Abdul Karim al-Bantani: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20210809)) #IABot (v2.0.8) (GreenC bot
k temuan manuskrip pegon bahasa sunda tentang sislsilah Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah
Tag: gambar rusak VisualEditor
Baris 66:
Tidak banyak diketahui data tentang tanggal kelahiran Syekh Abdul Karim, tetapi sebuah sumber memperkirakan dia dilahirkan pada tahun 1830 [[Masehi]]/1250 [[Hijriyah]] di [[Desa]] [[Lempuyang, Tanara, Serang|Lempuyang]], [[Tanara, Serang|Tanara]], [[Serang]], [[Banten]]. Nama orang tua dan masa pendidikan kecilnya juga tidak banyak diketahui, kecuali dia tinggal di daerah [[Banten]]. Tokoh ini dikenal kemudian belajar ke [[Mekkah]], sezaman dengan para sahabat yang ditemuinya, yaitu [[Syekh]] [[Nawawi al-Bantani]], [[Syaikhona Kholil al-Bangkalani|Syaikhona Muhammad Kholil al-Bangkalani]], [[Syekh]] [[Muhammad Mahfudz at-Tarmasi]], dan lain-lain. Di Kota [[Mekkah]] ini, dia belajar di antaranya kepada [[Syekh]] [[Achmad Khotib al-Syambasi]] yang saat itu sudah menjadi pengajar di [[Masjidil Haram]], sekaligus mursyid [[Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah]]. Dari bimbingan Ahmad Khatib Sambas ini, Abdul Karim mumpuni di bidang ilmu tasawuf, dan diangkat sebagai salah satu khalifahnya. Selain Abdul Karim, Ahmad Khatib juga dikenal mengangkat beberapa khalifah untuk menyebarkan tarekatnya ke [[Nusantara]], yaitu: Syekh Tholhah Cirebon dan Syekh Ahmad Hasbullah al-Maduri yang tinggal di [[Mekkah]]. Beberapa murid Ahmad Khatib juga mengajarkan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah meskipun tidak ada keterangan apakah benar-benar telah diangkat sebagai khalifah ataukah sekadar sebagai badal.<ref>{{Cite web|url=http://mequran.com/mequran/k-h-abdul-karim-banten/|title=K.H. Abdul Karim, Banten|website=mequran.com|language=en-US|access-date=2017-04-07|archive-date=2017-04-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20170408171435/http://mequran.com/mequran/k-h-abdul-karim-banten/|dead-url=yes}}</ref><ref name=":0" />
== Peran Kebangsaan di Banten ==
Setelah memperoleh ilmu di [[Mekkah]], Abdul Karim kembali ke Banten diperkirakan pada tahun 1860-an, dia kembali ke tanah kelahirannya pada umur akhir 20 atau 30-an. Ia kemudian mendirikan pesantren dan menyebarkan tarekat yang diperoleh dari gurunya. Murid-muridnya tersebar di berbagai pelosok Banten dan daerah lain. Di antara murid-muridnya adalah [[Tubagus Falak|Tubagus Muhammad Falak]] [[Pandeglang]] (yang kemudian menetap di Pagentongan, [[Bogor]], dan menyebarkan [[Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah]]).<ref name=":1">{{Cite web|url=http://m.inilah.com/news/detail/2182543/wali-sufi-dari-bogor-yang-terlupakan|title=Wali Sufi dari Bogor yang Terlupakan - mozaik islam www.inilah.com|last=Center|first=PT Indonesia News|website=m.inilah.com|access-date=2017-04-07}}</ref> Para pejabat pemerintah juga menghormatinya, karena Abdul Karim telah menjadi tokoh terkenal, karismatik, dan oleh masyarakat disebut sebagai Kiai Agung dan waliyullah. Pada saat dia tinggal di Banten ini, kondisi sosial masyarakat tengah terhimpit oleh pemerintah kolonial, utamanya di kalangan petani. Semangat melakukan perlawanan telah muncul lama di kalangan masyarakat, hingga sebagian murid-murid dan tokoh-tokoh di Banten ingin melakukan pemberontakan kepada pemerintah kolonial. Sebagai tokoh karismatik, dia selalu dimintai restu oleh tokoh-tokoh Banten, baik pejabat pemerintah maupun para pemimpin perancang pemberontakan. Beberapa muridnya yang kemudian dianggap berperan dalam mengajak pemberontakan adalah [[Ki Tubagus Ismail]], [[Ki Wasyid]], dan H. Marzuki (yang menjadi salah satu khalifahnya dalam tarekat).
=== Geger Cilegon 1888 ===
{{main|Geger Cilegon 1888}}
Baris 74:
 
Pada tahun [[1875]], [[Syekh]] [[Achmad Khotib al-Syambasi]] wafat, kemudian Syekh Karim al-Bantani diminta untuk menggantikan Syekh al-Syambasi sebagai mursyid (guru besar) [[Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah]] di Tanah Suci. Di Mekkah, Abdul Karim semakin dipandang sebagai khalifah yang ditaati oleh para khalifah yang telah diangkat Ahmad Khatib. Sampai akhir hayatnya, dia tinggal di Mekkah dan memimpin tarekat ini, tetapi angka tahunnya tidak diketahui pasti. Sepeninggal Abdul Karim, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah tidak memiliki pemimpin tunggal yang ditaati oleh seluruh anggota dan hanya menjadi kelompok tarekat dengan kepemimpinan lokal, meskipun memiliki pengikut yang sangat besar.<ref>{{Cite web|url=http://www.pmii.or.id/syekh-nawawi-al-bantani-gurunya-para-ulama/|title=Syekh Nawawi Al-Bantani, Gurunya Para Ulama {{!}} Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia|website=www.pmii.or.id|language=en-US|access-date=2017-04-07|archive-date=2017-04-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20170408082048/http://www.pmii.or.id/syekh-nawawi-al-bantani-gurunya-para-ulama/|dead-url=yes}}</ref>
 
=== Haji Muhammad Toyyib bin Haji Abdullah : Murid Syekh Abdul Karim al Bantani meninggalkan sebuah Manuskrip Kitab Silsilah Tatekat di Cimaung ===
Syekh Abdul Karim merupakan ulama besar memiliki banyak murid, salah satunya tercantum dalam sebuah catatan manuskrip bertuliskan arab pegon berbahasa sunda sebuah nama Haji Muhammad Toyyib bin Haji Abdullah. Manuskrip itu baru di temukan di sebuah rumah di dekat TUGU PERINTIS Cimaung (1932), Kampung Babakan Cimaung RT.03 RW.05, Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, rumah milik almarhum Bapak H. Irin Daimirin bin Mama Tjatja bin Mama Eye bin H. Sa'i, sekitar bulan Mei-Juni 2022, disela-sela setelah peringatan Tahlilan 100 harinya almarhum istri beliau Hj. Euis Martini bin Ijum yang baru wafat (13 Desember 2021).
[[Berkas:TQN H Toyyib.jpg|jmpl]]
Dalam Naskah tersebut jelas tersebutkan bahwa Haji Muhammad Toyyib Bin Haji Abdullah (pada halaman kedua pasal pertama, pembukaan manuskrip tersebut) pada paragraf terakhir, tertulis silsilah Guru-Guru [[Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah]])<ref name=":1" />, hingga sampainya ijazah tarekat kepada Haji Muhammad Toyyib Bin Haji Abdullah :
 
''" ..... muruk ka Syékh Syamsuddin - muruk ka Syékh Khotib Syambas - muruk ka guru kaula Syékh Agung Abdul Karim bangsa banten – banten '''éta geus muruk ka kaula sarta geus ijzahan ka kaula''' '''Haji Muhammad Toyyib bin Haji Abdullah."'''''
 
" ..... turun kepada Syekh Samsuddin - turun Kepada Syekh Khotib Syambas ([[Syekh]] [[Achmad Khotib al-Syambasi]]), turun kepada Guru saya Syekh Agung Abdul Karim Bangsa Banten (Syekh Abdul Karim Al-Bantani) - dari banten itu sudah turun kepada saya serta sudah ijazah kepada saya '''Haji Muhammad Toyyib bin Haji Abdullah."'''
 
Sehingga melalui manuskrip ini, jelas tersebut sekira kurun waktu perkembangan [[Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah]])<ref name=":1" /> awal di Jawa Barat khususnya, terselip sebuah nama yang jarang disebut dan dikenal oleh masyarakat, yaitu : '''Haji Muhammad Toyyib bin Haji Abdullah.'''
 
Sekilas tentang manuskrip yang keadaannya sudah tidak berjilid dan bagian sisi kitab dan jaitan bukunya sudah rapuh, juga tidak atau belum ditemukan angka tahun dan silsilah sang penulis atau silsilah dari Syekh '''Haji Muhammad Toyyib bin Haji Abdullah.''' (Wallohu'alam)
 
== Referensi ==
{{Reflist}}