Ba'athis Irak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat skrip VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 51:
| calling_code = 964
}}
'''Ba'ath Irak''' atau '''Irak di bawah Ba'ath''' mengacu pada periode sejarah [[Irak]] pada tahun [[1968]] sampai [[2003]] saat dikuasai [[partai Ba'ath]]. Periode ini dimulai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kemakmuran yang melonjak, tetapi berakhir dengan Irak menghadapi [[Stagnasi ekonomi|stagnasi]] sosial, politik, dan ekonomi. Pendapatan tahunan rata-rata menurun karena beberapa faktor eksternal, dan beberapa kebijakan rezim internal.
 
[[Presiden Irak|Presiden]] [[Abdul Rahman Arif]] dan [[Perdana Menteri Irak|PM]] [[Tahir Yahya]], digulingkan selama [[kudeta 17 Juli]] yang dipimpin oleh [[Ahmed Hassan al-Bakr|Ahmed Hassan al - Bakr]] dari [[Partai Ba'ath]], yang sebelumnya memegang kekuasaan pada tahun [[1963]]. Hussein melalui jabatannya sebagai kepala dinas [[intelijen]] [[de facto]][[partai]], menjadi [[pemimpin negara]] de facto pada pertengahan [[1970]]-an, dan menjadi pemimpin [[de jure]] pada tahun [[1979]] ketika ia berhasil al - Bakr di kantor sebagai Presiden. Selama ''de jure'' pemerintahan al- Bakr, perekonomian negara berkembang, dan posisi Irak dalam [[dunia Arab]] meningkat. Namun, beberapa faktor internal mengancam stabilitas negara, di antaranya konflik negara Irak dengan Iran dan komunitas Muslim Syiah. Masalah eksternal adalah konflik perbatasan dengan Iran, yang akan berkontribusi pada [[Perang Iran-Irak]].
 
Pada tahun 1979 Hussein menjadi Presiden Irak, [[Ketua Komando Dewan Revolusi]], Perdana Menteri dan Sekretaris Jenderal Komando Daerah Partai Ba'ath, selama gelombang protes anti-rezim di Irak yang dipimpin oleh komunitas [[Syiah]]. Partai Ba'ath yang [[sekuler]] secara kasar menekan protes. Perubahan kebijakan lain adalah kebijakan luar negeri [[Irak]] terhadap [[Iran]], yang merupakan negara mayoritas [[Muslim Syiah]]. Memburuknya hubungan akhirnya menyebabkan [[Perang Iran-Irak]], yang dimulai pada tahun [[1980]] ketika Irak melancarkan invasi skala penuh ke Iran. Setelah [[revolusi Iran]] tahun [[1979]], rakyat Irak percaya bahwa Iran menjadi lemah, dan dengan demikian merupakan sasaran empuk untuk [[militer]] mereka. Gagasan ini terbukti tidak benar, dan perang berlangsung selama delapan tahun. Perekonomian Irak memburuk selama perang, dan negara menjadi tergantung pada donasi [[asing]] untuk mendanai upaya perang mereka. Perang berakhir dengan jalan buntu ketika [[gencatan senjata]] dicapai pada tahun [[1988]], yang mengakibatkan status ''[[quo ante bellum]]''.