Toga Sipoholon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pnaipospos (bicara | kontrib)
update isi halaman
Tag: pranala ke halaman disambiguasi
Pnaipospos (bicara | kontrib)
k merapikan ejaan penulisan
Baris 5:
Menurut salah satu versi silsilah Naipospos menyebutkan bahwa si Raja Naipospos memiliki 2 (dua) putra yang dilahirkan oleh 2 (dua) istri. Istri kedua boru [[Pasaribu]] lebih dahulu melahirkan putra yang dinamai [[Marbun]], kemudian istri pertama boru [[Pasaribu]] melahirkan putra yang dinamai [[Martuasame]] yang selanjutnya disebut Toga Sipoholon. Marbun kemudian memiliki 3 (tiga) orang putra, yakni: [[Lumbanbatu]], [[Banjarnahor]], dan [[Lumbangaol]]. Sedangkan Sipoholon memiliki 4 (empat) orang putra, yakni: [[Sibagariang]], [[Hutauruk]], [[Simanungkalit]], dan [[Situmeang]].<ref>{{Cite web|url=http://lumbangaol.org/silsilah-naipospos/|title=SILSILAH NAIPOSPOS : Pomparan ni Raja Lumban Gaol|last=|first=|date=|website=lumbangaol.org|publisher=|access-date=}}</ref>
 
Namun, mayoritas keturunan Naipospos terkhusus yang bermukim di daerah [[Sipoholon, Tapanuli Utara|Sipoholon]], menolak penyebutan Sipoholon menjadi nama salah satu putra si Raja Naipospos dalam silsilah Batak. Para tetua Naipospos di Sipoholon meyakini bahwa si Raja Naipospos mempunyai 5 (lima) orang puteraputra dari 2 (dua) orang isteri sama-sama boru [[Pasaribu]]. Istri pertama lebih dahulu melahirkan putra yakni [[Sibagariang|Donda Hopol (Sibagariang)]], lalu istri kedua melahirkan putra yakni [[Marbun]], selanjutnya tiga putra lagi lahir dari istri pertama yakni [[Hutauruk|Donda Ujung (Hutauruk)]], [[Simanungkalit|Ujung Tinumpak (Simanungkalit)]], dan [[Situmeang|Jamita Mangaraja (Situmeang)]] sebagai putra yang terakhir terlahir.<ref>{{Cite news|url=https://hutaurukbona.wordpress.com/2010/10/01/si-raja-naipospos/|title=Si Raja Naipospos|last=|first=|date=|work=|newspaper=BUKU SAKU MARGA BATAK, tulisan Doangsa P. L. Situmeang tahun 2009|language=|access-date=|via=}}</ref>
 
Tradisi di kebanyakan daerah di [[Tanah Batak]], selalu mengurutkan keturunan dari istri pertama lalu istri kedua dalam penulisan silsilah ''(tarombo)'' apabila seseorang memiliki keturunan dari beberapa istri. Berikut ini bagan silsilah keturunan Raja Naipospos sesuai dengan penuturan para tetua dan tokoh adat marga-marga keturunan Naipospos yang bermukim di daerah [[Dolok Imun]], [[Huta Raja, Sipoholon, Tapanuli Utara|Hutaraja]], dan [[Sipoholon, Tapanuli Utara|Sipoholon]] sebagai sentral Naipospos. <ref>{{Cite web|title=Kisah Raja Naipospos dan Keturunannya|url=http://tarombo-naipospos.bologspot.com|website=tulisan Ricardo Parulian Sibagariang}}</ref>
Baris 23:
Kurang dapat diketahui pasti waktu tahun terjadinya peristiwa tersebut, namun untuk mengatasi berbagai persoalan, para tetua Naipospos sepakat membentuk sebuah ikatan perjanjian khusus yang dikenal dengan istilah ''padan''. Marga [[Hutauruk]] dengan marga [[Lumban Batu|Lumbanbatu]] menjadi sama tingkatannya satu level memiliki satu ikatan perjanjian khusus, marga [[Banjar Nahor|Banjarnahor]] dengan marga [[Simanungkalit]], dan marga [[Lumban Gaol|Lumbangaol]] dengan marga [[Situmeang]]. Dalam perjanjian ini, masing-masing keturunan marga pasangan satu ikatan perjanjian tidak boleh saling kawin, yang bertamu menjadi adik dan tuan rumah menjadi abang.<ref>{{Cite news|url=https://hutaurukbona.wordpress.com/2010/10/24/mampukah-keturunan-naipospos-bertutursapa/|title=Mampukah Keturunan Naipospos Bertutursapa?|last=|first=|date=|work=|newspaper=HUTAURUK BONA, tulisan Maridup Hutauruk|language=|access-date=|via=}}</ref>
 
Maka pada praktiknya, marga [[Banjar Nahor|Banjarnahor]] wajib memanggil abang kepada [[Hutauruk]], karena [[Lumban Batu|Lumbanbatu]] menjadi selevel dengan Hutauruk. Contoh lain, apabila marga [[Lumban Gaol|Lumbangaol]] bertamu ke rumah marga [[Situmeang]], maka marga Lumbangaol wajib memanggil marga Situmeang sebagai abang, demikian pula sebaliknya. Dengan perjanjian ini pula, marga Lumbangaol dan Situmeang otomatis sama-sama menjadi adik bungsu dalam tingkat sapaan antar marga-marga keturunan Naipospos. Khusus marga [[Sibagariang]], hingga kini tidak dikaitkan perjanjian dengan salah satu marga keturunan Marbun untuk menguatkan posisinya sebagai yang sulung yang pertama lahir di antara seluruh puteraputra keturunan Raja Naipospos.<ref>{{Cite web|url=http://sibagariang-sulung.blogspot.com/|title=BUKTI-BUKTI HAK SULUNG SIBAGARIANG|last=|first=|date=|website=Donda Hopol (Sibagariang) adalah puteraputra sulung (siangkangan ni) Raja Naipospos, tulisan Ricardo Parulian Sibagariang|publisher=|access-date=}}</ref>
 
Dari ''padan'' ini lahir istilah dua ''toga'' dalam keturunan Naipospos yakni Toga Sipoholon dan Toga Marbun. Dalam bahasa Batak, ''toga'' dapat diartikan sebagai kumpulan marga-marga. Lumbanbatu, Banjarnahor, dan Lumbangaol sebagai keturunan Marbun disebut Toga Marbun, sedangkan Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang disebut Toga Sipoholon karena berdomisili di [[Sipoholon, Tapanuli Utara|Sipoholon]]. Namun, pada perkembangan kini Toga Sipoholon dan Toga Marbun sering dikaitkan dengan penamaan puteraputra Raja Naipospos yang sering menjadi kontroversial di kalangan keturunan Naipospos.<ref>{{Cite news|url=https://hutaurukbona.wordpress.com/2010/10/03/apa-benar-naipospos-menurunkan-7-marga/|title=Apa Benar Naipospos Menurunkan 7 Marga?|last=|first=|date=|work=|newspaper=HUTAURUK BONA, tulisan Maridup Hutauruk|language=|access-date=|via=}}</ref>
 
Terbentuknya ''padan'' ini menjadi jalan tengah untuk mengatasi polemik tutur sapa antar marga-marga keturunan Naipospos sekaligus juga cikal-bakal munculnya istilah Toga Sipoholon yang pada perkembangannya mengalami pergeseran makna menjadi nama salah satu putra si Raja Naipospos.