Sampit (kota): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Penambahan Konten
Tio Manasay (bicara | kontrib)
k Referensi: SWARA MENTAYA Edisi: 08/B.SM.MES/April 2008
Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis VisualEditor
Baris 124:
 
== Pranala luar ==
{{commonscat|Sampit}}BUDAYA
 
'''ADAT-ISTIADAT'''
 
'''DAYAK KOTAWARINGIN'''
 
Disusun oleh: '''Aspur Azhar'''
 
'''''TRADISI KELAHIRAN'''''
 
'''''AYUN ANAK'''''
 
Menurut pandangan masyarakat tradisionil, terdapat tiga masa di mana manusia mengalami transpormasi lahir dan batin, yaitu pada masa kelahiran, perkawinan dan kematian. Maka untuk menghadapi ketiga masa transpormasi tersebut, masyarakat tradisionil menyiapkan berbagai upacara. Segenap upacara yang berhubungan dengan kelahiran disebut dengan upacara tradisi kelahiran, segenap upacara tradisi yang berhubungan dengan perkawinan disebut upacara tradisi perkawinan, dan begitu pun dengan upacara tradisi kematian.
 
Berikut ini akan dipaparkan salah satu upacara tradisi kelahiran berupa Ayun Anak. Upacara tradisi Ayun Anak yang terdapat di wilayah Kotawaringin umumnya terdiri dari tiga jenis: yang pertama, Palas Bidan, kedua, Tasmiyah, dan yang ketiga Aqiqah. Meskipun ada perbedaan dalam tatacara pelaksanaan, namun maksud dan tujuan upacara Ayun Anak tersebut sama saja, yaitu sebagai ungkapan rasa syukur kehadhirat Yuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia berupa seorang anak yang sehat serta memberikan keselamatan bagi si ibu yang melahirkan. Selain itu juga merupakan ungkapan harapan-harapan orang tua terhadap si anak dalam meniti masa depannya kelak. Dari ketiga jenis upacara tersebut yang paling umum dilaksanakan oleh masyarakat adalah upacara Palas Bidan dan Tasmiyah, sedangkan upacara Aqiqah biasanya hanya dilaksanakan oleh masyarakat yang mampu secara ekonomi saja, karena biayanya memang lebih mahal daripada kedua upacara lainnya.
 
'''1.Palas Bidan'''
 
Upacara tradisi Palas Bidan ini merupakan upacara tradisi kelahiran Ayun Anak yang paling tua yang terdapat di wilayah Kotawaringin dan dapat dianggap sebagai tradisi asal. Tradisi ini muncul diperkirakan sebagai pengaruh kebudayaan Hindu Jawa, Majapahit, sejak abad ke-14 Masehi. Hal ini dapat diketahui dari simbol-simbol yang terdapat dalam upacara tersebut. Namun demikian, sejak abad ke-17 Masehi upacara tradisi Palas Bidan ini mengalami islamisasi atau pengislaman, sehingga hakikat dan tatacara pelaksanaan upacara tersebut mungkin sudah jauh berbeda dari sebelumnya.
 
Yang dimaksud dengan ‘palas’ dalam istilah upacara tradisi ini ialah persembahan atau sesaji. Jadi yang dimaksud dengan Palas Bidan itu ialah persembahan atau sesajian yang diberikan kepada Bidan sebagai bentuk ungkapan terima kasih kepada Bidan karena telah membantu melahirkan dan merawat ibu dan anak selama waktu tertentu. Penyerahan persembahan atau sesajian tersebut dilaksanakan dalam satu rangkaian upacara tradisi yang disebut upacara Palas Bidan tadi. Adapun maksud dan tujuan pelaksanaan upacara ini, di samping sebagai ungkapan rasa syukur kehadhirat Tuhan Yang Maha Esa dan ungkapan harapan masa depan si anak juga sebagai ungkapan terima kasih kepada Bidan, sekaligus sebagai tanda serah-terima perawatan si anak dari Bidan kepada keluarga yang melahirkan anak tersebut.
 
'''1.1. Perlengkapan Upacara'''
 
Upacara Palas Bidan umumnya dihadiri oleh warga masyarakat sekitar serta kaum kerabat yang berhajat melaksanakan upacara. Adapun sesuguhan bagi para tamu biasanya berupa nasi pulut, ketan yang diberi warna kuning dengan campuran rendang atau dengan campuran inti yaitu parutan kelapa bercampur gula merah, atau bisa juga berupa kue apem yang ditaburi parutan kelapa dan kue-kue lainnya. Sedangkan minumannya berupa teh manis atau susu.
 
Pada salah satu bagian ruangan dalam rumah, digantung ayunan anak dengan tiga lapis kain, terdiri dari dua lapis kain batik dan satu lapis bagian luar kain berwarna kuning. Ayunan ini dihiasi dengan janur dan buah-buahan ranum, seperti pisang, jeruk, kedondong, belimbing, jambu air dan sebagainya, serta dilengkapi dengan bunga rampai dan harum-haruman lainnya. Di dalam ayunan diletakkan ulekan/cobek batu dan kancip, alat pengupas pinang. Sedangkan di sisi sebelah bawah ayunan disediakanlah sesajian buat Bidan, terdiri dari beras, kurang lebih 1 kilogram atau lebih, satu biji buah kelapa tua yang kulit luarnya sudah dikupas, lalu pada bagian ujung sabutnya dililit benang dan jarum, ada juga paku, gula, garam dan bumbu-bumbu dapur lainnya. Semua itu dimasukkan dan disusun secara apik ke dalam mangkuk besar yang disebut sasanggan.
 
'''1.2. Tatacara Pelaksanaan'''
 
Upacara Palas Bidan ini biasanya dilaksanakan sesudah berakhirnya masa nifas si ibu yang melahirkan, yakni di atas hari keempat puluh. Dilaksanakan pada pagi hari atau kadang-kadang juga menjelang sore hari. Setelah para undangan berkumpul, upacara segera dimulai. Bidan memandikan si bayi di tempat yang telah ditentukan, kemudian Bidan memasangkan pakaian bayi. Lalu Bidan menyerahkan si bayi kepada ayahnya yang telah duduk di samping ayunan, kemudian Bidan akan mengoleskan garam dan asam ke lidah si bayi sebagai lambang suka-duka kehidupan yang akan dilewatinya di kemudian hari serta menggunting sedikit rambut si bayi untuk disimpan sebagai pelengkap palas atau sesajian. Berikutnya si ayah akan menyerahkan bayi tersebut kepada isterinya, ibu si bayi, sementara ia mengeluarkan ulekan/cobek yang ada dalam ayunan. Sesudah itu si ibu akan memasukan si bayi ke dalam ayunan. Bila bayi yang ada dalam ayunan sudah tenang, maka dilanjutkan dengan penyerahan palas dari si ayah kepada Bidan.
 
Sebagai tambahan, biasanya sesudah itu dilanjutkan dengan pembacaan al-Quran oleh seorang qari yang telah ditentukan, atau pembacaan salawat oleh para hadirin dipimin oleh salah seorang di antara mereka. Lalu dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat dan menyantap hidangan. Sebagai prosesi akhir, Bidan, si ibu dan si ayah akan membawa bayi mereka keluar rumah untuk yang pertama kalinya serta dilanjutkan dengan acara menginjakkan kaki si bayi ke tanah untuk yang pertama kalinya pula. Merujuk pada prosesi akhir ini, upacara Palas Bidan ini juga kadang-kadang disebut sebagai upacara Penurunan Anak.
 
'''2. Tasmiyah'''
 
Kata “tasmiyah” terambil dari bahasa Arab yang secara harafiah berarti “pemberian nama”. Namun meskipun kata tersebut diambil dari bahasa Arab, bukan berarti upacara tradisi Tasmiyah berasal dari negeri Timur Tengah. Ditinjau dari pola dasar upacara Tasmiyah, tampak bahwa uapacara tersebut merupakan bagian dari Tradisi Agraris asli Nusantara. Tampaknya pula upacara Tasmiyah ini merupakan hasil upaya sekelompok ulama abad 17 memodifikasi upacara Palas Bidan yang dipandang mengandung unsur-unsur agama Hindu. Tujuan dari modifikasi ini adalah dalam rangka mempertahankan upacara tradisi tersebut dan sekaligus menghilangkan kesan kehinduannya.
 
Upacara Tasmiyah juga merupakan tradisi Ayun Anak, oleh karena yang menjadi pusat perhatian dari upacara ini adalah Ayunan Anak. Adapun acara pemberian nama tadi merupakan acara pengganti palas bidan. Dalam pelaksanaannya upacara Tasmiyah ini tidak jauh berbeda dengan upacara Palas Bidan, kecuali bahwa acara serah terima sesajian bagi Bidan diganti dengan acara pemberian nama.
 
'''2.1 Perlengkapan dan Tatacara Pelaksanaan'''
 
Perlengkapan utama upacara Tasmiyah ialah Ayunan Anak berlapis tiga lembar kain. Dua lapis bagian dalam terdiri dari dua helai kain batik, kemudian lapisan terluar berupa kain katun berwarna kuning. Ayunan ini juga dihiasi dengan aneka bentuk janur serta buah-buahan segar. Ayunan di tempatkan pada salah satu sisi ruang yang mudah dilihat dari tempat berlangsung upacara. Perlengkapan lainnya yaitu buah kelapa muda yang telah dikupas pada bagian ujung buahnya. Buah kelapa muda ini merupakan tempat meletakkan gunting dan potongan rambut bayi yang telah digunting.
 
Upacara Tasmiyah biasanya dilaksanakan pada pagi hari atau sore hari. Acara didahului dengan kata sambutan tuan rumah tentang maksud dan tujuan diadakannya upacara tersebut sekaligus mengumumkan nama yang akan diberikan kepada si bayi. Jika hadirin telah setuju dengan nama yang ditawarkan tersebut, maka acara dilanjutkan dengan pembacaan Kitab Suci al-Quran, disusul dengan pembacaan Diba. Selanjutnya pembacaan salawat Nabi dalam keadaan berdiri. Bersamaan dengan pembacaan salawat Nabi ini si anak dibawa oleh orang tuanya menghadap orang-orang tua pembaca salawat untuk digunting rambutnya oleh mereka. Kadang-kadang pada rambut si anak ditempelkan uang logam untuk memudahkan rambut bagian mana yang mesti digunting. Usai pengguntingan rambut, si anak segera dimasukkan ke dalam Ayunan, sementara acara dilanjutkan dengan pembacaan Doa Selamat, lalu ditutup dengan santapan berupa soto Banjar atau Sup.
 
'''3. Aqiqah'''
 
Kata ‘Aqiqah’ juga terambil dari bahasa Arab yang secara harafiah berarti ‘kurban pengganti’. Hakikat upacara Aqiqah ini dikutip langsung dari ajaran Agama Islam yaitu tentang kisah Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyembelih puteranya, Nabi Ismail AS. Ketika Nabi Ibrahim AS sudah bulat niatnya untuk melaksanakan perintah tersebut, maka Allah SWT mengganti puteranya dengan seekor Domba yang besar sebagai Domba kurban penggati. Upacara Kurban ini menjadi kewajiban dalam ajaran Agama Islam, terutama bagi pemeluk Agama Islam yang mampu secara ekonomi, dilaksanakan sekali setahun yaitu pada Hari Raya Idhul Adha.
 
Namun dalam tradisi budaya, upacara Aqiqah ini bukanlah kewajiban sekalipun terhadap orang yang mampu secara ekonomi. Tradisi ini termasuk jenis tradisi kelahiran Ayun Anak, oleh karena yang menjadi bagian penting upacara ini adalah ayunan anak. Jadi, ‘kurban pengganti’ tersebut hanya merupakan variasi tambahan daripada upacara Ayun Anak. Tampaknya upacara Aqiqah ini juga merupakan modifikasi daripada upacara Palas Bidan yang dipengaruhi secara langsung oleh ajaran Agama Islam. Sehingga upacara Aqiqah ini dapat digolongkan sebagai tradisi Religius-Agraris.
 
'''3.1 Perlengkapan dan Pelaksanaan'''
 
Perlengkapan pokok dari upacara Aqiqah ini antara lain, seekor kambing, ayunan anak lengkap dengan hiasannya, makan-minum bagi para undangan dan lain-lain sesuai kemampuan masing-masing warga masyarakat. Ayunan anak diletakkan di tempat di mana seekor kambing sebagai kurban penggati disembelih.
 
Upacara ini biasanya juga dilaksanakan pada pagi hari. Dimulai dengan prosesi mengayun anak, kemudian pembacaan al-Quran, ayat yang berkenaan dengan kisah penyembelihan kurban sebagaimana cerita di atas. Kemudian si anak dikeluarkan dari ayunan oleh ibunya, lalu dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban tepat di bawah ayunan si anak tadi. Selanjutnya ayunan anak dibawa masuk ke dalam ruangan. Prosesi berikutnya dilaksanakan di dalam ruangan, yaitu berupa pembacaan salawat Nabi, dan disusul dengan pengguntingan rambut si anak. Sebelum ditutup dengan pembacaan doa, kadang-kadang diselingi dengan ceramah Agama oleh seorang ustadz atau ulama. Dan yang paling akhir yaitu menyantap hidangan berupa soto Banjar atau sup ayam.
 
Adapun daging hewan kurban tidak boleh dimakan oleh keluarga yang melaksanakan upacara Aqiqah, karena ia merupakan simbol si anak, sehingga bila ada keluarga pelaksana upacara memakan daging tersebut maka seolah-olah ia memakan daging anaknya sendiri. Daging tersebut mesti dibagi-bagikan kepada pakir miskin, yatim-piatu, orang-orang terlantar dan sebagainya yang tergolong para musthahaq.
 
Demikianlah paparan singkat tentang tradisi kelahiran Ayun Anak. Di antara upacara tradisi Ayun Anak ini maka upacara yang paling umum dilaksanakan oleh warga masyarakat ialah upacara Palas Bidan dan upacara Tasmiyah. Sedangkan upacara Aqiqah jarang dilaksanakan. Tetapi ada kalanya dalam pelaksanaannya di tengah masyarakat, ketiga upacara tersebut dilaksanakan secara campur-aduk, ada bagian dari upacara Palas Bidan, ada pula bagian dari upacara Tasmiyah atau bagian dari upacara Aqiqah, semuanya dilaksanakan dalam satu upacara. Atau kadang-kadang percampuran antara Palas Bidan dengan Tasmiyah saja. Bagi msyarakat umum hal demikian tidaklah terlalu penting untuk dipermasalahkan, karena bagi mereka maksud dan tujuan pelaksanaan dari upacara tersebut jauh lebih penting daripada mempermasalahkan percampuran beberapa upacara tersebut.
 
Tetapi yang cukup membingungkan ialah upacara Ayun Anak yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur dalam beberapa tahun terakhir ini. Pelaksanaan upacara tersebut sangat layak dihargai, tetapi sayangnya tidak memiliki kejelasan, apakah upacara Ayun Anak tersebut berupa Palas Bidan, Tasmiyah ataukah Aqiqah? Ada baiknya bila dilaksanakan ketiga-tiganya secara bergantian, didahului uapacara Aqiqah, kemudian Tasmiyah dan ditutup dengan upacara Palas Bidan, sehingga ketiga upacara Ayun Anak tersebut tertampung semuanya dalam satu event. Dengan demikian diharapkan supaya masyarakat dapat membedakan secara jelas masing-masing upacara tradisi tersebut.. Juga supaya event budaya tersebut tampak tertata dan beraturan sesuai adat-isitiadat yang ingin dilestarikan dan dijadikan objek wisata tadi. Semoga saja.***
 
..............................................................................................................................................................................................................................................
 
'''''SWARA MENTAYA'''''
 
'''''Edisi: 09/B.SM.MES/Mei 2008'''''
 
'''Sanggar Sastra Religius Mentaya Estetika Sampit ( SSRMES)'''
* [http://www.kotimkab.go.id/ Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur]