Statisme Shōwa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 58:
 
Kegagalan berbagai percobaan kudeta, termasuk [[Insiden Liga Darah]], Insiden Warna Kekaisaran dan [[Insiden 26 Februari]], mendiskreditkan pendukung gerakan [[Restorasi Shōwa]], tetapi konsep statisme Jepang bermigrasi ke arus utama politik Jepang, di mana ia bergabung dengan beberapa elemen dari [[fasisme|fasisme Eropa]].
 
====Perbandingan Dengan Fasisme Eropa====
Statisme Shōwa awalnya kadang-kadang diberi label retrospektif "fasisme", tapi ini bukanlah sebutan terhadap ideologi tersebut. Ketika alat-alat otoriter negara seperti [[Kempeitai]] mulai digunakan pada awal periode Shōwa, alat-alat itu digunakan untuk melindungi supremasi hukum di bawah [[Konstitusi Meiji]] dari musuh-musuh negara, baik di kiri maupun di kanan.<ref>{{cite book|last1=Doak|first1=Kevin|editor1-last=Tansman|editor1-first=Alan|title=The culture of Japanese fascism|date=2009|publisher=Duke University Press|location=Durham|isbn=978-0822344520|page=44|chapter=Fascism Seen and Unseen|quote=Careful attention to the history of the Special Higher Police, and particularly to their use by Prime Minister Tōjō Hideki against his enemies even further to his political right, reveals that extreme rightists, fascists, and practically anyone deemed to pose a threat to the Meiji constitutional order were at risk.}}</ref>
 
Beberapa ideolog, seperti [[Kingoro Hashimoto]], mengusulkan kediktatoran satu partai, berdasarkan populisme, dengan pola gerakan fasis Eropa. "''[[Sebuah Penyelidikan Kebijakan Global dengan Ras Yamato sebagai Nukleus]]''" menunjukkan pengaruhnya dengan jelas.<ref name=":0">Anthony Rhodes, ''Propaganda: The art of persuasion: World War II'', p246 1976, Chelsea House Publishers, New York</ref>
 
Cita-cita geopolitik ini berkembang menjadi '''Doktrin Amau''' (天羽声明, [[Doktrin Monroe]] Asia), yang menyatakan bahwa Jepang memikul tanggung jawab penuh atas perdamaian di Asia, dan dapat dilihat kemudian ketika Perdana Menteri Kōki Hirota memproklamasikan ekspansi Jepang yang dibenarkan ke [[Tiongkok utara]] sebagai penciptaan "zona khusus, anti-komunis, pro-Jepang dan pro-Manchukuo" yang merupakan "bagian mendasar" dari keberadaan nasional Kekaisaran Jepang.
 
Meskipun sayap kanan reformis, kakushin uyoku, tertarik dengan konsep tersebut, sayap kanan idealis, atau kannen uyoku, menolak fasisme karena mereka menolak semua hal yang berasal dari barat.
 
Karena ketidakpercayaan serikat pekerja dalam persatuan seperti macam itu, Jepang menggantinya dengan "dewan" (経営財団, keiei zaidan, harfiah "fondasi manajemen", disingkat: 営団 eidan) di setiap pabrik, yang berisi perwakilan manajemen dan pekerja untuk mencegah konflik.<ref>[[Andrew Gordon (historian)|Andrew Gordon]], ''A Modern History of Japan: From Tokugawa to the Present'', p195-6, {{ISBN|0-19-511060-9}}, {{OCLC|49704795}}</ref> Ini adalah bagian dari program untuk menciptakan persatuan nasional tanpa kelas.<ref>Andrew Gordon, ''A Modern History of Japan: From Tokugawa to the Present'', p196, {{ISBN|0-19-511060-9}}, {{OCLC|49704795}}</ref> Yang paling terkenal dari dewan adalah (帝都高速度交通営団, Teito Kōsoku-do Kōtsū Eidan, atau "Dewan Transportasi Kecepatan Tinggi Ibukota Kekaisaran", TRTA), yang selamat dari pembongkaran dewan di bawah pendudukan Sekutu. TRTA sekarang menjadi [[Tokyo Metro]].
 
== Referensi ==