J.A. Katili: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Davgaf (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
fix
Baris 1:
{{fansite|date=April 2017}}
[[Berkas:JA Katili.jpg|ka|200px|jmpl|Prof. Dr. John Ario Katili]]
'''[[Profesor|Prof.]] [[Doktor|Dr.]] [[Rekayasawan|Ir]]. '''John Ario Katili''' atau lebih dikenal dengan nama '''J.A. Katili''' {{lahir [[Gorontalo]]|9|6|1929, |[[Jakarta]]|19|6|2008}} adalah seorang saintis di bidang Geologi, Pendidikgeolog, Akademisipendidik, Birokratbirokrat, Politisipolitisi, serta Diplomatdiplomat Indonesia. Ia juga dikenal pernah mendalami ilmu-ilmu sastra secara langsung dari [[HB Jassin]], Idroes dan AOH Kartahadimaja. Katili adalah Doktor Geologi pertama di [[Institut Teknologi Bandung|ITB]] dan juga Indonesia.
 
== Riwayat hidup ==
Baris 11:
Singkat cerita pada tahun 1959, diusia yang relatif muda yakni 30 tahun, dia merampungkan studi doktoralnya di ITB Bandung. Katili dinyatakan sebagai doktor geologi pertama ITB dengan disertasi berjudul 'Investigators on the Lassi Granite Mass Central Sumatera' dan mendapat predikat cumlaude. Setahun kemudian, putra ke-8 pasangan Abdullah Umar Katili dan Tjimbau Lamato ini langsung 'diresmikan' menjadi guru besar ITB dengan menambah satu gelar di depan namanya, 'profesor' pada tahun 1961.
 
Prof. Dr. John Ario Katili adalah satu di antara tiga ilmuwan, bersama Prof. Roosseno dan Prof. Baiquni menerima Bintang Mahaputra pada tahun 1984. Ini menandakan besarnya perhatian dan minat pemerintah terhadap perkembangan ilmu di Indonesia. Karier John Ario Katili sebagai geolog dimulai begitu ia menamatkan Fakultas Ilmu Pasti & Alam UI (kini Institut Teknologi Bandung, ITB) di Bandung pada tahun 1956. Memulai sebagai Ketua Bagian Geologi pada almamaternya, John sempat menjadi Pembantu Rektor pada ITB tahun 1960. Tahun berikutnya ia ditarik ke Departemen Pertambangan, sampai menjabat Dirjen Pertambangan Umum (1973-1984), dan terakhir, Dirjen Geologi & Sumber Daya Mineral (1984-1989).
 
John Ario Katili mengemukakan bahwa dalam Pelita IV, sumber daya mineral nonmigas mendapat perhatian utama pemerintah dalam upaya melepaskan diri dari ketergantungan pada ekspor migas. Belajar dari pengalaman meletusnya Gunung Galunggung di Jawa Barat pada tanggal 5 April 1982 silam, Katili mengingatkan bahwa banyak kota di Indonesia yang ”rawan gempa”. Ia menyebut Banda Aceh, Padang, Bukittinggi, sejumlah kota di pantai barat Jawa, kemudian Palu, Ambon, Sorong, dan Biak. Geolog yang pernah mendalami ilmunya di Universita Innsbruck, Austria ini menyarankan sebaiknya masyarakat setempat tidak mendirikan bangunan bertingkat.