Dukun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sonibudi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Sonibudi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan halaman dengan galat kutipan Menghilangkan referensi Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1:
KOMUNITAS: rasionalitas, INTERNATIONALmenyebabkan JOURNALcara OFhidup INDONESIAN[[tradisional]] SOCIETYyang Amelaluidipandang perantarasebagai kekuatansebuah gaib''kemandegan'', ituharus meliputiditinggalkan. keinginanTermasuk meningkatkandi kedudukandalam sosial,cara mencapaihidup kuotatradisional danadalah targetpraktik [[bisnis]],dukun kemajuandalam karier,membantu kesuksesanproses pendidikan,melahirkan. kesehatan,Tingginya hinggaangka asmara.kematian Beberapabayi orangdan Maduraibu mengidentifikasikanmelahirkan diri sebagaidi [[MuslimIndonesia]] danmemberikan mengamalkankesadaran ajaranuntuk sertalebih kepercayaanmeningkatkan agama,upaya tetapikesehatan pada saat yangibu, samaantara melibatkan dirilain dengan aktivitascara yangmenempatkan berhubungantenaga dengan[[bidan]] alamdi gaibsetiap desa, yang tidaksedikit diperbolehkan/dibenarkandemi dalamsedikit agamamulai danmenggeser kepercayaanperan tersebutdukun.<ref name=":2">{{Cite journal|last=HaryantoPrabowo|first=BangunDhanu Sentosa D.Priyo|date=20152013-12-3130|title=TheMarginalisasi DukunsProfesi ofDukun Madura:Bayi Their Types anddalam SourcesPuisi of“NiniNini MagicalDukun AbilityBayi” inKarya PerspectiveIman ofBudhi Clifford Geertz and Pierre BourdieuSantosa|url=http://hubsasia.uiatavisme.acweb.id/index.php/hubsasiaatavisme/article/view/347993|journal=Hubs-AsiaATAVISME|language=enid|volume=916|issue=12|pages=107–118195–203|doi=10.24257/atavisme.v16i2.93.195-203|issn=24062503-91835215}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
Dukun dan perdukunan merupakan suatu [[dilema]]. Pada satu sisi dipandang sebagai profesi dan aktivitas yang “kotor”, tetapi pada sisi yang lain setidaknya memainkan peran dinamis dalam sistem sosial, budaya, dan hubungan politik, dalam terminologi yang oleh sosiologis [[Perancis]], [[Pierre Bourdieu]], sebut sebagai [[Cultural capital|''cultural capital'']]'','' yang diakumulasikan untuk mendominasi masyarakat. Istilah dukun yang populer di daerah pedesaan itu pada perkembangannya menjadi jarang digunakan. Sebagai gantinya digunakan kata yang lebih halus atau yang lebih mengindikasikan orientasi keagamaan seperti ''Ki'' atau ''Aki'', ''Abah'', ''[[Haji]]'', ''[[Kyai]]'', atau ''[[Ustaz]]'', agar secara konsensus sosial tidak berbahaya, sehingga dapat mengganggu aktivitas atau kebutuhan mereka.<ref name=":2" />
 
Kemajuan peradaban yang salah satunya diukur dengan keikutsertaan sebuah bangsa pada [[modernisasi]] yang berdasarkan rasionalitas, menyebabkan cara hidup [[tradisional]] yang dipandang sebagai sebuah ''kemandegan'', harus ditinggalkan. Termasuk di dalam cara hidup tradisional adalah praktik dukun dalam membantu proses melahirkan. Tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan di [[Indonesia]] memberikan kesadaran untuk lebih meningkatkan upaya kesehatan ibu, antara lain dengan cara menempatkan tenaga [[bidan]] di setiap desa, yang sedikit demi sedikit mulai menggeser peran dukun.<ref>{{Cite journal|last=Prabowo|first=Dhanu Priyo|date=2013-12-30|title=Marginalisasi Profesi Dukun Bayi dalam Puisi “NiniNini Dukun Bayi” Karya Iman Budhi Santosa|url=http://atavisme.web.id/index.php/atavisme/article/view/93|journal=ATAVISME|language=id|volume=16|issue=2|pages=195–203|doi=10.24257/atavisme.v16i2.93.195-203|issn=2503-5215}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
== Jenis-Jenis Dukun ==