Blangkon: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 1:
[[Berkas:Ngayogyakarta-style blangkon, 2015-05-17 04.jpg|jmpl|Blangkon gaya Ngayogyakarta, yang dipakai untuk pernikahan.]]
'''Blangkon''' ([[Jawa]]: ꦧ꧀ꦭꦁꦏꦺꦴꦤ꧀) adalah penutup atau ikat kepala lelaki dalam tradisi busana etnis Jawa. Umumnya, terbuat dari jalinan kain polos atau bermotif hias (batik). Kain tersebut dilipat, dililit, dan dijahit sehingga berbentuk mirip topi yang dapat dikenakan langsung.
Di balik blangkon ada makna filosofis yang mendalam, berupa pengharapan dalam nilai-nilai hidup. Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa kepala seorang lelaki memiliki arti serius dan khusus sehingga penggunaan blangkon sudah menjadi pakaian keseharian atau pakaian wajib.
Dahulu, pembuatan blangkon tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Hal ini karena terdapat penetapan pakem atau aturan tersendiri. Jadi, hanya seniman yang memahami dan memiliki keahlian terkait pakem tersebut yang boleh membuat blangkon.
Sebutan blangkon berasal dari kata blangko dari bahasa belanda ''Blanco'', istilah yang dipakai masyarakat Jawa untuk mengatakan sesuatu yang siap pakai. Dulunya blangkon tidak berbentuk bulat dan siap pakai, melainkan sama seperti ikat kepala lainnya yakni melalui proses pengikatan yang cukup rumit. Seiring berjalannya waktu, maka tercipta inovasi untuk membuat ikat kepala siap pakai yang selanjutnya dijuluki sebagai blangkon.<ref>http://krjogja.com/web/news/read/14639/Rahasia_di_Balik_Blangkon</ref>
|