Sejarah perkeretaapian di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 192:
Pada akhir tahun 70 dan awal 80an, PJKA mulai mengimpor lokomotif diesel elektrik generasi kedua bergandar CC dan generasi keempat bergandar BB yaitu CC201 dan BB203. PJKA melakukan pengelompokan CC 201 dan BB 203 saat itu. CC 201 hanya untuk jalur rel berat, sedangkan BB203 digunakan untuk rel ringan. Bentuk dan mesin kedua lokomotif itu sama, tetapi hanya jumlah gandar penggeraknya yang berbeda. Lokomotif BB 203 dilengkapi dengan empat gandar penggerak, sementara CC 201 dilengkapi dengan enam gandar penggerak.
 
Di [[Sumatra Selatan]] dan [[Lampung]], didatangkan lah lokomotif Diesel elektrik generasi ketiga yaitu [[CC202]] angkatan [[1986]] Karena meningkatnya kebutuhan angkutan [[batu bara]]. sedangkan dijawa, Sumatra Barat dan Sumatra Utara didatangkannya juga lokomotif [[BB302]], [[BB303]], [[BB304]], [[BB305]], dan [[BB306]] untuk menambah armada lokomotif yg pada saat itu masih banyaknyaadanya sisa lokomotif uap yg masih beroperasi.
 
Pada tanggal [[6 Oktober]] [[1976]], beberapa saat setelah ditutupnya [[jalur kereta api Secang-Kedungjati]], [[Museum Kereta Api Ambarawa]] didirikan, menempati bekas stasiun Willem I di [[Ambarawa]]. Di sinilah akhir dari sejumlah lokomotif uap yang berhenti beroperasi menarik kereta api jarak dekat/lokal, barang maupun tugas langsir. Karena, pada tahun [[1980-an]] semua lokomotif uap dinyatakan tidak bisa lagi beroperasi untuk kereta api komersial karena faktor emisi gas buang.