Kabupaten Bangkalan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: Pembatalan |
||
Baris 1:
{{Dati2
| settlement_type = Kabupaten
| translit_lang1_type = [[Pegon]] Madura
| translit_lang1_type1 = [[Hanacaraka]] gaya Madura
| translit_lang1_type2 = Alfabet bahasa Madura
| julukan = ''Kota Karapan Sapi''
| lambang = Seal of Bangkalan Regency.svg
| peta = Locator kabupaten bangkalan.png
| translit_lang1_info = بْاْڠكالاْن
| translit_lang1_info1 = ꦧꦁꦏꦭꦤ꧀
| translit_lang1_info2 = Bhângkalân
| foto = Bukit Jaddih, Madura, Indonesia.jpg
| caption = [[Bukit Jaddih]]
| koordinat = 112-113 BT, 6-7 LS
| motto = ''Cipta indra çakti dharma''<br/>{{small|{{lang icon|Sanskerta|Sanskerta}} Sebuah karya dan kerja keras manusia hanya terwujud bila mendapat rida Tuhan}}
| semboyan = Kota Dzikir dan Sholawat
| propinsi = [[Jawa Timur]]
Baris 43 ⟶ 57:
Sejak diresmikannya Jembatan Suramadu, Kabupaten Bangkalan menjadi gerbang utama Pulau Madura serta menjadi salah satu destinasi wisata pilihan di Jawa Timur, baik dari keindahan alamnya (Bukit Jaddih, Gunung Geger, Pemandian Sumber Bening -Langkap - Modung dsb); budaya ([[Karapan sapi]], dsb), serta wisata kuliner di antaranya adalah nasi bebek khas Madura.
== Sejarah ==
=== Raja agama Islam. Bahkan, tiap bagian memiliki sejarah dan legenda sendiri. Menurut legenda, sejarah Madura barat bermula dari munculnya seorang raja dari Gili Mandangin (sebuah pulau kecil di selat Madura) atau lebih tepatnya di daerah [[Kabupaten Sampang|Sampang]]. Nama raja tersebut adalah Lembu Peteng, yang masih merupakan putra Majapahit hasil perkawinan dengan putri Islam asal Campa. Lembu Peteng juga seorang santri Sunan Ampel dan dikenal sebagai penguasa Islam pertama di Madura Barat. Dalam perkembangan sejarahnya, Madura pernah diperintah oleh penguasa non muslim, berasal dari kerajaan Singasari dan Majapahit. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan Tome Pires (1944: 227) yang mengatakan, pada permulaan dasawarsa abad ke-16, raja Madura belum masuk Islam. Dan dia adalah seorang bangsawan mantu Gusti Pate dari Majapahit. Pernyataan itu diperkuat dengan adanya temuan arkeologis, baik yang bernafaskan Hindu dan Bhudda.▼
=== Raja Bangkalan ===▼
* Tahun 1531 – 1592: Kiai Pratanu (Panembahan Lemah Duwur)
* Tahun 1592 – 1620: Raden Koro (Pangeran Tengah)
* Tahun 1621 – 1624: Pangeran Mas
* Tahun 1624 – 1648: Raden Prasena (Pangeran [[Cakraningrat I]])
* Tahun 1648 – 1707: Raden Undakan (Pangeran [[Cakraningrat II]])
* Tahun 1707 – 1718: Raden Tumenggung Suroadiningrat (Pangeran [[Cakraningrat III]])
* Tahun 1718 – 1745: Pangeran Sidingkap (Pangeran [[Cakraningrat IV]])
* Tahun 1745 – 1770: Pangeran Sidomukti (Pangeran [[Cakraningrat V]])
* Tahun 1770 – 1780: Raden Tumenggung Mangkudiningrat ([[Cakraningrat VI|Panembahan Adipati Pangeran Cakraadiningrat VI]])
* Tahun 1780 – 1815: Sultan Abdu/Sultan Bangkalan I ([[Cakraningrat VII|Panembahan Adipati Pangeran Cakraadiningrat VII]])
* Tahun 1815 – 1847: Sultan Abdul Kadirun/Sultan Bangkalan II ([[Cakraningrat VIII|Pangeran Cakraadiningrat VIII]])
* Tahun 1847 – 1862: Raden Yusuf (Panembahan Cakraadiningrat VII)
* Tahun 1862 – 1882: Raden Ismael (Panembahan Cakraadiningrat VIII)
=== Masa Pra Islam ===
Masa Pra Islam berlangsung hingga pemerintahan Panembahan Lemah Duwur.<ref>https://www.lontarmadura.com/plakaran-arosbaya-pragalba-pratanu</ref> Ketika itu, Madura Barat (Bangkalan) masih dominan beragama Hindu dan Budha. Wilayahnya meliputi dari [[Plakaran, Arosbaya, Bangkalan|Plakaran]] Ke [[Arosbaya, Bangkalan|Arosbaya]], Pragalba ke Pratanu (Lemah Dhuwur). Cakraningrat I, Anak Angkat Sultan Agung, menjadi raja di Madura Barat (Bangkalan) pada masa ini. Masa itu, Bangkalan lebih dikenal dengan sebutan ''Madura Barat'', kemungkinan lebih ditekankan pada alasan geografis karena Kabupaten Bangkalan memang terletak di ujung barat Pulau Madura.{{butuh rujukan}}
▲
Temuan tersebut ditemukan di [[Kemoning, Tragah, Bangkalan|Desa Kemoning]], berupa sebuah lingga yang memuat inskripsi. Sayangnya, tidak semua baris kalimat dapat terbaca. Dari tujuh baris yang terdapat di lingga tersebut, pada baris pertama tertulis, I Caka 1301 (1379 M), dan baris terakhir tertulis, ''Cadra Sengala Lombo, Nagara Gata Bhuwana Agong'' (Nagara: 1, Gata: 5, Bhuwana: 1, Agong: 1) bila dibaca dari belakang, dapat diangkakan menjadi 1151 Caka 1229 M. Temuan lainnya berupa fragmen bangunan kuno, yang merupakan situs candi yang oleh masyarakat setempat dianggap reruntuhan kerajaan kecil.
Baris 84 ⟶ 117:
Pada masa pemerintahan Pangeran Mas terjadi peristiwa penyerbuan Sultan Agung ke Arosbaya pada tahun 1624, yang dipimpin oleh [[Rangga Gempol I]] (Pangeran Sumedang). Itulah yang menyebabkan jatuhnya kerajaan Arosbaya. Sedang Pangeran Mas melarikan diri ke Demak dan Pangeran Prasena, setelah dibujuk oleh Rangga Gempol yang masih berdarah Madura, bersedia menyerahkan dirinya dan wilayah Sampang yang sedang dipertahankannya dan dibawa oleh Ki Juru Kiting ke Mataram.
Peperangan antara Mataram dan Arosbaya yang berlangsung pada hari Minggu 15 September 1624 tersebut, memang patut dikenang sebagai perjuangan rakyat Madura. Saat itu Mataram harus membayar mahal, karena mereka telah kehilangan panglima perang tertingginya, Tumenggung Demak dan kehilangan 6000 prajurit. Saat itu laki-laki dan wanita Arosbaya berjuang bersama. Ada sebuah kisah menarik di sini. Dikisahkan saat di medan perang ada beberapa prajurit lelaki yang mengeluh karena luka berat. Tetapi katika para
’’Lukanya di bagian belakang, artinya prajurit itu telah berbalik lari, hingga dilukai di bagian punggungnya oleh musuh, mereka pengecut dalam,’’ demikian kata-kata para wanita Arosbaya. atas Cakraningrat I Anak Angkat Sultan Agung Prasena, putera Pangeran Tengah dari Arosbaya disertai Pangeran Sentomerto, saudara dari ibunya yang berasal dari Sampang, dibawa oleh Panembahan Juru Kitting beserta 1000 orang Sampang lainnya ke Mataram. Di Mataram Prasena diterima dengan senang hati oleh Sultan Agung, yang sekanjutnya diangkat sebagai anak. Bahkan, kemnudian Prasena dinobatkan sebagai penguasa Madura yang bergelar Cakraningrat I. Dia dianugerahi hadiah uang sebesar 20 ribu gulden dan berhak memakai payung kebesaran berwarna emas.
Sebaliknya, Cakraningrat I diwajibkan hadir di Mataram setahun sekali. Karena selain menjadi penguasa Madura, dia juga punya tugas-tugas penting di Mataram. Sementara pemerintahan di Sampang dipercayakan kepada Pangeran Santomerto. Cakraningrat I kemudian menikah dengan adik Sultan Agung, namun hingga istrinya, meninggal dia tidak mendapat keturunan.
Kemudian Cakraningrat I menikah dengan Ratu Ibu, yang masih keturunan Sunan Giri. Dari perkawinannya kali ini dia menmpunyai tiga orang anak, yaitu RA Atmojonegoro, R Undagan dan Ratu Mertoparti. Sementara dari para selirnya dia mendapatkan sembilan orang anak, salah satu di antaranya adalah Demang Melaya. Sepeninggal Sultan Agung tahun 1645 yang kemudian diganti oleh Amangkurat I, Cakraningrat harus menghadapai pemberontakan Pangeran Alit, adik raja. Tusukan keris Setan Kober milik Pangeran Alit menyebabkan Cakraningrat I tewas seketika.
Demikian pula dengan puteranya RA Atmojonegoro, begitu melihat ayahnya tewas dia segera menyerang Pangeran Alit, tetapi dia bernasib sama seperti ayahnya. Cakraningrat I diganti oleh Undagan. seperti halnya Cakraningrat I, Undagan yang bergelar Cakraningrat II ini juga lebih banyak menghabiskan waktunya di Mataram. Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan putra Demang Melaya yang bernama Trunojoyo terhadap Mataram. Pemberontakan Trunojoyo diawali dengan penculikan Cakraningrat II dan kemudian mengasingkannya ke Lodaya Kediri. Pemberontakan Trunojoyuo ini mendapat dukungan dari rakyat Madura.
Karena Cakraningrat II dinilai rakyat Madura telah mengabaikan pemerintahan Madura. Kekuatan yang dimiliki kubu Trunojoyo cukup besar dan kuat, karena dia berhasil bekerja sama dengan Pangeran Kejoran dan Kraeng Galesong dari Mataram. Bahkan, Trunojoyo mengawinkan putrinya dengan putra Kraeng Galesong, unutk mempererat hubungan. Tahun 1674 Trunojoyo berhasil merebut kekuasaan di Madura, dia memproklamirkan diri sebagai Raja Merdeka Madura barat, dan merasa dirinya sejajar dengan penguasa Mataram. Berbagai kemenangan terus diraihnya, misalnya, kemenangannya atas pasukan Makassar (mei 1676 ) dan Oktober 1676 Trunojoyo menang atas pasukan Mataram yang dipimpin Adipati Anom. Selanjutnya Trunojoyo memakai gelar baru yaitu Panembahan Maduretna. Tekanan-tekanan terhadap Trunojoyo dan pasukannya semakin berat sejak Mataram menandatangani perjanjian kerjasama dengan VOC, tanggal 20 maret 1677.
Namun tanpa diduga Trunojoyo berhasil menyerbu ibu kota Mataram, Plered. Sehingga Amangkurat harus menyingkir ke ke barat, dan meninggal sebelum dia sampai di Batavia. Benteng Trunojoyo sedikit demi sedikit dapat dikuasai oleh VOC. Akhirnya Trunojoyo menyerah di lereng Gunung Kelud pada tanggal 27 Desember 1679. Dengan padamnya pemberonrtakan Trunojoyo. VOC kembali mengangkat Cakraningrat II sebagai penguasa di Madura, karena VOC merasa Cakraningrat telah berjasa membantu pangeran Puger saat melawan Amangkurat III, sehingga Pangeran Puger berhasil naik tahta bergelar Paku Buwono I.
Baris 104 ⟶ 147:
Cakraningrat diasingkan ke Kaap De Goede Hoop (Tanjung Penghargaan). dan meninggal di tempat pembuangannya, sehingga dia juga dikenal dengan nama Panembahan Sidengkap.<ref>{{Cite web|url= http://bangkalanmemory.blogspot.co.id/ |title= BANGKALAN MEMORY |website= bangkalanmemory.blogspot.co.id |access-date= 2016-10-24}}</ref>
== Geografis ==
=== Batas wilayah ===
{{Batas USBT
|barat = [[Laut Jawa]]
|selatan = [[Selat Madura]]
|timur = [[Kabupaten Sampang]]
|utara = [[Laut Jawa]]
}}
=== Topografi ===
Tinjauan aspek topografi Kabupaten Bangkalan, menggambarkan tentang ketinggian wilayah antara 2 – 100 m di atas permukaan air laut, dimana secara detail, masing-masing wilayah kecamatan menunjukkan ketinggian yang beragam. Beberapa wilayah yang terletak di pesisir pantai dengan ketinggian antara 2–10 m, di antaranya adalah kecamatan Sepulu, Bangkalan, Socah, Kamal, Modung, Kwanyar, Arosbaya, Klampis, Tanjung Bumi, Labang, dan Kecamatan Burneh. Sementara itu, wilayah yang terletak pada ketinggian 19–100 m merupakan kecamatan yang berada pada bagian tengah wilayah Kabupaten Bangkalan. Adapun posisi wilayah tertinggi adalah kecamatan Geger dengan ketinggian muka daratan mencapai 100 m di atas permukaan laut (mdpl).<ref name="Bangkalan"/>
=== Hidrologi ===
Secara hidrologis, dapat dikatakan bahwa wilayah Kabupaten Bangkalan terbelah atas beberapa sungai yang terbagi menjadi 26 (dua puluh enam) aliran sungai. Sungai terpanjang adalah sungai Kolpoh di Kecamatan Kwanyar dengan panjang mencapai 16,15 km. Berdasarkan karakter aliran sungai, diketahui bahwa sebagian besar sungai-sungai di wilayah merupakan sungai periodik yang dipengaruhi oleh curah hujan, sehingga pada musim hujan sebagian besar debit aliran sungai meningkat, sedangkan di musim kemarau debit aliran sungai menyusut bahkan hingga mengering.<ref name="Bangkalan"/>
=== Iklim ===
Suhu udara di wilayah Bangkalan berkisar antara 22°–34 °C dengan tingkat kelembapan relatif bervariasi antara 68%–83%. Wilayah Kabupaten Bangkalan ber[[iklim tropis basah dan kering]] (''Aw'') dengan dua musim, yaitu [[musim penghujan]] dan [[musim kemarau]]. Musim kemarau di wilayah Bangkalan biasanya berlangsung pada periode [[Mei]]–[[Oktober]] dengan bulan terkering adalah [[Agustus]]. Sedangkan musim penghujan berlangsung pada periode [[November]]–[[April]] dengan bulan terbasah adalah [[Januari]] yang curah hujan bulanannya sebesar ≥250 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Bangkalan berkisar antara 1.200–1.800 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berada pada angka 80–120 hari hujan per tahun.
{{Bangkalan weatherbox}}
== Pemerintahan ==
=== Daftar Bupati ===
{{utama|Daftar Bupati Bangkalan}}
{{:Daftar Bupati Bangkalan}}
=== Dewan Perwakilan ===
{{utama|Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan}}
{{:Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan}}
=== Kecamatan ===
{{utama|Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Bangkalan}}
{{:Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Bangkalan}}
== Transportasi ==
Baris 131 ⟶ 196:
Kabupaten Bangkalan memili Sejumlah lokasi Wisata yang terbagi dalam beberapa kategori, yakini Wisata Alam, Wisata Religi, Wisata Sejarah dan Wisata Kuliner dan Keluarga. Wisata Kuliner sendiri mulai terkenal di bangkalan sejak di resmikanya Jembatan Suramadu.
=== Wisata Religi ===
/Raden Jakandar▼
* Makam Syaikhona Muhammad Kholil di Martajasah Bangkalan
* Makam Bujuk Cendana di Kwanyar Bangkalan
▲* Sunan Bangkalan/Raden Jakandar
* Perahu Sarimuna Peninggalan Syaichona Muhammad Cholil
* Pesarean Makam Zimat Sayyid Husein bin Assegaf
=== Wisata Sejarah ===
* [[Makam Aer Mata Ibu|Makam raja-raja Bangkalan di Aermata Arosbaya]]
* Benteng ERFPRINS
* Mercusuar Sembilangan
* Benteng Tjakraningrat IV Tanjoeng Piring
* Patirtan Tjakraningrat IV Tanjoeng Piring
* [[Museum Cakraningrat]]
=== Wisata Alam ===
* Sumber Mata Air/Pemandian Bening Kec. Modung
* Bukit Geger
* Pantai Siring Kemuning di desa Macajah, Tanjungbumi
* Pantai Rongkang
* Pantai Basmalah
* Pantai Maneron
=== Wisata Kuliner ===
▲== Bangkalan
* Taman Rekreasi Kota (TRK) Bangkalan
* Taman Paseban Bangkalan
* Bebek Sinjay
* Bebek Cetar Membahana
|