiga-maskapai-segera-isi-rute-penerbangan-dari-dan-ke-samarinda?language=id|website=Kementeriaan Perhubungan Republik Indonesia|access-date=16 Juni 2022}}</ref>
<!--uncited, not necessary, under construction ===Permasalahan===
Di kalangan masyarakat Kaltim sendiri, proyek bandara ini sangat terkenal, bukan karena nilai vitalnya yang dianggap menguntungkan masyarakat, namun karena beragam permasalahan yang menimpa saat proses pembangunannya berlangsung<br />
 
Ide memindahkan bandara mencuat pada 1995 kemudian diwujudkan melalui pembebasan 300 hektare lahan di [[Sungai Siring, Samarinda Utara, Samarinda]]. Kelak, inilah lahan BSB.
Rencana pemindahan pun dimulai Gubernur [[Muhammad Ardans]]. Namun begitu, tidak ada perkembangan berarti hingga 2002, ketika desain teknik dikerjakan [[Direktorat Jenderal]] Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan (kini [[Kementerian Perhubungan Indonesia]]). Sebidang lahan di Sungai Siring itu pun dipilih.
Berikutnya, mulailah masalah demi masalah menghampiri. Polemik pertama datang ketika Pemkab [[Kukar]] di bawah komando Bupati [[Syaukani Hasan Rais]] memiliki niat sama: membangun bandara di Kecamatan [[Loa Kulu, Kutai Kartanegara]], pada 2003. Pemkot Samarinda dan Pemkab Kukar lalu sama-sama ngotot punya bandara sendiri.
Setahun ngotot-ngototan, Gubernur [[Suwarna Abdul Fatah]] bersama Wali Kota Samarinda [[Achmad Amins]], menemui Menteri Perhubungan (Menhub) yang saat itu dijabat [[Hatta Rajasa]]. Keduanya memohon kepada Menteri supaya pembangunan BSB diserahkan ke Pemkot Samarinda. Suatu hal langka di [[Indonesia]], ketika sebuah bandara dibangun oleh Pemerintah Kota, bukan Pemerintah Provinsi.
Tapi langka bukan berarti tidak mungkin ada. Tak lama setelah keduanya menghadap, terbit surat bernomor AU 106/1/21/PHB 2005 perihal Penetapan Lokasi Bandara. Menhub menerbitkan lagi Keputusan Nomor KP 223 Tahun 2005 tertanggal 21 September 2005 tentang Penetapan Pelaksanaan Pembangunan Bandar Udara Baru di Sei Siring diserahkan kepada Pemkot Samarinda. Panjang runway yang diizinkan hanya 1.600 meter.
Pada tahun yang sama, hadirlah [[PT Nuansa Cipta Realtindo (NCR)]] yang dipimpin Susanto Suparjo alias Tono. Adapun Tono, menantu [[Jusuf Kalla]], wakil presiden saat itu. Mengaku sebagai investor, NCR tak menemui banyak rintangan merengkuh proyek tersebut -- yang beberapa tahun kemudian dalam audit teknis didapati, melalui penunjukan langsung, bukan lelang.<br />
Semua berjalan dengan baik, ketika surat perintah mulai kerja dari wali kota terbit pada 28 April 2006, diikuti surat perjanjian kerja (SPK) 26 November 2007. SPK ditandatangani Kadishub Samarinda Sulaiman Sade selaku kuasa pengguna anggaran bersama Bachtiar Abady sebagai direktur utama PT NCR, dan Ismady Supardjo selaku komisaris utama.
Dalam perjanjian ini, nilai kontrak disepakati Rp 995,78 miliar, di mana pekerjaan meliputi evaluasi, penyempurnaan perencanaan, dan pembangunan fisik. Lama pelaksanaan 28 bulan kalender terhitung sejak penandatanganan kontrak. Namun, menurut audit teknis Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kaltim, setahun sebelum SPK ini keluar, PT NCR sudah memulai beberapa pekerjaan. Di antaranya, land clearing dan cut and fill. Padahal, [[detailed engineering design]] (DED/detail desain teknis) saat itu juga belum kelar.
Sehingga muncul kecurigaan di antara masyarakat bahwa PT NCR tidak bekerja sebagai [[investor]], melainkan [[kontraktor]]. Kian ruwet, ketika kontrak PT NCR senilai Rp 995 miliar belakangan diketahui hanya mengerjakan sembilan item pekerjaan. Padahal, supaya bandara beroperasi, ada 31 item yang harus diselesaikan dengan biaya Rp 2,4 triliun. Sementara yang diketahui masyarakat adalah dana Rp 995 miliar itu untuk biaya membangun bandara keseluruhan.<br />
Tiga tahun kemudian, audit [[BPKP]] menghasilkan 13 butir temuan. Terpilihnya PT NCR menuai dugaan -- sesuai audit BPKP pada 2009 --, ditunjuk langsung yang berarti melanggar Keppres 80/2003 tentang Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.<br />
 
Tak berhenti di situ saja, Di saat yang sama, PT NCR yang katanya investor terus menerima kucuran [[APBD]]. Pada Februari 2008, Rp 112 miliar diluncurkan. Rinciannya, Rp 67 miliar APBD Kaltim dan Rp 45 miliar APBD Samarinda.<br />
Pada bulan Desember 2008, Gubernur Awang Faroek Ishak dilantik. Tak lama kemudian, Gubernur membatalkan pembangunan Bandara Loa Kulu, buah pikiran Syaukani. Lahan bandara ini juga yang membawa Syaukani ke dalam jurang korupsi. Sebab, pembebasan lahan dan penunjukan langsung pelaksana uji kelayakan kepada PT Mahakam Diastar Internasional -- direktur utamanya Bupati [[Minahasa Utara]], [[Sulawesi Utara]] [[Vonnie Anneke Panambunan]] yang turut divonis bersalah -- terendus Komisi Pemberantasan Korupsi.<br />
 
Setelah BPKP mengumumkan hasil audit pada 2009, tidak ada lagi kegiatan pembangunan di lokasi bandara. Pemkot Samarinda mengeluarkan surat Nomor 190.C/L-IV/Pemb/KS/2010 tanggal 1 Februari 2010 perihal Penarikan Kewenangan Pembangunan Bandar Udara Samarinda Baru.
Sepanjang itu, beberapa kali jalan masuk bandara diblokir subkontraktor PT NCR yang belum dibayar atas pekerjaan mereka.
<br />
Impian sebagian warga Samarinda memiliki bandara kian jauh panggang dari api. Sempat dikabarkan kontrak PT NCR diputus tahun ini, lelang ulang pembangunan bandara segera dibuka.
Alih-alih memutuskan kontrak dengan NCR -- berdasarkan audit teknis BPKP --, belakangan Pemkot Samarinda memperpanjang kontrak yang semestinya habis tahun ini, sampai 2013.
Ditengarai, perpanjangan kontrak PT NCR mengerjakan sisi udara justru menjadi hambatan pemerintah melelang ulang BSB.<br />
<br />
 
===Mundurnya Bakrie===
Pada awalnya pemprov Kaltim menyerahkan pembangunan sisi udara (bagian landas pacu pesawat) kepada investor. Pihak pemprov sendiri mengungkapkan alasan memilih pendanaan melalui investor karena tidak cairnya bantuan dari pemerintah pusat. Nota Kesepahaman telah ditandatangani antara pemprov dan Bakrie Capital Indonesia pada awal tahun 2012. Namun, seiring waktu tidak ada kejelasan pembangunan. Dari pihak DPRD Kaltim pun mendesak agar segera memutuskan hubungan dengan Bakrie. Ada beragam isu yang beredar mengenai penyebab terkatung-katungnya pembangunan sisi udara ini, seperti Bakrie yang memperhitungkan nilai ekonomis BSB dengan tetangganya yang sedang diupgrade, Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, isu pendanaan untuk Pemilu 2014, hingga ketidaksanggupan Bakrie untuk menyelesaikan Studi Kelayakan dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.<br />
 
Meskipun pada Maret 2013 Gubernur Awang Faroek Ishak mengatakan Bakrie masih berkomitmen akan proyek tersebut, pada tanggal 15 Agustus 2013 akhirnya diungkapkan ke media bahwa MoU BSB dengan Bakrie telah diputus. Pemprov segera mencari investor baru. Pada tanggal 20 Agustus 2013 di Kantor Gubernur Kaltim, diungkapkan bahwa investor pembangunan sisi udara yang dipilih adalah PT. Persada Investment, yang merupakan bagian dari Panin Group.
 
 
===Kelanjutan Pembangunan===
Setelah mengalami mati suri selama beberapa tahun, akhirnya proyek pembangunan ini dilanjutkan kembali. Kali ini, proses pembangunan sisi darat dibagi menjadi 4 paket. Paket I berupa pembentukan lahan (land development), kontraktor yang ditunjuk adalah PT. [[Pembangunan Perumahan]] Tbk. Pada tanggal 23 Februari 2011, Gubernur [[Kalimantan Timur]] [[Awang Faroek Ishak]] melakukan pemancangan tiang pertama (ground breaking) paket I untuk kedua kalinya setelah ground breaking pertama tahun 2006 oleh [[Syaharie Jaang]]. Kali ini Proyek pengerjaan bandara sudah diambilalih oleh Pemprov Kaltim, dengan sumber dana APBD Kaltim, APBN, hasil penjualan lahan Bandara Temindung, serta swasta (Pada awalnya investor yang ditunjuk adalah Bakrie Capital, namun karena tidak ada kejelasan maka pada tanggal 20 Agustus 2013 diungkapkan bahwa investor yang dipilih adalah PT. Persada Investment).
 
Sehubungan dengan desain awal Bandara Samarinda Baru yang dianggap sudah kadaluarsa, pada tanggal 16 mei 2012 diadakan kontes desain ulang bandara, bersamaan dengan lelang pembangunan paket II (desain dan pekerjaan pembangunan terminal penumpang)dan III (bangunan penunjang). Kontes ini diselenggarakan di Kantor [[Angkasa Pura I]] di [[Balikpapan]], dan diikuti oleh 3 [[Perusahaan]] [[BUMN]]. Pemenang kontes diumumkan tanggal 4 Juni 2012. Desain yang terpilih adalah dari PT. Arkonin. Kontraktor yang terpilih untuk pembangunan paket II adalah [[PT. Waskita Karya]], dengan konsultan [[manajemen konstruksi]] Yogya Karya [[kerja sama operasi]] (KsO) Artefak Arkindo. Untuk Paket III dimenangkan oleh PT Adhi-Tanjung (kerja sama operasi PT Adhi Karya dengan PT Putra Tanjung).
 
Ground breaking paket II dan III dilakukan tanggal 2 Juli 2012, oleh Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Paket 4 sendiri, berupa pengadaan 4 buah garbarata, mesin genset, dan explosive detector, belum diadakan lelang.
 
Sampai saat ini (30 September 2013) belum ada pembangunan fisik apapun pada bagian sisi udara.
 
Pada perencanaannya, landas pacu hanya akan mencapai 1.200 meter, agar Bandara Temindung bisa segera dipindahkan ke Bandara Samarinda Baru. Pada tahap penyelesaian, panjang landas pacu akan mencapai 3.800 meter. Luas lahan BSB saat ini 310 hektare dengan perluasan nantinya sampai 470 hektare. Dengan luas terminal penumpang 12.711 meter persegi, BSB mampu menampung 1,5 juta orang per tahun pada tahap awalnya. Untuk pengembangan, kapasitas bisa menampung 5 juta penumpang dengan luas terminal 16.468 meter persegi. Sedangkan pengembangan landas pacu ditargetkan mencapai 3.800 meter dengan lebar 60 meter. Cukup bagi pesawat bermesin jet terbang dan mendarat.
-->
 
== Maskapai ==<!--DILARANG MENAMBAH INFORMASI PALSU/INFORMASI TANPA REFERENSI TERKAIT RUTE PENERBANGAN-->