Kesultanan Siak Sri Inderapura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kanzcech (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Kanzcech (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 88:
Penguasaan [[Inggris]] atas Selat Melaka, mendorong Sultan Siak pada tahun 1840 untuk menerima tawaran perjanjian baru mengganti perjanjian yang telah mereka buat sebelumnya pada tahun 1819. Perjanjian ini menjadikan wilayah Kesultanan Siak semakin kecil dan terjepit antara wilayah kerajaan kecil lainnya yang mendapat perlindungan dari Inggris.<ref>Locher-Scholten, E., (2004), ''Sumatran Sultanate and Colonial State: Jambi and the Rise of Dutch Imperialism, 1830-1907'', SEAP Publications, ISBN 0-87727-736-2.</ref> Demikian juga pihak Belanda menjadikan kawasan Siak sebagai salah satu bagian dari pemerintahan Hindia Belanda,<ref>Dick, H.W., (2002), ''The Emergence of a National Economy: An Economic History of Indonesia, 1800-2000'', University of Hawaii Press, ISBN 0-8248-2552-7.</ref> setelah memaksa Sultan Siak menandatangani perjanjian pada [[1 Februari]] [[1858]].<ref name="Anthony"/><ref>Panhuys, H. F., (1978), ''International Law in the Netherlands'', BRILL, ISBN 90-286-0108-2.</ref> Dari perjanjian tersebut Siak Sri Inderapura kehilangan kedaulatannya, kemudian dalam setiap pengangkatan [[raja]], Siak mesti mendapat persetujuan dari Belanda. Selanjutnya dalam pengawasan wilayah, Belanda mendirikan pos militer di Bengkalis serta melarang Sultan Siak membuat perjanjian dengan pihak asing tanpa persetujuan pemerintahan Hindia Belanda.<ref name="Anthony"/>
 
Perubahan peta politik atas penguasaan jalur [[Selat Malaka]], kemudian adanya pertikaian internal Siak dan persaingan dengan [[Inggris]] dan [[Belanda]], melemahkan pengaruh hegemoni Kesultanan Siak atas wilayah-wilayah yang pernah dikuasainya.<ref>Milner, A. C., (1982), ''Kerajaan: Malay political culture on the eve of colonial rule'', University of Arizona Press, ISBN 0-8165-0772-4.</ref> Tarik ulur kepentingan kekuatan asing terlihat pada [[Perjanjian Sumatra]] antara pihak Inggris dan Belanda, menjadikan Siak berada pada posisi yang dilematis, berada dalam posisi tawar yang lemah.<ref>http://www.fco.gov.uk [http://web.archive.org/web/20120927180810/http://www.fco.gov.uk/en/treaties/treaties-landing/records/08400/08422 Treaty] (diakses pada 26 April 2012)</ref> Kemudian berdasarkan perjanjian pada [[26 Juli]] [[1873]], pemerintah Hindia Belanda memaksa Sultan Siak, untuk menyerahkan wilayah Bengkalis kepada Residen Riau.<ref name="Wolters">Wolters, O. W., (1999), ''History, Culture, and Region in Southeast Asian Perspectives'', SEAP Publications, ISBN 0-87727-725-7.</ref> Namun, di tengah tekanan tersebut, Kesultanan Siak masih tetap bertahan sampai kemerdekaan [[Indonesia]],<ref name="Samin"/> walau pada masa pendudukan tentara [[Jepang]] sebagian besar kekuatan militer Kesultanan Siak sudah tidak berarti lagi.{{citation needed}}
 
=== Bergabung dengan Indonesia ===
Baris 102:
# Datuk Kampar
 
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Inderapura juga melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini tidak lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yang berlaku di [[Eropa]] maupun yang diterapkan pada kawasan kolonial Belanda dan Inggris. Modernisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak terlihat pada naskah ''[[Ingat Jabatan]]'' yang diterbitkan tahun 1897. Naskah ini terdiri dari 33 halaman yang panjang serta ditulis dengan [[Abjad Jawi]] atau tulisan Arab-Melayu. ''Ingat Jabatan'' merupakan dokumen resmi Siak Sri Inderapura yang dicetak di [[Singapura]], berisi rincian tanggung jawab dari berbagai posisi atau jabatan di pemerintahan mulai dari pejabat istana, wakil kerajaan di daerah jajahan, [[pengadilan]] maupun [[polisi]]. Pada bagian akhir dari setiap uraian tugas para birokrat tersebut, ditutup dengan peringatan serta perintah untuk tidak khianatberkhianat kepada sultan dan ''nagari''.<ref name="Barnard4"/>
 
PerkembanganPada perkembangan selanjutnya, Siak Sri Inderapura juga menerbitkan salah satu kitab [[hukum]] atau [[undang-undang]], dikenal dengan nama ''[[Bab al-Qawa'id]]''.<ref name="Junus, H. 2016">Junus, H. (2016), ''Bab al-Qawa'id: Kitab Pegangan Hukum Dalam Kerajaan Siak'', Yayasan Pusaka Riau.</ref> Kitab ini dicetak di Siak tahun 1901, menguraikan hukum yang dikenakan kepada masyarakat [[Melayu]] dan masyarakat lain yang terlibat perkara dengan masyarakat Melayu. Namun, tidak mengikat orang Melayu yang bekerja dengan pihak pemerintah Hindia Belanda, di mana jika terjadi permasalahan akan diselesaikan secara bilateral antara Sultan Siak dengan pemerintah [[Hindia Belanda]].<ref name="Luthfi"/>
 
Dalam pelaksanaan masalah pengadilan umum di Kesultanan Siak diselesaikan melalui ''Balai Kerapatan Tinggi'' yang dipimpin oleh Sultan Siak, Dewan Menteri dan dibantu oleh ''Kadi Siak'' serta ''Controleur Siak'' sebagai anggota. Selanjutnya, beberapa nama jabatan lainnya dalam pemerintahan Siak antara lain ''Pangiran Wira Negara'', ''Biduanda Pahlawan'', ''Biduanda Perkasa'', ''Opas Polisi''. Kemudian terdapat juga ''warga dalam'' yang bertanggung jawab terhadap ''harta-harta'' disebut dengan ''Kerukuan Setia Raja'', serta ''Bendahari Sriwa Raja'' yang bertanggung jawab terhadap pusaka kerajaan.<ref name="Barnard4">Barnard, T.P., ''Rules for Rulers: Obscure Texts, Authority, and Policing in Two Malay States'', Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 32, No. 2 (Jun., 2001), pp. 211-225.</ref>
 
Dalam administrasi pemerintahannya Kesultanan Siak membagi kawasannya atas ''hulu'' dan ''hilir'', masing-masing terdiri dari beberapa kawasan dalam bentuk [[distrik]]<ref name="Wolters"/> yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar [[Datuk]] atau [[Tuanku]] atau [[Yang Dipertuan]] dan bertanggungjawab kepada Sultan Siak yang juga bergelar ''[[Yang Dipertuan Besar]]''. Pengaruh [[Islam]] dan keturunan [[Arab]] mewarnai Kesultanan Siak,<ref>Dobbin, C. E., (1983), ''Islamic revivalism in a changing peasant economy: central Sumatra, 1784-1847'', Curzon Press, ISBN 0-7007-0155-9.</ref> salah satunya keturunan ''Al-Jufri'' yang bergelar ''Bendahara Patapahan''.<ref>L.W.C. van de Berg, ''Le Hadramouth et les colonies Arabes dans l'archipel Indien'', Batavia:Imprimerie du gouvernement, 1886.</ref>
 
Pada kawasan tertentu, ditunjuk ''Kepala Suku'' yang bergelar [[Penghulu]], dibantu oleh ''Sangko Penghulu'', ''Malim Penghulu'' serta ''Lelo Penghulu''. Sementara terdapat juga istilah ''Batin'', dengan kedudukan yang sama dengan Penghulu, namuntetapi memiliki kelebihan hak atas hasil hutan yang tidak dimiliki oleh Penghulu. [[Batin]] ini juga dibantu oleh ''Tongkat'', ''Monti'' dan ''Antan-antan''. Istilah ''Orang Kaya'' juga digunakan untuk jabatan tertentu dalam Kesultanan Siak, sama halnya dengan pengertian ''Rangkayo'' atau ''Urang Kayo'' di Minangkabau terutama pada kawasan pesisir.<ref name="Luthfi"/><ref name="Sejarah"/><ref>Kathirithamby-Wells, J., ''Royal Authority and the "Orang Kaya" in the Western Archipelago, circa 1500-1800'', Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 17, No. 2 (Sep., 1986), pp. 256-267.</ref>
 
== Pembagian Administrasi ==
Menurut ''Bab Al-Qawa'id''<ref name="Junus, H. 2016" />, kitab hukum kesultanan Siak, wilayah administrasi kesultanan dibagi ke dalam 10 propinsi, setiap propinsi dipimpin oleh hakim polisi yang memiliki gelar masing-masing. Untuk urusan keagamaan, tiap propinsiprovinsi tersebut ditunjuk seorang Imamimam jajahan sebagai hakim syari'ah. Adapun pembagiannya adalah:
 
=== Propinsi Negeri Siak ===
Baris 169:
== Daftar Sultan Siak ==
 
adalah daftarDaftar Sultan Siak Sri Inderapura.
 
{| class="wikitable sortable" border="1" width="90%"
Baris 248:
 
== Warisan sejarah ==
Siak Sri Inderapura sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama ibu kota dari [[Kabupaten Siak]], dan Balai Kerapatan Tinggi yang dibangun tahun 1886 serta [[Istana Siak Sri Inderapura]] yang dibangun pada tahun 1889,<ref>Rahman, E., Marni, T., Zulkarnain, (2003), ''Alam melayu: Sejumlah gagasan menjemput keagungan'', Unri Press, ISBN 979-3297-76-X</ref><ref>''Tempo, Volume 9'', Badan Usaha Jaya Press Jajasan Jaya Raya, 1979.</ref><ref>Berkmoes, V. R., (2010), ''Indonesia'', Lonely Planet, ISBN 1-74104-830-3.</ref> masih tegak berdiri sebagai simbol kejayaan masa silam, termasuk [[Tari Zapin|Tari Zapin Melayu]] dan [[Tari Olang-olang]] yang pernah mendapat kehormatan menjadi pertunjukan utama untuk ditampilkan pada setiap perayaan di Kesultanan Siak Sri Inderapura.<ref name="Sejarah">''Sejarah daerah Riau'', Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977.</ref> Begitu juga nama Siak masih melekat merujuk kepada nama sebuah sungai di Provinsi Riau sekarang, yaitu [[Sungai Siak]] yang bermuara padadi kawasan timur pulau [[Sumatra]].<ref>Kodoatie, R.J., Sjarief, R., (2010), ''Tata Ruang Air'', Penerbit Andi, ISBN 979-29-1242-8.</ref>
 
== Galeri Bendera ==