Wikipedia:Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis VisualEditor
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan VisualEditor
Baris 1:
<!--== Halaman ini hanya untuk uji coba menyunting dan dikosongkan secara berkala -->Pangeran Mangkuraja Raja Sungai Lemau ==
 
Baginda Pangeran Mangkuraja merupakan Raja Sungai Lemau menggantikan posisi ayahanndanya Tuanku Baginda Pati Bangsa Raja yang telah wafat. Tuanku Pati Bangsa Raja ini merupakan cucu dari Sultan Ageng Tirtayasa Sultan Kerajaan Banten. Anak Sultan Ageng Tirtayasa bernama Ratu Fathimah menikah dengan Tuanku Pati Bangun Negara ayah dari Tuanku Pati Bangsa Raja (Mendapat gelar Banten Raden Tubagus Raja)
 
Baris 9 ⟶ 8:
Keputusan yang dibuat oleh Tuanku Baginda Pangeran Mangku Raja disambut  baik oleh Kompeni Inggris guna melancarkan roda pemerintahan Baginda Pangeran Mangku Raja. Tuanku Baginda Pangeran Mangku Raja menciptakan sistem tata negara baru yang sebelumnya tidak pernah ada dan tidak lazim di zaman leluhurnya. Pangeran Mangku Raja menetapkan dan mengangkat 4 orang Menteri Hilir di kota Bengkulu untuk mengawasi pemerintahan Inggeris yang melakukan perdagangan dengan pihak Bumi Putera, berkedudukan di wilayah Pasar dan bergelar Datuk. Di bawah Datuk diangkat oleh Pangeran Mangku Raja Pemangku, untuk 4 orang Datuk maka terdapat 4 orang Pemangku pula. Di bawah Pemangku diangkat pula Penghulu Muda. Pemangku dan Penghulu Muda diangkat untuk membantu kelancaran tugas pemerintahan dan perdagangan sebagai sumber kekuatan finansial kerajaan Sungai Lemau yang bertangung jawab kepada Datuk sesuai wilayah masing-masing.
 
Di hulu diangkat pula 4 orang Menteri Hulu yang membawahi Pesirah. Pesirah berkedudukan memerintah Marga, Pesirah diberi gelar Depati, Pesirah membawahi dan dibantu oleh Pembarap, Pembarap berkedudukan  sebagai Pemangku dalam Marga, maka pada tiap-tiap Marga diangkat seorang Pesirah dan seorang Pembarap. Pembarap bertanggung jawab langsung kepada Pesirah. Di bawah Pembarap diangkat Perwatin yang bergelar Depati Dusun yang wilayahnya meliputi satu Dusun. Di bawah Perwatin diangkat Pemangku Dusun yang menjadi perpanjangan  tangan Perwatin. Jalur instruksi dari Baginda Pangeran Mangku Raja kepada kompeni Inggeris di hilir dititahkan kepada Menteri/Datuk, dari Menteri turun kepada Pemangku, dari Pemangku turun  kepada Penghulu muda. Di hulu, perintah Pangeran Mangku Raja kepada kompeni Inggeris dititahkan kepada Menteri, dari Menteri turun kepada Pesirah dari Pesirah turun kepada Pembarap dari Pembarap turon kepada Perwatin.
 
 
Baginda Pangeran Mangku Raja sebagai seorang ulama juga melakukan dakwah Syiar Islam untuk kepentingan jemaah menunaikan Sholat Jum'at. Berdasarkan ketentuan Fiqih Islam jika jumlah jemaah sudah mencapai batas minimal  40 orang maka umat Islam di  daerah itu dikenakan kewajiban melaksanakan Sholat Jum'at, secara ringkas disebut Jum'at 40 mukim. Segera pada tahun 1687 Baginda Pangeran Mangku Raja menitahkan pembangunan masjid yang diberi nama Al Mujahidin di Pasar Bangkahulu berhadapan dengan kampung Tuanku sendiri. Hari ini masjid tesebut masih berdiri kokoh, namun tidak terdapat kepedulian pemerintah Bengkulu untuk melestarikan masjid kuno tersebut.
Baris 26 ⟶ 24:
Semenjak itu, di Surau Gedang didirikan Jumat 40 mukim. Lalu Daeng Makrupa memperbaiki bangunan Surau Gedang menjadi bangunan masjid yang lebih kokoh dan permanen, dinamailah Surau Gedang itu dengan Masjid Agung. Karena kata gedang sendiri bersinonim dengan kata Agung (Raja H. Bakri Ilyas, 1994).
 
Setelah Daeng Makrupa berpulang ke Rahmatullah pada tahun 1834 maka pemeliharaan Masjid Agung diserahkan kepada kemenakannya, Raden Muhammad Zen yang juga menggantikannya menjabat Kepala Dagang Kota Bengkulu. Raden Muhammad Zen wafat tahun 1853 dimakamkan di dekat pobon beringin di belakang makam R. Sentot Alibasyah Abdul Mustapa Prawiradirja. Meskipun demikian, istilah Surau Gedang tetap saja melekat di benak masyarakat kota Bengkulu untuk Masjid Agung. Entah sebab apa, Masjid Agung justru diganti namanya menjadi Masjid Jamik? Mengganti nama tanpa dasar.
 
 
Kemudian datang orang-orang dan Malabari hendak duduk berniaga di Bengkulu. Oleh Tuanku Baginda Pangeran Mangku Raja, mereka itu dititahkan merambah dan membersihkan Padang Perupuk, di ujung tanjung dekat laut sebelah Barat Daya, di sanalah tempat orang Malabari itu. Lama kelamaan orang China dan lain-lain bangsapun mulai duduk berniaga pula di Bengkulu dan dititahkan oleh Baginda Pangeran Mangku Raja berbagi dua dengan orang Malabari, sepotong seorang yang menjadi Kampung China dan Berkas. Lalu  orang-orang China itupun membuat rumah kecil-kecil dan rendah­rendah saja, pokoknya dapat dijadikan tempat berjual-beli dengan orang dari hulu dan dari laut, maka disebut orang Pondok China.