Kota Surabaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hasan T. (bicara | kontrib)
k →‎Etimologi: penghapusan redundansi ejaan sura dan baya untuk menyelaraskan dengan ejaan Jawa yang lebih baku
Hasan T. (bicara | kontrib)
k Perbaikan ejaan
Baris 88:
Nama ''Śūrabhaya'' sendiri dikukuhkan sebagai nama resmi pada abad ke-14 oleh penguasa Ujung Galuh, Arya Lêmbu Sora.
 
=== Era pra-kolonialprakolonial ===
[[Berkas:Coat of Arms of Surabaya (1931).svg|jmpl|250x250px|Lambang kota Surabaya pada masa [[Hindia Belanda]] (1931).]]
Wilayah Surabaya dahulu merupakan gerbang utama untuk memasuki ibu kota Kerajaan Majapahit dari arah lautan, yakni di [[muara]] Kali Mas. Bahkan hari jadi kota Surabaya ditetapkan yaitu pada tanggal [[31 Mei]] [[1293]]. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap serangan pasukan Mongol. Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai SURA (ikan hiu / berani) dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai BAYA (buaya / bahaya), jadi secara [[harfiah]] diartikan berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi Surabaya.
Baris 144:
Karena sengitnya pertempuran dan besarnya korban jiwa, setelah pertempuran ini, jumlah pasukan Inggris di Indonesia mulai dikurangi secara bertahap dan digantikan oleh pasukan Belanda. Pertempuran pada tanggal [[10 November]] [[1945]] tersebut hingga saat ini dikenang dan diperingati sebagai [[Hari Pahlawan]].
 
=== Era pasca-kemerdekaanpascakemerdekaan ===
Kota yang jalan utamanya dulu hampir berbentuk seperti pita dari jembatan Wonokromo di sebelah Selatan menuju ke Jembatan Merah di sebelah Utara sepanjang kurang lebih 13 km tersebut, di akhir tahun 1980-an mulai berubah total. Pertambahan penduduk dan urbanisasi yang pesat, memaksa Surabaya untuk berkembang ke arah Timur dan Barat seperti yang ada sekarang. Bertambahnya kendaraan bermotor, tumbuhnya industri baru serta menjamurnya perumahan yang dikerjakan oleh perusahaan ''real estate'' yang menempati pinggiran kota mengakibatkan tidak saja terjadi kemacetan di tengah kota tapi juga tidak jarang terjadi pula di pinggiran kota. Surabaya telah berkembang jauh dari kota yang relatif kecil dan kumuh di akhir abad ke-19, menjadi kota metropolitan di akhir abad ke-20 dan pada kurun abad ke-21 menjadi salah satu metropolitan dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara. Kota yang pada kurun abad ke-20 dan awal abad ke-21 dipandang panas dan kumuh ini juga berhasil berubah menjadi salah satu kota metropolitan yang paling tertata di Indonesia dengan kualitas udara terbersih.
 
Baris 260:
 
=== Bahasa ===
Surabaya memiliki [[dialek]] khas [[Bahasa Jawa]] yang dikenal dengan ''[[Dialek Surabaya|boso Suroboyoan]]'' (bahasa ke-Surabaya-an). Dialek ini dituturkan di daerah Surabaya, [[Kabupaten Sidoarjo|Sidoarjo]], [[Kabupaten Gresik|Gresik]], [[Kabupaten Mojokerto|Kabupaten]] dan [[Kota Mojokerto]], serta sebagian [[Kabupaten Jombang|Jombang]] dan [[Kabupaten Lamongan|Lamongan]] , dan memiliki pengaruh yang sangat besar di hampir semua wilayah [[Jawa Timur|Provinsi Jawa Timur]]. Dialek ini dikenal egaliter, ''blak-blakan'', dan masyarakat Surabaya dikenal cukup fanatik dan bangga terhadap bahasanya. Namun sebagian besar penduduk Surabaya masih menjunjung tinggi adat istiadat Jawa, termasuk penggunaan [[Kata krama inggil|bahasa Jawa halus]] untuk menghormati orang yang lebih tua atau orang yang baru dikenalnya. Tetapi sebagai dampak peradaban yang maju dan banyaknya pendatang yang datang ke Surabaya, secara tidak langsung telah mencampuradukkan bahasa asli Surabaya, ''[[ngoko]]'', dan [[bahasa Madura]], sehingga diperkirakan banyak kosakata asli bahasa Surabaya yang sudah punah. Beberapa contoh adalah ''njegog'':belok, ''ndherok'':berhenti, ''gog'':paman, ''maklik'':bibi. Bahasa yang dituturkan penduduk Madura di Surabaya pada umumnya terjadi pencampuran antara bahasa Madura dan Jawa di dalam komunikasi sehari-hari, sedangkan bahasa yang dituturkan warga keturunan [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] di Surabaya memiliki dialek khas yang merupakan pencampuran antara [[bahasa Indonesia]];, [[Bahasa Jawa|Jawa]];, [[Bahasa Hokkien|Hokkien]];, [[Hakka (linguistik)|Khek]];, dan [[Bahasa Mandarin|Mandarin]] yang dikenal dengan [[Bahasa Pasar Atom|dialek Tionghoa Surabaya]]. Namun terlepas dari itu, seluruh penduduk Surabaya menggunakan [[bahasa Indonesia]] sebagai bahasa resmi nasional di dalam acara;, kegiatan;, maupun komunikasi formal.
 
== Perekonomian ==